Sembilan

3.8K 444 4
                                    

Hari ini Hanan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Seperti janji Haidan tempo hari, ia akan menginap di rumah Ibu untuk beberapa hari kedepan. Haidan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang tamu di rumah Ibu. Di sana terpasang beberapa figura berisikan foto mereka berdua ketika mereka masih kecil.

Ia tertegun, Ibu masih menyimpan semua itu dengan rapi, bahkan memajangnya. Matanya beralih ke arah figura yang tersusun rapi di atas meja panjang. Di sana ada foto Hanan kecil yang sedang tersenyum, ada juga foto dirinya yang terlihat sedang tertawa dengan mobil mainan di tangannya. Ada pula foto mereka berdua dengan Ibu yang tengah tersenyum manis, sungguh sangat terlihat bahagia.

Haidan tersenyum melihat semua itu.

“Masih inget ini semua, gak?” tanya Ibu yang sudah berdiri di belakang Haidan.

“Masih dong, Bu. Haidan kira Ibu udah gak punya foto Haidan.”

“Punya dong, Nak. Semuanya masih lengkap. Kalian kecilnya lumayan mirip, tapi kenapa pas gede jadi beda gini, ya. Padahal, 'kan kalian kembar.” tanya Ibu heran.

“Ya namanya juga gak identik, Bu. Tapi gantengan Haidan, 'kan, Bu?” tanya Haidan dengan bangga.

Ibu terkekeh melihat tingkat kepedean Haidan, "anak Ibu ganteng semuanya. Nanti kapan-kapan kita foto lagi  bareng-bareng bertiga, ya.”

Hanan menuruni tangga dengan senyum mengembang di bibir tipisnya. Ia menghampiri Ibu dan juga Haidan yang tampaknya masih asik memandangi berbagai foto yang berada di ruang tengah rumahnya.

“Lagi pada ngapain, sih. Kayanya asik banget,”

“Ini loh Haidan lagi lihat foto-foto kecil kalian,”

“Semua masih lengkap, Dan. Apalagi di kamar lo tuh, banyak foto lo yang Ibu pajang.”

Haidan menoleh, ia sedikit bingung dengan ucapan Hanan, “kamar?”

“Iya kamar, dikira lo gak punya kamar disini. Ibu udah siapin kamar buat lo, pokoknya isinya lengkap. Tuh, kamar lo di sebelah kamar gue.”

Haidan menatap Ibu, “Maafin Haidan ya, Bu.”

“Kenapa minta maaf, Nak. Anak Ibu, 'kan dua, jadi semuanya serba dua dong. Ibu emang udah siapin semuanya dari dulu, karena Ibu yakin Haidan pasti bakal balik kesini.” ujar Ibu tersenyum.

Mata Haidan beralih ke arah figura yang berisi fotonya, namun bukan lagi foto masa kecilnya, melainkan foto dirinya satu tahun yang lalu saat ia sedang bermain basket di lapangan sekolah.

“Kok lo punya foto ini?” tanya Haidan bingung.

“Gue sendiri yang fotoin, waktu itu lo lagi ikut lomba di sekolah dalam rangka ngerayain ulang tahun sekolah, 'kan. Gue jadi pengurus waktu itu, terus diem-diem gue foto lo,” jawab Hanan nyengir.

“Ibu kangen sama lo, makanya gue foto lo diem-diem.” lanjutnya.

“Haidan udah bilang, 'kan sama Ayah kalau mau nginep disini?” tanya Ibu mengalihkan pembicaraan.

“Aku gak bilang sama Ayah, tapi aku udah kasih tau Nana, Bu. Lagian nanti juga aku mau pulang dulu sebentar, ada yang mau aku ambil di rumah.”

“Manding kamu bilang sama Ayah, biar Ayah gak nyariin.”

“Biarin aja, Bu. Nanti aku bilang lewat Mama aja, aku males debat sama Ayah.”

“Bu, makanannya udah dateng nih, makan dulu, yuk?”

Mereka menoleh ke arah Hanan, anak itu tampak menenteng satu kantong plastik yang baru saja ia ambil dari luar. Karena Ibu tidak masak, akhirnya mereka memutuskan untuk memesan makanan dari luar. Mereka berdua berjalan kearah meja makan, menyusul Hanan yang sedang menyiapkan makanan mereka.

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now