Chapter III : antagonis

282 40 28
                                    

Jangan lupa vote sama komen....😚

5 Januari

"Bang!" Xavier terlonjak kaget ketika bahunya tiba-tiba ditepuk.

Alden terkekeh, dia menatap Xavier yang menatapnya datar. "Kaget lo, Bang?" Goda Alden membuat Xavier mendengus.

"Ngapain lo sendiri disini?" Tanya Alden, Xavier hanya mengangkat bahunya tidak berniat mengeluarkan suara.

Mata Alden memicing, lekungan di bibirnya terlihat. "Gak punya temen, yak?" Goda Alden, Xavier mendengus melihat adiknya yang tertawa bahagia karena menghinanya tidak memiliki teman.

"Bacot." Tawa Alden mereda, dia menatap kakak laki-lakinya itu. "Iya-iya, yok ikut gue ke kantin." Ajak Alden dan diangguki oleh Xavier, karena Xavier butuh asupan makanan sekarang.

***

"Dia murid baru kelas dua belas 'kan?" Dharma—teman Alden bertanya karena Alden yang datang ke kantin dengan membawa Xavier.

Sambil memakan batagor Xavier hanya mendengarkan percakapan Alden dan temannya. "Abang gue." Jawab Alden singkat.

Dharma menatap Alden dan Xavier kaget. "Seriusan? Gue kira lo anak tunggal." Cetusnya, wajar jika Dharma tidak mengetahui Xavier sebagai kakaknya Alden karena memang pertemanan Dharma dan Alden hanya baru berjalan satu semester.

Alden terkekeh, "enggak, gue anak kedua."

Pembicaraan mereka berhenti ketika suasana kantin juga tiba-tiba hening, sangat hening.

Tatapan semua orang tertuju pada pojok kiri ruangan. Disana terdapat teman sebangku Xavier dan seorang siswi.

Dharma mendecak, "Masih Senin udah drama aja ini Ka Adya sama Ka Brisia." Kesalnya dengan suara lirih tapi cukup didengar Xavier.

"Drama?" Tanya Xavier dengan tangan yang sibuk menyuapkan makanan ke mulut.

"Heeh, ohya gue belum ngenalin dua orang yang selalu bikin pertunjukkan tiap ada kesempatan." Ucap Alden sambil menatap apa yang dilakukan Adya terhadap Brisia.

Kita ke sisi pojok kiri kantin duluuu👣

Brisia Evelyn menunduk ketika dia telah berada dihadapan kakak kelasnya yang bernama Adya Lysithea Alexandra, "Brisia? Lo tau alasan gue manggil lo?" Tanya Adya dengan nada rendah, Brisia menggeleng.

Tangan merogoh saku tapi tatapan Adya masih menatap tajam Brisia. "Kaya biasa." Ucap Adya sambil menyodorkan uang ke Brisia.

"Awas kalau salah." Mengeluarkan sedikit ancaman, Adya kembali sibuk dengan handphonenya.

Dharma mendengus melihat interaksi yang hanya sebentar itu. "Yeuh, gue kira mau drama, rupanya cuman nyuruh beliin," celetuknya.

Tatapan Xavier mengarah ke Alden, Alden mengangguk. "Yang jalan ke arah orang jualan itu namanya Brisia, anak kelas sebelas dan dikenal paling pintar satu angkatan, tapi paling bego kalau udah di bully sama orang." Entah itu pujian atau hinaan, Xavier pun tidak tahu.

"Terus.... yang udah duduk namanya ka Adya, anak kelas dua belas yang—cukup keren, tapi kerjaannya ngebully Brisia. Kalau Brisia itu anak langganan jadi pemeran utama dipanggung kenaikan kelas, maka Ka Adya adalah langganan dipanggil pas upacara Bendera, hampir tiap bulan gue liat dia dipanggil karena kemenangannya—"

Alden menyuruput air miliknya sebelum melanjutkan bercerita. "Kalau kisah mereka berdua itu sebuah novel, Brisia itu protagonisnya yang punya kecantikan, dan kepintaran tapi sayangnya selalu di bully oleh antagonis kak Adya."

Xavier menatap ke arah Adya yang sibuk dengan handphonenya, tidak berselang lama Brisia mendekat ke arah Adya dengan membawa Bakso pesanan Adya. "Ini kak," ucap Brisia sambil meletakkan mangkok di depan Adya.

Adya mengangkat wajahnya untuk menatap Brisia. "Duduk," titah Adya membuat perasaan Brisia menjadi tidak enak. "Buat apa, kak?" Cicit Brisia masih dengan wajah menunduk.

Seringai kecil terlihat di wajah Adya, tangannya bergerak mengambil tempat sambal lalu menumpahkan sambal sebanyak-banyaknya ke Bakso yang ada di depannya.

"Gue gak laper, buat lo aja ya Bris." Mendengar ucapan Adya, Brisia semakin menunduk dalam.

Rasanya Brisia ingin menangis saja sekarang, bagaimana bisa dia disuruh makan Bak— bukan, lebih tepatnya sambal toping bakso yang ada perutnya melilit memakan bakso itu.

Adya menatap Brisia yang menunduk. "Mau 'kan?" tanya Adya dengan nada rendah, dengan menahan air matanya agar tidak jatuh Brisia mengangguk kecil.

Melihat anggukan kepala Brisia, Adya tersenyum senang. "Good girl," pujinya sambil menyodorkan mangkok bakso miliknya.

Baru dua suapan, rasa pedas bercampur panas memenuhi mulut Brisia. Ketika tangannya hendak menjangkau air minum, Adya menarik air itu lebih dulu. "K..kak?" Lirih Brisia, mata dan hidungnya sudah memerah.

"Apa?" Tanya Adya, sambil memutar-mutar sendok.

"Pedes kak, tolong."

"Makan," titah Adya tidak menerima penolakan, tapi Brisia menggeleng membuat Adya seketika memasang wajah datar. Dengan cepat Adya mengambil sendok di mangkok Brisia, lalu memaksa Brisia untuk terus memakan kuah sambal.

Disebabkan sudah tidak sanggup menahan rasa pedas di mulutnya, Brisia menangis karena terus dipaksa memakan kuah sambal. "Kak ampun, pedes kak." Isaknya dengan air mata yang terus mengalir.

TRING...TRINGG...

Adya mendengus. "Kali ini, lo beruntung," Ucap Adya saat harus menyudahi kesenangannya, dia langsung berdiri meninggalkan Brisia yang mengambil air sisa milik Adya, Brisia tidak peduli itu air bekas atau apapun karena mulutnya sudah sangat terasa terbakar.

Setelah air di cangkir Adya tandas, Brisia mulai terisak. "Apa salah aku sampai ka Adya terus kaya gitu?" Tangis Brisia, dia merasa sangat sedih karena terus dihina.

"Yok bang, balik." Ajak Alden, Xavier mengangguk dia menatap Brisia yang terus menangis. Gimana bisa seseorang ngelakuin bullying di ruangan terbuka sekolah?

Haiii, aduh udh lma g buka ni crita😭 kdg kelupaan, maaf😁

Haiii, aduh udh lma g buka ni crita😭 kdg kelupaan, maaf😁

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Brisia Evelyn

Who is she? [TAMAT]Where stories live. Discover now