Tiga puluh tujuh

3K 416 36
                                    

"Nan, ngapain lo disini sendiri?"

Pemuda yang lebih tua tujuh menit dari Haidan itu menoleh, mendapati sang kembaran yang sedang berjalan ke arahnya. Lalu mendudukan bokongnya tepat disamping Hanan.

"Nyari angin aja, seger disini."

Haidan mengangguk menanggapi ucapan Hanan. Memang, angin sore hari itu nampak lebih sejuk dari biasanya.

Hanan mengadahkan kepala dan memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang berhembus menerpa wajah tampannya.

"Kayanya udah lama banget gue gak ngerasain angin seger kaya gini," gumamnya pelan.

Haidan menoleh, menatap sang kembaran dengan heran, "norak banget lo, kaya gak pernah ngerasain angin aja."

"Kayanya emang iya deh, Dan. Gue kaya baru ngerasain kalau gue bisa napas dengan lega kaya gini."

Hanan kembali menghembuskan napasnya pelan, diiringi dengan senyum yang tercetak jelas di wajahnya.

"Aneh lo, masuk aja sana. Jangan kelamaan di luar, lo masih sakit, 'kan?"

"Siapa yang sakit, lo yang sakit, Dan. Bukan gue."

Hening, mereka kembali masuk ke dalam pikiran masing-masing.

"Dan?" panggil Hanan.

Haidan menoleh.

"Lo panggil gue Abang lagi dong, kaya dulu pas kecil. Lo mah sekarang panggil gue Abang kalau lagi ada maunya doang."

"Kenapa sih, kita itu seumuran ya kalau lo lupa."

"Tetep aja gue duluan yang lahir."

"Beda tujuh menit doang, Nan."

Hening.

"Dan?" panggil Hanan lagi.

"Apa sih, Nan?!"

"Kalau gue pergi, lo jagain Ibu ya. Jangan nyusahin Ibu apalagi sampai tega bikin Ibu nangis. Jangan kaya gue yang nyusahin Ibu terus."

Haidan masih diam menatap sang kembaran yang terlihat kembali ingin menyampaikan sesuatu.

"Kalau gue gak ada, tetep jadi Haidan yang gue kenal ya. Haidan yang baik, ya walaupun kadang lo galak juga."

Hanan menepuk pundak Haidan pelan, "semangat buat sembuh, Dan. Banyak orang yang membutuhkan lo buat ada di samping mereka."

"Omongan lo ngaco, Nan. Masuk aja, ayok!"

Hanan meraih tangan Haidan ketika anak itu hendak berdiri dari duduknya.

"Di sini aja dulu, Dan. Gue ngerasa damai kalau disini."

Haidan mengernyit heran dengan semua kata-kata Hanan yang menurut Haidan itu sedikit ambigu.

"Udah cukup hidup gue nyusahin banyak orang, Dan."

"Ayah sama Ibu pisah gara-gara gue, Ayah selingkuh gara-gara capek ngurusin gue yang udah penyakitan dari kecil. Ibu harus kerja banting tulang sendirian cuma buat biaya pengobatan gue."

"Gara-gara gue, lo gak ngerasain kasih sayang Ibu sepenuhnya."

"Lo marah sama Ibu karena gue juga, Dan. Lo pasti berpikir kalau Ibu udah jahat sama lo, Ibu gak mau ketemu sama lo lagi karena Ibu gak pernah nepatin janjinya yang mau ambil lo dari Ayah. Padahal Ibu udah berkali-kali usaha buat jemput lo, tapi selalu aja gue jadi penghalang. Entah itu gue sakit lah, gue collaps lah, atau apapun itu semua gara-gara gue, Dan."

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now