30. Ziarah

3.1K 212 23
                                    

Vote+Komen

Happy Reading-!!!

...

"Aku sudah mengikhlaskan-nya, tapi tidak melupakan-nya"

...

Seorang gadis dengan outfit korean style serba hitam itu keluar dari dalam taxi yang ia tumpangi setelah membayar ongkosnya kepada sang sopir.

Ia menarik napasnya dalam-dalam, mengukir sebuah senyuman manis yang ditunjukkan kepada semesta, kemudian berjalan pelan menuju sebuah toko bunga yang ada dipinggir jalan.

Sang penjual yang melihat kehadiran sang gadis itu ikut tersenyum. Ia yang awalnya sedang memotong batang-batang bunga mawar merah di meja bulat memberhentikan kegiatannya sejenak untuk menyambut si gadis periang yang belakangan ini jarang datang.

"Pagi, Pak," sapa si Cantik, melepaskan sebuah kaca mata hitam yang bertengger sempurna dihidungnya.

"Pagi, neng geulis," balas penjual bunga itu yang diketahui bernama Pak Jajang.

"Si bapak bisa aja ih," kekeh Bernessa tertawa pelan sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Ya, gadis itu adalah Bernessa. Pukul tujuh pagi seperti ini, ia sudah berada ditempat favoritnya sepanjang masa, tempat yang selalu ia kunjungi disetiap weekend, untuk mengenang seseorang yang sangat berarti didalam hidupnya dan orang yang telah membuatnya ada didunia yang sangat kejam ini sekarang.

Pak Jajang terkekeh ringan. Ia mengambil sebuah parcel kosong berwarna coklat muda, kemudian memasukkan banyak bunga mawar tabur berwarna merah dan putih kedalamnya sehingga benar-benar terisi penuh.

Pak Jajang bertanya, "kayak biasa kan, Dek?"

Bernessa menjawab dengan anggukan kecil. "Iya, Pak. Bunga mawar merah dan putih tabur, dua ikat bunga bokor, sama satu ikat bunga tulip putih ya," ucapnya.

Pak Jajang mengangguk. Ia memang sudah hafal dengan pesanan Bernessa tiap kali berkunjung kesini, tapi ia hanya ingin memastikan saja takutnya ada tambahan atau lainnya.

Sebuah parcel coklat muda yang sudah terisi penuh itu Pak Jajang berikan kepada Bernessa, tak lupa ia juga menaruh dua ikat bunga bokor dan satu ikat bunga tulip putih diatasnya agar Bernessa tak kesulitan saat membawanya karena gadis itu hanya sendirian, tidak ada yang membantu.

Bernessa menerima parcel itu sembari tersenyum tipis, tangan mungilnya menggenggam erat pegangan pada parcel itu agar tidak jatuh karena sedikit berat.

"Minggu lalu kemana, Dek? Kok tumben ndak datang kesini? Kan biasanya rutin," ujar Pak Jajang penasaran.

Karena jujur, ini adalah pertama kalinya Bernessa absen datang kemari setelah empat tahun lamanya selalu rutin berkunjung dan tidak lupa mampir ke tokonya terlebih dahulu untuk membeli bunga. Tentu hal itu membuat Pak Jajang merasa aneh dan seperti ada yang kurang.

Bernessa meringis tak enak. Pasti minggu lalu Pak Jajang sudah menyiapkan pesanannya seperti biasa dan berakhir sia-sia.

"Maaf ya, Pak, minggu lalu saya gak dateng karena ada kegiatan, jadi gak sempet kesini deh. Pasti bunga pesenan saya jadi kebuang ya?"

Pak Jajang menggeleng tak setuju. "Kebetulan minggu lalu saya belum nyiapin pesanan adek, jadi gak kebuang deh," jawabnya.

"Oh ya?"

"Iya."

"Yaudah kalau gitu saya kesana dulu ya, Pak. Nanti saya balik lagi ngembaliin parcelnya," ujar Bernessa memakai kembali kacamata hitamnya.

NAJESAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora