Lima belas

3.5K 406 9
                                    

Hanan menggeliat diatas tempat tidurnya, tubuhnya yang begitu lemas ia paksakan untuk bangun. Dadanya masih terasa nyeri, sisa sakitnya semalam. Ternyata ia kembali diberi kesempatan untuk melihat dunia pagi ini. Ia terduduk di pinggir tempat tidurnya, kakinya yang menapak diatas dinginnya lantai itu tampak bergetar. Rasanya untuk berdiri saja susah, apalagi untuk berjalan kekamar mandi.

Hanan menghirup udara dan menghembuskannya pelan, perlahan ia bangkit berdiri, tubuhnya sedikit oleng, sontak ia langsung berpegangan pada nakas disamping tempat tidurnya. Ia menatap pantulan dirinya didepan cermin, wajahnya sangat pucat seperti tidak ada aliran darah di sana. Bahkan, terdapat sisa darah yang terlihat sudah mengering dipinggir bibirnya.

Ayo Hanan, lo pasti kuat. Ini masih terlalu pagi, jangan bikin rusuh.

Hanan mensugesti dirinya sendiri agar ia mampu walau hanya sekedar berjalan sedikit saja. Dengan perlahan, Hanan kembali berjalan dengan sangat pelan menuju kamar mandi.

•••••

Haidan menuruni anak tangga dengan senyum yang terpatri di wajah tampannya, di bawah sana ada sang Ibu yang baru saja selesai menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya.

“Pagi Ibu,” sapa Haidan tersenyum.

“Pagi anak Ibu, kayanya ada yang lagi seneng nih, senyumnya manis banget.” ledek Ibu menggoda Haidan.

“Seneng lah, 'kan sama Ibu.”

Ibu hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah sang anak yang terkadang begitu menggemaskan di mata Rika.

“Dan, coba tolong panggilin Abang, tumben jam segini belum turun.”

“Loh iya, tadi kamarnya masih ditutup, kirain udah turun duluan. Bentar ya, Bu, Haidan panggilin dulu,”

Haidan beranjak dari kursinya menuju lantai atas, kamar Hanan masih terlihat tertutup seperti tadi saat Haidan turun.

“Nan, lo udah bangun belum?”

“Lo masih tidur, ya? Udan siang, heh!”

“Abang, ditunggu Ibu dibawah!”

Masih belum ada jawaban dari sang pemilik kamar. Haidan menempelkan telinganya ke pintu kamar Hanan, memastikan ada suara atau tidak, siapa tau Hanan sedang mandi. Mendadak perasaannya tidak enak, biasanya jika ia sedang mandi pasti suara air akan terdengar jelas walaupun dari luar. Tapi kali ini, tidak ada suara apapun dari dalam sana.

Baru saja Haidan akan membuka pintu kamar itu, ketika Hanan juga membuka pintunya dari dalam. Hanan terdiam, memperhatikan gerak-gerik Haidan yang terlihat mengkhawatirkannya.

“Dan—

“HANAN!!!”

Tubuh itu ambruk kedepan, tepat dipelukan sang kembaran. Haidan yang belum siap pun ikut terjerembab diatas dinginnya lantai. Haidan langsung merubah posisi Hanan yang masih setia menempel dengannya, ia menarik paksa tubuh Hanan, kemudian membaringkannya, menumpukan kepala Hanan diatas pahanya.

“Hanan bangun!!”

Haidan menepuk pipi Hanan pelan, anak itu masih tersadar, tapi untuk berbicara saja rasanya sangat sulit.

“IBU, TOLONG ABANG!”

Haidan berteriak meminta tolong kepada sang Ibu yang masih sibuk di bawah.

“Maaf...” lirih Hanan menatap Haidan yang kini hampir menangis.

"Ya ampun, Hanan!"

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now