Chapter XXXIV : Rasa Sakit

68 4 0
                                    

"Sudah waktunya, sudah waktunya aku berhenti."

🥀

26 Februari 2024

Ketika mata Adya kembali terbuka, ia ternyata sudah berada di salah satu kamar inap rumah sakit.

Matanya menatap datar ke depan, ia bingung dengan apa yang terjadi kemarin, apa yang membuatnya merasakan sakit yang cukup parah.

Tatapannya beralih menatap tajam pintu yang terbuka, terlihat sosok Leon yang tersenyum ke arahnya.

"Udah sadar? Masih pusing? Atau mau minum dulu?" Cercanya dengan berbagai macam pertanyaan membuat mata Adya memicing.

"Gue," Adya diam sejenak, dia menatap tangannya yang di pasang infus, dia juga memakai selang oksigen pada hidungnya. "Kenapa?" Lanjut Adya.

Netra Adya rak sengaja menangkap raut wajah Leon berubah dan tak lama dia kembali tersenyum hangat pada adik sepupunya itu.

"Cuman kecapean," ucapnya tapi malah membuat Adya semakin menatapnya tajam.

"Gak usah bohong."

Kembali, laki-laki itu seperti bingung harus menjawab pertanyaan Adya seperti apa.

Ia tertawa kaku lalu kembali menjawab, "apaan sih? Beneran lo cuman kelelahan."

"Leon...." ucap Adya dengan lirih, ia menatap lelah pada Leon. ".... kita udh kenal bertahun-tahun, gue adik lo, apa lo pikir gue gak bisa lihat kebohongan itu?"

Leon bungkam, ia membuang wajahnya menatap ke sembarang arah.

Adya yang melihatnya lantas terkekeh miris. "Ini tubuh gue, Bang. Gue berhak tau tentang tubuh ini, please lo jawab gue. Gue kenapa?" Tanya Adya sekali lagi.

Tapi Leon seolah bungkam ia tidak membuka suara sedikitpun untuk menjawab pertanyaan Adya.

Helaan nafas lelah Adya hembuskan, ia merebahkan dirinya membelakangi Leon. "Kalau gak ada perlu lagi, silahkan keluar." Usirnya langsung dituruti Leon.

Leon tahu ini akan terjadi, Adya tidak akan semudah itu untuk dibohongi. Dia yakin sekarang adiknya itu marah padanya.

Tapi Leon tidak tahu harus bagaimana, harus bagaimana dia menyampaikan kabar yang pasti menyakiti Adya, dia tidak tahu bagaimana membuat Adya tetap bisa biasa saja setelah mendengar kabar itu.

Sudah kesepuluh kali dia menghela nafas panjang dan itu membuat sahabatnya risih.

"Kenapa sih lo?! Berisik tau nih kuping." Sinis cewek yang berada di samping Leon.

Leon berdecak. "Diem lo, lagi stres nih gue," kesal Leon.

"Bisa juga ya lo stres?"

Seketika Leon mendengus, dia menatap tajam perempuan bernama Hannah itu.

Hannah terkekeh ia menepuk-nepuk bahu Leon. "Kenapa hm? Sini cerita, biar gue dengerin kalau ada bonusnya lo bisa dapat solusi," ucap Hannah dengan senyum lembutnya.

Tanpa sadar senyuman Hannah menular pada Leon, lelaki itu tersenyum tipis dan mulai menceritakan semua kegundahannya.

Mungkin semenjak dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya dulu dia mengalami trauma terhadap perempuan, dan sekarang Hannah berhasil menghapuskan traumanya.

2 Maret 2024

Lima hari berada di rumah sakit tanpa mengetahui kondisinya membuat Adya merasa cukup frustasi.

Ia menatap ruangannya yang begitu kosong, sebulir air mata jatuh. Ia tidak tau harus bagaimana, dia tidak mengetahui apapun tapi dia sama sekali tidak di perbolehkan pulang oleh dokter yang memeriksanya.

Dirinya harus menegak beberapa pil obat pahit sedangkan dia tidak tahu itu obat apa, dia juga sering merasakan kepalanya tiba-tiba sakit.

"Mah, Bang, ajak Adya pergi. Adya capek."

Tatapannya jatuh pada pintu, dengan cepat dia turun pada brankar rumah sakit. Ia melepaskan infus dan oksigen yang melekat pada tubuhnya.

Dengan pakaian rumah sakit dia berjalan melewati berbagai ruangan. Adya perlu bergerak, dia perlu tahu apa yang terjadi pada dirinya.

Matanya bergerak kekanan kiri mencari sosok Leon dan benar saja, dia menemukan Leon dan Yuda -Ayah Leon dengan kata lain Omnya Adya- sedang berjalan beriringan menuju taman yang cukup sepi.

Adya mengikuti langkah mereka, Ia berdiri cukup jauh untuk menguping pembicaraan mereka.

Dapat terlihat raut wajah Leon sangat lesu sedangkan raut wajah ayahnya sangat serius.

"Sudah kamu beritahu?" Buka Yuda membuat Leon menunduk dan menggeleng lemah.

"Kenapa? Dia berhak tahu."

"Yah, Adya bakal hancur kalau mendengarnya," lirih Leon dan di akui oleh Yuda.

"Ayah tahu, tapi Adya berhak tahu," tutur Yuda menatap putranya.

"Aku gak bisa," Leon menganggantung ucapannya matanya menerawang jauh ke depan. "aku gak bisa bilang ke Adya kalau dia.... menderita kanker otak stadium tiga." Lanjut Leon, ia menutup wajahnya sendiri.

Hancur, Adya kaget mendengarnya. Semuanya mendadak kosong, di otaknya berputar berbagai memori menyakitkan bak kaset rusak.

"Menderita Kanker otak?" lirih Adya, ia terkekeh miris.

"DASAR PENYAKITAN!"

"NYUSAHIN!"

"BODOH! LIHAT KAKAKMU ITU, DIA BERADA DI PERINGKAT TERATAS, SEDANGKAN KAMU?! CIH."

Nafasnya memburu, perlahan air belomba-lomba keluar dari matanya, tangan kanannya menutup mulutnya sendiri menahan isakan yang ingin keluar.

Tangisan Adya pecah, tapi tak ada satupun isakan yang keluar dari bibirnya. Tubuh Adya jatuh terduduk, ia menyenderkan punggungnya pada pohon besar di belakangnya.

Tubuhnya bergetar hebat menahan tangisan yang memaksa untuk di lepas. Leon dan Yuda beranjak pergi dari taman setelah cukup lama meninggalkan Adya yang benar-benar hancur sendirian.

Cukup lama Adya menangisi kondisinya, dia berdiri dengan kondisi yang sangat kacau.

Adya berjalan menuju lift dengan tatapan kosong dari mata sembabnya, ia tidak mengenakan alas kaki apapun. Tidak ada orang di sini, hanya dia yang ada di lift tersebut sampai akhirnya lift sampai di lantai teratas.

Dengan langkah berat dan air mata yang mulai kembali membasahi pipinya, Adya berjalan menuju pembatas rooftop.

"Mah, Kak Rio, Adya kangen. Bawa Adya sama kalian, ya?"

Ia menatap lalu lalang jalan raya di siang hari. Matanya melihat orang-orang yang seperti semut, orang-orang terlihat bahagia bersama teman, pasangan ataupun keluarga mereka.

"Kapan Adya bisa ngerasain itu semua, Mah?"

Mata indahnya dia pejamkan, semilir angin menerpa wajahnya, membelai lembut kulit membawa kerinduan yang tak pernah terobati.

Perlahan dia bergerak maju, siap untuk terjun bebas dan melepas duka.

"Mah, Adya ikut, ya?"

BRAK!

🥀

Who is she? [TAMAT]Where stories live. Discover now