Tujuh

4.1K 480 7
                                    

Hanan tersenyum ketika melihat sang kembaran masih berada di ruangannya. Haidan tertidur dengan posisi duduk, tangannya ia lipat didepan dada sedangkan kakinya ia naikan ke atas meja.

"Ternyata Haidan beneran nungguin, gue kira dia bakal balik," ujar Hanan pelan, ia berusaha mendudukan dirinya di atas ranjang.

Sengatan nyeri masih terasa di dadanya ketika ia bergerak, namun tidak sesakit tadi. Ia menghela napas, lagi-lagi ia kalah dengan sakitnya. Dari dulu, memang dia tidak pernah menang melawat sakit yang selalu datang tiba-tiba.

Hanan mengangkat tangannya dan meraba dadanya, merasakan detak jantungnya yang teratur walau terasa sedikit lambat, "baru kali ini gue kambuh tapi gue seneng, karena secara gak langsung lo udah bikin adek gue balik,"

Pintu ruangannya terbuka, menampilkan sosok Ibu yang datang sambil membawa satu kantong plastik putih ditangan kanannya, Ibu tersenyum mendapati anaknya sudah bangun.

"Kamu udah bangun, Nak?"

Ibu meletakan kantong plastik putih tersebut diatas nakas, matanya melirik Haidan yang masih tertidur pulas.

"Loh, Haidan belum bangun juga. Capek banget kayanya sampe melongo gitu tidurnya."

Hanan terkekeh mendengar ucapan sang Ibu, memang benar Hanan tidur dengan posisi mulut menganga. "Coba Ibu bangunin, Bu. Kasian dia belum makan dari siang,"

Ibu menghampiri Haidan dan menepuk pundak anaknya dengan pelan. Anak itu melenguh kemudian menggeliat lalu perlahan membuka matanya.

"Bangun, Nak. Ini udah mau maghrib, kamu belum makan, 'kan dari tadi siang."

Haidan menautkan alisnya bingung, dan setelah itu ia baru ingat bahwa ia berada di rumah sakit menunggu Hanan. Ah iya, ia baru ingat bahwa dirinya sudah bertemu sang Ibu.

"Ibu," lirihnya sembari menegakan tubuhnya. Ia melirik ranjang Hanan, ternyata sang kembaran sedang menatapnya sembari tersenyum lebar.

"Loh, sejak kapan lo bangun. Kok gak bangunin gue?"

"Lo tidurnya pules banget,"

"Haidan makan dulu, yuk sama Ibu. Kamu belum makan loh dari tadi siang."

Haidan tersenyum melihat sang Ibu yang dengan semangat menyiapkan makanan untuknya, dengan senang hati ia menerima tawaran Ibu.

"Nih, tadi Ibu beliin daging rendang. Haidan masih suka rendang, 'kan?"

"Masih dong, Bu. Makanan kesukaan aku nih," Haidan mengambil daging rendang yang Ibu sajikan, ia melirik Hanan yang tengah menatapnya.

"Lo mau?" tanya Haidan dengan tatapan meledek. Hanan hanya mendengus sebal, Ibu yang berada di sampingnya itu terkekeh.

"Hanan makannya yang dari rumah sakit aja dulu, ya. Nanti sekalian minum obat."

"Curang lo!" dengusnya sebal ketika melihat Haidan yang dengan sengaja memperlihatkan rendang kehadapannya.

"Haidan kalau mau rendang nanti kerumah Ibu, ya. Nanti Ibu bikinin,"

Haidan hanya mengangguk, mulutnya masih penuh dengan nasi yang baru saja ia suap. Ternyata begini rasanya berkumpul bersama Ibu dan juga kembarannya.

"Haidan gak pulang dulu? Nanti Ayah nyariin loh, apalagi tadi pagi Haidan bolos sekolah."

"Nanti aja, Bu. Haidan udah biasa pulang telat,"

"Jangan begitu dong, Nak. Kasian Ayah sama Mama nungguin dirumah."

Haidan menatap sang Ibu dengan tatapan yang sulit diartikan, Ibunya itu terlalu baik untuk orang yang sudah menyakiti hatinya.

"Ibu kenapa, sih masih peduli sama Ayah, padahal Ayah udah jahat banget loh sama Ibu."

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now