Chapter XVIII : Akhiri Saja?

117 21 16
                                    

Jangan lupa vote sama komen ya 🫂

"Jangan dipaksa, karena segala sesuatu yang dipaksakan akan selalu menciptakan luka."

🥀

Ketika suara adzan berkumandang, kedua manusia yang sedang bermain seketika berhenti.

Adya pergi ke pos satpam yang ada disana.

"Aduh neng, udah jam segini baru pulang, mana basah kuyup gini lagi."

Adya hanya mengatakan iya saja, dia lantas segera berjalan keluar dari wilayah VHS, dia akan mencoba mencari taxi ataupun angkutan umum disekitar sini.

Disaat Adya masih berjalan dibawah rintik hujan yang sudah menjadi gerimis, Xavier menghentikan motornya dihadapan Adya.

"Naik," ajaknya membuat Adya berpikir sebentar.

Jika dia menerima tawaran Xavier, Adya tidak ingin Xavier tahu alamat rumahnya.

Tapi ini sudah magrib, rasanya agak susah jika dia harus mencari taxi di jam seperti ini.

Setelah berpikir beberapa saat Adya naik ke motor Xavier.

Adya sudah duduk manis di boncengan Xavier tidak ada tanda-tanda Xavier akan melajukan motornya.

"Kenapa?" Tanya Adya.

Bukannya menjawab pertanyaan dari Adya, Xavier malah melepas jaketnya lalu menyodorkan kepada Adya.

"Rok lo pendek," jawab Xavier membuat Adya paham, dia segera mengikat jaket Xavier tidak lupa mengucapkan terima kasih.

Hujan sama sekali tidak berhenti mengguyur kota jakarta membuat tubuh mereka yang sudah lama bermain hujan merasakan dingin yang menusuk kulit.

Adya mengarahkan arah jalan menuju rumahnya pada Xavier, tapi fokusnya hilang ketika mereka berada di lampu merah.

Matanya menangkap hal yang sangat tidak pernah dia duga.

"Arvian?" Lirih Adya yang tentunya dapat didengar Xavier, dia menatap wajah Adya dari kaca spion.

Adya menatap satu titik membuat Xavier sontak ikut menatap arah pandangan Adya.

Di sebuah taman kecil yang ada di pinggir jalan tengah ada Arvian bersama sosok perempuan, mereka melihat Arvian memeluk perempuan itu.

Adya memejamkan matanya sambil mendongak membiarkan air hujan menghantam wajahnya. Apa ini? Pikirnya tidak sanggup memahami situasi.

Xavier yang melihat Adya shock karena melihat kekasihnya sendiri memeluk orang lain mencoba memanggil Adya.

"Ad, Adya." Panggil Xavier tapi tidak ada sahutan dari Adya.

Dengan nekat Xavier menarik tangan Adya lalu menyuruh Adya agar memeluknya. "Pegangan, biar gak jatuh, lurus lagi aja 'kan?"

Adya yang tiba-tiba ditarik tangannya dan dipaksa untuk memeluk Xavier lantas menarik tangannya lalu memegang baju laki-laki itu, dia berdehem menjawab pertanyaan Xavier.

Tapi ketika Xavier melajukan motornya Adya refleks memeluk Xavier membuat Xavier terkekeh yang sialnya Adya dapat mendengarnya.

Dengan kesal Adya memukul helm Xavier karena Xavier menjahilinya. "DIEM!" Teriak Adya semakin membuat Xavier senang.

Adya tidak menyangka Xavier memiliki sifat yang cukup jahil padahal selama di kelas Xavier itu terlihat dingin dan tidak ingin berteman dengan orang lain.

Ketika mereka telah didepan gerbang kompleks, Adya menyuruh Xavier turun, dia berterima kasih lalu menyuruh Xavier untuk segera pergi.

Ini adalah salah satu sebab teman-teman Adya tidak pernah mengetahui dimana rumah Adya secara detail, mereka hanya tahu bahwa Adya tinggal disalah satu kompleks perumahan elite di kawasan jakarta selatan.

🥀

Setelah menyelesaikan sholatnya, Adya merebahkan tubuhnya dengan pikiran yang mengakar kemana-mana.

Adya menyalakan handphonenya dan menatap nama yang tertera di layar ponsel.

Adya menghela nafas panjang. Amarah, kecewa, kesal, takut, hancur, semuanya bercampur menjadi satu.

Hatinya terasa gundah karena terus mengingat Arvian yang memeluk orang lain.

Dengan perasaan yang tidak nyaman Adya memaksa diri untuk terpejam walau jam masih menunjukkan pukul 08.30 PM.

Walau sangat sulit, tapi Adya akhirnya benar-benar terlelap dan memasuki alam mimpi.

💭

Silau yang memenuhi mata membuat Adya mengerjapkan matanya. Hal pertama yang Adya lihat adalah pantai yang begitu indah.

Adya terdiam kaku, jantungnya berdegup kencang dadanya terasa dihimpit batu ketika melihat sosok anak laki-laki yang tengah berlari menuju laut yang terus berombak.

"ALEXA! AYO IKUT!!" Teriak bocah itu membuat gadis perempuan yang sedang bermain pasir menatap kakaknya dengan tanya.

"KAK RIO NGAPAIN DI SITU? SINI AJA SAMA LEXA MAIN PASIR!" Jawab gadis yang bernama Alexa pada kakaknya, Rio.

Rio yang melihat adiknya kembali bermain pasir dengan usil mendekat kearah adiknya lalu menarik sendal Alexa. "ihh, kak Rio! Sendal aku!" Dengan cepat Alexa mengejar Rio yang berlari kearah laut.

Rio senang ketika adiknya itu mengejarnya, dia menyipratkan air ke wajah adiknya membuat Alexa tentu membalas kakaknya.

"ASTAGA, ALEXA, RIO, KALIAN NGAPAIN DISITU?!" Alexa dan Rio yang sedang bermain dengan air lantas menatap Dea -ibu dari Alexa dan Rio- yang memanggil mereka dari bibir pantai.

"Main, mah," jawab Rio.

Mereka berdua lantas mulai berjalan naik untuk mendekati Dea. Tapi nahas, ombak yang besar tiba-tiba bergerak ke bibir pantai.

Rio yang sadar ombak mengarah ke arahnya dan Adiknya dengan cepat mendorong Alexa yang langsung ditangkap Dea, tapi nasib baik tak bisa diraih dan nasib buruk tak bisa ditolak, Rio terbawa gulungan ombak yang cukup untuk menenggelamkan bocah berusia 10 tahun itu.

Dea yang masih kaget karena harus menarik Alexa langsung histeris karena putranya sudah menghilang terbawa laut, dia melepaskan Alexa dan berlari ke arah laut tapi orang-orang dengan cepat menahan Dea.

"RIO!" Teriak Dea dengan terus memberontak agar terlepas dari cekalan warga, dia menangis histeris karena tak ada tanda-tanda sedikitpun jika Rio masih ada disekitarnya.

Nafas Adya putus-putus, dia mencengkeram dadanya yang terasa sangat sesak.

Kakinya memaksa untuk berlari ke laut, sayangnya ketika sudah dekat tubuhnya malah jatuh ke jurang yang dalam.

"KAK RIO!" Teriak Adya.

Nafas Adya sangat tidak teratur, dia menjambak rambutnya sendiri, ketika suara suara asing mulai menyerang indra mendengarkannya.

PEMBUNUH! KAU MEMBUNUH PUTRAKU! PEMBUNUH!

Adya menutup telinganya rapat, tapi suara itu sama sekali tidak berhenti.

PEMBUNUH! SAYA KEHILANGAN RIO KARENA KAMU! ANAK SIALAN!

"STOP! Adya bukan pembunuh!" Adya terisak, dia menggelengkan kepalanya dengan mata tertutup rapat, tubuhnya bergetar hebat.

Ketukan pintu sama sekali tak dihiraukannya, dia hanya terus mendengar suara cacian dan makian untuknya.

Orang yang sejak tadi mengetuk kamar Adya dengan cepat membuka pintu, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Neng Adya!" Kaget Bi Ira melihat kondisi Adya yang sangat kacau, dia memanggil manggil Adya yang menutup telinga.

"NENG! SADAR! INI BIBI!" Teriak Bi Ira membuat Adya perlahan terdiam, dia menatap Bi Ira lalu bangkit dan segera pergi dari rumah tanpa mengatakan apapun pada Bi Ira.

Bi Ira yang melihat Adya seperti itu terdiam, sepertinya trauma dari putri majikannya itu kambuh.

Dia mencoba menangkan hatinya yang takut Adya kenapa-napa pergi dengan keadaan seperti itu.

🥀

Hai, introduce my self.... malah perkenalan🤧
Lanjut bawah aja yak?😁

Who is she? [TAMAT]Where stories live. Discover now