Tiga puluh delapan

3.3K 419 25
                                    

Nathan memarkirkan mobilnya di depan rumah si kembar, hari ini ia sudah membuat janji bersama kedua kakaknya itu untuk pergi keluar sebentar.

Pintu kayu berwarna coklat itu terbuka setelah Nana mengetuknya beberapa kali dan munculah sosok wanita paruh baya yang tersenyum dengan tulus ke arahnya.

“Sini masuk, Na. Haidan udah nungguin tuh di ruang tengah.”

“Hanan mana, Bu?”

“Kayanya masih di atas, kamu panggil aja ke atas. Tadi bilangnya mau siap-siap.“

Nana hanya mengangguk dan berjalan menuju lantai atas dimana kamar si kembar berada.

“Dan, gue panggil Hanan dulu, ya.” ucapnya ketika ia berpapasan dengan Haidan yang sedang sibuk menggunakan sepatunya tersebut di ruang tengah rumahnya.

Haidan hanya mengangguk menanggapi ucapan Nana dan kembali fokus dengan sepatunya.

Nana mengetuk pintu kamar Hanan beberapa kali, namun tetap tidak ada jawaban. Ia mencoba membukanya, dan ternyata tidak di kunci.

“Nan, gue masuk, ya?”

Nana membuka pintu kamar Hanan perlahan, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, namun kamar itu tampak kosong.

“Hanan?” panggil Nana.

Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Hanan, betapa terkejutnya ia melihat Hanan yang sudah terbaring di atas dinginnya lantai, matanya terpejam.

“HANAN?!!” pekik Nana kaget melihat kondisi Hanan, tanpa pikir panjang ia langsung mengangkat tubuh Hanan dan disandarkannya kepala sang Kakak itu di atas pahanya.

“Nan, bangun! Sumpah ini gak lucu!”

Nana berusaha menepuk pelan pipi Hanan, namun tidak ada respon sama sekali dari Hanan.

“IBU.. HAIDAN.. TOLONG!!!”

Haidan yang baru saja selesai bersiap itu sedikit terkejut ketika mendengar teriakan Nana dari atas, perasaan tidak enak itu langsung muncul, dadanya tiba-tiba berdetak dengan cepat, ia langsung berlari menuju lantai atas, takut sesuatu terjadi di atas sana.

“HANAN?!”

Haidan langsung bersimpuh ketika melihat Hanan yang masih setia memejamkan matanya di atas pangkuan Nana. Ia langsung mengambil alih posisi Nana dan bergantian mengguncang tubuh Hanan pelan.

“Na, Hanan kenapa?!” tanyanya panik.

“Gak tau, Dan. Pas gue masuk Hanan udah pingsan.”

Haidan sibuk meraba detak jantung dan juga denyut nadi sang kembaran. Semuanya masih terasa, namun begitu lemah dan juga lambat.

“Abang bangun, gak usah becanda ya lo!”

Nana kalut melihat kondisi keduanya, tanpa berpikir lebih lama lagi, ia turun ke bawah, memanggil Ibu dan juga menyiapkan mobil. Ia harus segera membawa Hanan ke rumah sakit atau ia akan menyesal nanti.

“Abang please bangun. Jangan bikin gue takut!”

Tangan Haidan yang masih setia memeluk Hanan itu sudah bergetar hebat. Haidan takut, sangat takut. Wajah Hanan begitu pucat, seperti tidak ada aliran darah di sana, tangannya juga terasa sangat dingin.

“Dan, kita bawa Hanan ke rumah sakit sekarang!”

“Ya Ampun, Nak!”

Nana masuk bersama Ibu dan juga supir Ibu yang dengan sigap langsung membantu menggendong Hanan menuju mobil.

Lost | Jeno Haechan✓Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα