Enam belas

3.5K 428 19
                                    

Cuaca pagi ini terlihat lebih gelap daripada hari kemarin. Sejak subuh tadi, awan gelap tak kunjung menghilang dari atas sana. Menciptakan setetes air yang perlahan turun dari tempat persembunyiannya.

Di ruangan serba putih ini, terbaring sosok lelaki tampan yang belum juga membuka matanya sejak semalam. Dokter mengatakan Haidan mengalami gegar otak akibat benturan di kepalanya. Di sampingnya sudah ada Nana yang setia menemani. Kedua orang tuanya sedang keluar sebentar untuk membeli sarapan di kantin rumah sakit.

Tadi malam, Nana mendapat telfon dari Yudis, memberitahukan bahwa sang Kakak masuk rumah sakit. Tanpa banyak bertanya, ia segera memberitahu kedua orang tuanya dan bergegas ke rumah sakit. Nana terkejut ketika Yudis bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi, ia benar-benar tidak tahu jika Haidan balapan tadi malam. Berbeda dengan Nana, Anton emosi saat mendengar cerita Yudis, ia marah saat tahu anaknya masih suka balapan motor liar seperti ini.

Lamunan Nana buyar ketika melihat mata Haidan yang perlahan mulai terbuka.

“Dan, lo udah bangun?!” tanya Nana senang, mata Haidan sudah sepenuhnya terbuka sekarang.

Haidan masih berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke matanya, kepalanya masih terasa pusing.

“Na?” panggil Haidan lirih.

“Iya, gue panggilin dokter dulu, ya?”

Nana hendak beranjak dari duduknya, namun tangan Haidan menahannya.

Haidan berusaha bangkit, mendudukan dirinya. “Gak usah, Na. Gue gak papa.”

“Kalau masih pusing tiduran aja dulu, lo juga baru sadar gak usah banyak gerak,”

Haidan menurut, memang kepalanya masih terasa sangat berat, apalagi jika ia bergerak sedikit saja, kepalanya akan berdenyut nyeri.

“Na, Hanan—

Nana mengernyit, tak mengerti maksud dari perkataan Haidan. “Hanan, kenapa?”

“Kemarin Hanan collapse dan dibawa ke rumah sakit, dia juga lagi di rumah sakit ini, mereka pasti nyariin gue. Hp gue mana, Na?”

Nana mengambil ponsel Haidan yang tadi malam ia dapat dari Yudis dan menyerahkannya pada Haidan. Begitu ia membuka ponselnya, banyak notifikasi masuk.

✉️Ibu
Haidan kemana?

Kamu gak kesini lagi, Nak?

Kamu pulang kerumah Ayah, ya?

Haidan meringis membaca beberapa pesan dari sang Ibu, pasti Ibu khawatir dengannya, sebab tadi malam ia hanya ijin untuk keluar sebentar dan akan kembali ke rumah sakit. Haidan kembali membaca pesan dari Ibu yang baru saja di kirimkan tadi pagi.

✉️Ibu
Haidan, Abang udah sadar.
Dia nyariin kamu, nanti Haidan bisa kesini?

Haidan tersenyum tipis membaca pesan terakhir dari Ibu. “Na, gue mau ketemu Hanan.”

“Hah?!”

“Hanan udah sadar, gue mau ketemu sama dia.”

“Dan, lo juga baru sadar. Tunggu dokter dulu, bentar lagi Mama sama Papa juga balik.”

“Mama sama Ayah disini?” tanya Haidan.

“Iyalah, lo kira siapa yang nungguin lo semalam. Mereka lagi sarapan dulu di kantin.”

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, menampilkan dua sosok yang baru saja mereka bicarakan.

“Ya ampun Haidan, kamu udah bangun, Nak?” Mama langsung mendekat ke arah Haidan yang sudah terduduk, bersandar pada kepala tempat tidur.

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now