39. Deandre Joan L.

1.4K 126 42
                                    

Vote+Komen

Happy Reading-!!!

...

Hari ini kelas sebelas IPA 3 sedang sangat hoki dikarenakan guru yang mengajar sedang berhalangan hadir akibat sakit yang berakhir menjadi jam kosong full selama tiga jam. Terlebih lagi guru yang sedang sakit itu adalah guru Fisika yang hendak melaksanakan ulangan harian. Mereka semua yang belum belajar apapun dirumah menjadi lega.

Tapi tidak dengan Silvi si sekretaris kelas, gadis berkaca mata itu benar-benar merasa sangat bosan. Keadaan kelas yang seharusnya hening disaat jam pelajaran berlangsung, kini malah menjadi sangat ricuh. Ada yang bernyanyi, ada yang berteriak, ada yang berghibah, ia tidak suka itu. Ia benci keributan. Ingin sekali rasanya Silvi mengadu ke ruang guru dan meminta guru piket untuk mengisi jam kelas mereka yang kosong. Tetapi niatnya iti selalu gagal. Marev serta penentang belajar lainnya melarang dan menyuruh Silvi untuk membaca buku saja dari pada mengajaukan kesenangan mereka yang mungkin tidak akan datang dua kali.

"Nanti malem aku ada acara makan malem sama keluarga," ucap Jeha pada Arjeano yang berada disebelahnya.

Cowok itu menoleh cepat. Ia menatap tajam Jeha seolah perkataan cewek itu tadi hanya sebuah candaan. "Gak usah bohong."

"Bener," kata Jeha serius. Ia tahu, topik tentang keluarganya ini sangat sensitif dengan Arjeano, maka dari itu ia tidaklah mungkin berani berbohong.

Arjeano melipat tangannya di depan dada. Pandangan lurus ke depan, tapi pikirannya sudah berkelana jauh tentang bagaimana situasi nanti saat Jeha berada di satu ruangan dengan seseorang yang sangat brengsek dan hampir menghancurkan hidup gadis itu. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. "Gak usah pergi."

Jeha menggeleng cepat. "Gak bisa. Papa aku ikut, mau gak mau aku juga harus ikut. Kamu kan tau, Papa aku paling gak suka jadi gosipan kalau gak bawa anaknya di acara keluarga," jelasnya.

"Ya udah aku ikut," putus Arjeano.

"Tapi-"

"Papa kamu gak mungkin ngelarang aku, Jeha."

"Tapi orang itu gak ikut kok," kata Jeha berbohong. Ia tidak ingin kejadian tiga bulan yang lalu terulang kembali.

Arjeano menoleh. Ia memajukan wajahnya berhadapan dengan Jeha hingga hidung keduanya bersentuhan. Benar-benar sangat dekat. "Yakin gak ikut?" tanyanya mengintimidasi.

Jeha meneguk ludahnya susah payah. Kepalanya mengangguk ragu. Setelah Arjeano menjauhkan wajahnya, barulah ia dapat bernapas normal.

"Aku sih gak yakin," tandasnya membuat Jeha meNGHELA napas berat.

"Aku benci dia," ucap Jeha tiba-tiba.

"Aku tau," balas Arjeano.

"Aku gak mau liat muka dia."

"Gak usah pergi."

"Tapi aku gak suka Papa dijelekin."

"Berarti aku memang harus ikut."

Mata Jeha mendadak berkaca-kaca. "Kalau boleh minta, aku mending amnesia biar gak inget kejadian itu terus."

"Gak harus itu," ujar Arjeano. Ia menarik Jeha untuk menyender di dada bidangnya. "Kamu bisa bales dendam."

Jeha menggeleng kuat. "Dia masih tetep keluarga aku."

"Dan perlakuan keluarga lebih membekas dari pada orang lain," tandas Arjeano penuh penekanan.

🦋🦋🦋

"WOI AYO KITA MAIN JOKES BAPACK-BAPACK!!" teriak Marev mengajak teman-teman sekelasnya untuk menghilangkan bosan selama guru tidak ada. Ini juga bermaksud untuk meningkatkan solidaritas kelas agar mereka dapat berbaur dengan siapa saja termasuk para inti Abruthos.

NAJESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang