Sebelas

3.2K 418 13
                                    

Haidan berjalan perlahan masuk ke dalam rumahnya, lebih tepatnya rumah sang Ayah. Ia kembali kesini hanya untuk mengambil beberapa keperluannya saja, ia masih ingin tinggal bersama Ibu lebih lama lagi. Rumahnya sepi, Haidan pikir kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Bahkan, Nana saja tidak terlihat sama sekali, atau mungkin anak itu ada di dalam kamar sedang bermain game di komputernya.

Haidan tidak peduli, ia mengambil beberapa baju dan beberapa barang keperluannya sekaligus, agar ia tidak sering bolak-balik pulang kerumah ini.

“Masih inget pulang ternyata,”

Gerakan tangan Haidan terhenti ketika suara yang terdengar tegas itu terdengar, ternyata dugaannya itu salah. Anton berada di rumah, dan sekarang ia berdiri tepat di depan pintu kamar Haidan.

Haidan membalikan badannya, mendapati Anton yang sedang menatapnya dengan tatapan marah.

“Udah berani ya, pergi dari rumah tanpa seizin Ayah?!”

“Kamu benar-benar tidak tahu diri ya, Haidan! Kamu pikir siapa yang ngurusin kamu dari dulu, hah?!”

Emosi Anton meluap ketika melihat wajah Haidan yang masih santai dengan kedatangannya.

“Sebenarnya maunya Ayah itu apa, sih?” tanya Haidan santai.

Haidan berjalan mendekat kearah Anton yang masih diam.

“UDAH CUKUP AYAH NGATUR HIDUP AKU, UDAH CUKUP AYAH BOHONGIN HAIDAN SELAMA INI. UDAH CUKUP, YAH. HAIDAN UDAH MUAK!!!”

Emosi yang selama ini Haidan tahan akhirnya tumpah, ia berteriak di hadapan Anton untuk pertama kalinya.

“SEMUA INI SALAH AYAH, TAPI KENAPA AYAH BERSIKAP SEOLAH-OLAH IBU YANG SALAH?!”

“HAIDAN!!!”

Tangan Anton terkunci di udara, mata Haidan sempat terpejam ketika ia hendak melayangkan pukulan ke arahnya.

“TAMPAR AKU, YAH. KENAPA BERHENTI?!!”

“Jaga omongan kamu, ya. Kamu gak tau apa-apa, jadi jangan pernah salahin Ayah dengan semua yang terjadi selama ini.”

“Yah, dia itu Ibu aku, Hanan itu kembaran aku, Yah. Dia Abangnya Haidan, anak Ayah juga. Kenapa Ayah begitu tutup mata sama mereka?!”

“AYAH BILANG KAMU GAK TAU APA-APA HAIDAN, JANGAN MENGHAKIMI AYAH!!!”

Anton kembali berteriak tepat di depan Haidan, wajahnya yang tegas kini semakin tajam karena emosi. Rosa dan juga Nana yang sedang berada di kamar masing-masing itupun akhirnya keluar karena teriakan mereka berdua. Namun, mereka hanya berdiri mematung di luar kamar, tanpa berani mendekat. Biarkan saja, mungkin mereka butuh waktu berdua.

“Aku emang gak tau apa-apa, karena selama ini Ayah emang udah bohongin aku, sekarang yang aku tahu itu cuma Ayah adalah orang  yang jahat!!!”

Haidan menyambar tasnya yang tergeletak di atas tempat tidur, ia berjalan melewati Anton dengan tatapan tajamnya. Ia muak dengan semua ini, ia hanya ingin pergi.

“HAIDAN MAU KEMANA KAMU, HAH?!!”

Anton masih saja berteriak, walaupun ia tahu Haidan tidak akan pernah menjawabnya. Biarkan saja anak itu pergi terlebih dahulu. Haidan berjalan menuruni tangga dengan tergesa-gesa, di belakangnya ada Nana yang berusaha menghentikan langkah Haidan.

“HAIDAN STOP!!” Nana berhasil menarik tangan Haidan yang hendak membuka pintu rumahnya.

“Lo mau kemana, gak usah pergi kalau lagi emosi kaya gini. Tenang dulu.”

Haidan menepis tangan Nana dengan kasar, ia menatap Nana sebentar dan langsung berlalu begitu saja, tanpa membalas perkataan Nana.

“HAIDAN!!!”

Lost | Jeno Haechan✓Where stories live. Discover now