Tujuh belas

3.4K 427 9
                                    

Serangan panik itu bisa terjadi ketika seseorang merasa takut yang berlebihan terhadap suatu hal, dan terjadi secara tiba-tiba,

Rasa takut itu bisa jadi muncul karena stress atau mungkin juga seseorang itu pernah mengalami suatu kejadian yang membuatnya merasa trauma.

Faktor lain seperti terlalu banyak mengkonsumsi kafein atau kebiasaan merokok yang berlebih juga bisa menyebabkan seseorang mengalami pannic attack ini.

Itulah sebabnya tadi Haidan sempat mengalami sesak napas dan juga tubuhnya bergetar hebat, dari pemeriksaan semuanya normal. Namun, yang saya lihat, sepertinya Haidan ini sudah cukup lama mengalami panic attack seperti ini, dan  Haidan biasa mengkonsumsi obat penenang.

Obat penenang boleh dikonsumsi tapi harus dengan anjuran dari dokter, dan tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan.

Ibu mengusap tangan Haidan yang terbebas dari infus, setelah ditangani oleh dokter, Haidan belum juga membuka matanya hingga sekarang.

“Maafin Ibu, ya. Ini semua salah Ibu kalian berdua jadi kaya gini.”

Hanan mendekati sang Ibu, keadannya sudah cukup membaik hingga ia sudah bisa turun dari ranjangnya.

Diusapnya pundak sang Ibu pelan, “Bu, berhenti nyalahin diri sendiri, mungkin ini emang udah takdir kita kaya gini, gak ada yang salah disini.”

“Ibu pikir selama ini Haidan bahagia sama Ayah,” ujar Ibu pelan.

Tangan Haidan yang sedang Ibu genggam itu bergerak, matanya perlahan terbuka.

“Ibu,” panggil Haidan pelan.

“Haidan, masih pusing, Nak?” tanya Ibu.

Haidan menggeleng pelan dan mencoba mendudukan dirinya, sontak Hanan yang berada di sebelahnya langsung membantu.

“Gak, Bu. Haidan baik-baik aja,”

“Haidan kenapa gak pernah cerita sama Ibu?”

“Maafin Ibu, ya.”

Tangan yang semula digenggam Ibu itu berganti menjadi Haidan yang menggenggam tangan sang Ibu.

“Ibu sama sekali gak salah, kalau pun ada yang harus disalahkan itu Ayah, bukan Ibu. Ayah egois, Bu.”

Ibu menggeleng, “gak sayang, andai aja waktu itu Ibu bawa kamu bareng sama Hanan, andai aja waktu itu Ibu beneran jemput kamu dari Ayah. Pasti kamu gak bakal ngerasain semua ini,”

“Udah ya, Bu, yang penting sekarang Haidan udah bareng sama Ibu lagi, aku mau tinggal sama Ibu.”

“Tapi Ayah gimana?”

“Ada Nana disana, ada Mama juga. Ayah gak sendiri,”

Ibu hanya mengangguk.

“Ibu harus pulang sebentar buat ambil keperluan kalian, gak apa-apa, 'kan Ibu tinggal?”

“Gak papa, Bu. Kita udah baikan kok,”

Ibu beranjak dari sana, menyisakan mereka berdua yang masih terdiam satu sama lain.

“Dan?” panggil Hanan.

Haidan menoleh, menaikan alisnya tanda bertanya, 'kenapa?'

“Kenapa lo gak ngomong sama Ibu?”

“Soal?”

“Masalah ketakutan lo yang bikin lo kaya gini, lo gak tau, 'kan gimana takutnya Ibu tadi lihat lo kaya orang sekarat?”

“Lo mau gue cerita sama Ibu kalau gue dituduh jadi pembunuh?”

“Setidaknya lo ceritain apa yang lo alami selama ini, Dan. Udah cukup selama ini lo mendam semuanya sendiri. Sekarang ada gue, Ibu, ada Nana juga yang peduli sama lo, jangan bersikap seolah-olah lo hidup sendiri.”

Lost | Jeno Haechan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang