13. Emosinya Aldero

4.4K 239 12
                                    

NGANG NGONG NGANG NGONG LU.
VOTE KOMEN YA SAT!

BACANYA SANTAI AJA, GAK USAH IKUT EMOSI LO.

Happy Reading-!!!

...

"Manusia dengan status yang tinggi akan memanfaatkan yang rendah sebagai batu loncatan"

...

"Sepi ya gak ada Nesaa.."

"Iya.. tapi mau gimana lagi, kita gak bisa ngelarang apa-apa."

"Biarin dia bahagia.."

"Padahal yang dikeluarin harusnya cuma Alan.."

"Aaaa jangan diingetin dong!!!" rengek Yola sambil menahan tangis.

Saat ini Yola, Fares, Dion dan Kevin sedang berada dikantin untuk makan siang bersama. Tapi bukannya memesan makanan, mereka malah terduduk lesu, tak berselera makan sama sekali karena merasa ada yang kurang, dan orang yang kurang itu adalah, Bernessa.

Tak henti-hentinya mereka mengeluh, menginginkan kehadiran Bernessa untuk tetap selalu ada disisi mereka. Tapi mereka juga tak tega jika gadis itu tetap disini pasti ia akan trauma, selalu terbayang-bayang kejadian yang ada digudang sekolah kala itu.

"Sumpah gue dendam banget ama tuh cowok anjir," umpat Dion emosi. Cowok itu sangat tak terima akan hal yang menimpa adiknya.

"Liat tuh si Eliza," tunjuk Kevin pada Eliza yang duduk dikursi tengah kantin sambil menangis histeris yang berusaha ditenangi oleh para sahabat-sahabatnya. Semua orang dikantin pasti mendengar tangisan itu, tapi bukannya malu, Eliza malah semakin histeris agar mendapatkan simpati dari orang lain. "Lebay anjir, gitu doang nangis!"

Mereka semua mengikuti arah pandang Kevin, kemudian menatap Eliza ilfil.

"Cih, nyari belas kasihan anjir," decih Fares.

"Tapi gak ada yang kasian. Kesannya malah malu-maluin," balas Dion meledek.

"Dia ngapain sih, nangis dikantin gini?" tanya Yola risih dengan suara tangisan fals Eliza.

"Iya, yak. Padahal dia bisa nyari tempat sepi gitu buat nangis, kan gak ada yang liat," timpal Fares yang juga risih. Jika saja yang sedang menangis itu Bernessa-nya, pasti ia malah senang dan akan memeluk gadis itu agar tenang. Tapi kini yang menangis adalah si kuyang, jadi ia merasa sangat risih dan tidak suka mendengarkannya. Ntah kenapa ditelinganya tangisan sahabat dan adiknya terdengar sangat merdu, berbeda sekali dengan Eliza yang terdengar lebay dan fals. Sungguh, telinga Fares rasanya ingin pecah.

"Itu namanya dia lagi caper bangsat! Heran gue nih orang gak ngerti-ngerti," ketus Kevin keras, membuat beberapa murid langsung memusatkan perhatiannya kearah meja mereka. Banyak yang terkekeh geli mendengar ucapan Kevin, karena pasti banyak orang yang risih tapi tak berani menyuarakan isi hatinya.

"Apa lo pada liat-liat hah?" sentak Kevin garang.

"Nyali lo keren bang," puji salah satu adik kelas yang berada disamping meja mereka.

"Iyalah. Ngapain takut sama dia?" ucap Kevin bangga, menyugarkan rambutnya kebelakang.

"Lagian si Eliza ngapain coba nangisin cowok bangsat kayak Alan gitu," komentar Fares.

Yola mengangguk. "Iya anjir. Gue nih ya, kalau misalnya gue jadi Eliza, udah gue putusin si Alan itu. Gila kali ya, udah nyoba ngelecehin cewek disekolah, terus dikeluarin dari sekolah, masih aja ditangisin. Nambah-nambah penyakit aja."

NAJESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang