33. Anak Tunggal

2.5K 178 34
                                    

Vote+Komen

Happy Reading-!!!

...

"Nahan diri buat nggak benci sama Papa is another level of bitch!"

~Gagelio Desmon~

...

Read

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Read.

Gagelio melempar asal ponselnya keatas ranjang. Ia benar-benar sudah muak mendapatkan pesan itu terus-terusan dari Papa-nya. Selama seminggu full, hampir lima kali banyaknya ayahnya mengatakan hal yang sama seperti itu dan selalu mengirimkannya lewat dari jam dua belas malam.

Cowok itu bangkit dari duduknya, ia berjalan pelan menuju dapur untuk mengambil segelas air karena merasa haus setelah empat jam lamanya bermain game online bersama Marev.

Ini baru jam dua pagi. Sinar matahari belum terbit, hal itu membuat seluruh isi rumah Gagelio terlihat sangat gelap karena lampu yang dipadamkan.

Saat melewati kamar kedua orang tuanya, Gagelio mendengar suara yang aneh.

Ia mendekat dan menempelkan telinga kanannya ke pintu itu untuk mendengar lebih jelas lagi.

"Hiks... Hikss.. Kenapa jadi parah gini sih keadaannya..."

Gagelio tersentak, hatinya merasa gelisah, suara tangisan lirih itu berhasil membuatnya penasaran. Apa yang terjadi dengan bundanya.

Tanpa permisi, cowok itu langsung membuka pintu kamar itu dan betapa terkejutnya ia saat melihat kondisi bundanya yang sedang meringkuk dilantai, dengan air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya.

"Bunda?" gumam Gagelio kaget.

Ivara terkesiap. Ia buru-buru menghapus jejak air matanya dan langsung berdiri dengan kepala yang menunduk agar anak tunggal kesayangannya tidak melihat kondisi dirinya yang sangat menyedihkan.

"Bunda kenapa nangis?" Gagelio langsung memeluk tubuh kecil bundanya dan membawanya untuk menyender dibahunya.

Ivara menggeleng. "Nggak apa-apa kok," jawabnya berbohong.

Cowok itu melepaskan pelukannya kemudian menunduk untuk melihat wajah malaikat kesayangan yang telah melahirkannya.

Gagelio sudah tumbuh dewasa sehingga untuk melihat wajah Ivara saja ia harus menunduk karena badannya yang lebih tinggi dan besar.

"Karena papa lagi ya?" tebak Gagelio hati-hati.

Seketika tangis Ivara kembali pecah mendengar tebakan Gagelio yang benar adanya. Ia tidak menyangka akan mengecewakan anak dan suaminya diwaktu yang bersamaan.

NAJESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang