Chapter XXXVII : Nyaman

68 4 0
                                    

"Gue mohon, jangan tinggalin gue sampai waktunya gue pergi."

°Adya°

🥀

5 Maret 2024

Genggaman tangan Xavier pada Adya seolah tak ingin melepaskan. Sedangkan gadis itu hanya terus mengikuti langkah Xavier yang mengajaknya menuju warung wak macan.

"Pasutri baru dateng nih," celetuk Avan mengundang dengusan keras Xavier.

Dia membantu Adya untuk duduk di kursi, setelah Adya duduk dia juga ikut duduk di samping gadis itu.

Mereka hari ini berkumpul dalam rangka untuk merayakan anniversary Black Diamond yang ke-10 sekaligus acara bergantinya para anggota inti.

Suasana warung wak macan sangat ramai, bahkan The Alfa rupanya datang pada acara tersebut.

Beberapa saat Adya terpaku ketika tak sengaja bersitatap dengan Arion, dengan segera dia berdiri menciptakan suara decitan dari kursi yang terdorong.

Adya memilih untuk pergi ke arah taman yang ada di samping warung wak macan. Tatapannya jatuh pada langit yang lumayan terang.

"Are you okay?" Tanya seseorang yang mengikuti Adya menuju taman.

Mendengar suara laki-laki yang cukup dia kenal, dia mengalihkan atensinya pada laki-laki itu. "I'am okay, always okay," lirihnya yang malah di jawab oleh kekehan kecil.

"Tapi mata lo bilang lain sama yang lo ucapin," tuduh Laki-laki yang terpaut satu tahun lebih tua darinya.

Tak ada jawaban dari Adya, dia hanya diam seribu bahasa seolah tidak ingin menjawab orang yang dia kenal sebagai Kenan.

Dengan lembut Kenan menarik Adya agar menyenderkan kepalanya pada bahu cowok itu, dia menepuk kepala gadis itu lembut.

"Ken," panggil Adya membuat Kenan menunduk menatap Adya yang hanya menatap ke depan dengan tatapan tanpa minat.

"Gue bukan Kenan, gue sangkara, lo bisa panggil angkara."

Mendengar ucapan Sangkara yang mengejutkan, Adya sontak mendongak menatap mata Kenan dengan bingung.

Lagi, Sangkara tersenyum lembut padanya seperti ketika mereka pertama bertemu. "Gue alter egonya Kenan," jelasnya yang akhirnya membuat Adya paham.

"Gue.... boleh panggil lo bang Angkara?" Tanyanya dibalas cepat dengan anggukan Sangkara, laki-laki itu menepuk-nepuk puncak kepala Adya dengan lembut.

"Kalau lo capek, lo butuh tempat istirahat ataupun tempat cerita, lo bisa hubungin gue."

"Wajar kalau lo capek, wajar kalau lo gak sanggup atas semua luka lo, tapi lo harus ingat kalau lo gak boleh berhenti. Mungkin ada orang yang gak suka lo ada disini, tapi perlu lo tahu, banyak orang gak bakal siap buat kehilangan lo, banyak orang yang sayang sama lo."

Apa sekarang Adya bisa bersyukur atas hidupnya? Mungkin dia kehilangan banyak hal beberapa waktu terakhir, tapi dia juga mulai sadar bahwa dia kembali memiliki orang-orang baik di sekitarnya.

"Makasih." Adya tahu dia banyak mengucapkan makasih akhir-akhir ini, tapi lidahnya seakan selalu ingin mengucapkan kata singkat itu pada orang-orang yang masih ada di sampingnya sampai hari ini.

Adya tidak tahu jika dia kehilangan mereka, Adya tidak tahu bagaimana nasibnya jika hari itu benar-benar terjadi.

"Gue mohon, jangan tinggalin gue sampai waktunya gue pergi," lirihnya.

Namun, Sangkara menggeleng menolak. Laki-laki itu mendekap Adya semakin erat, dia berucap, "lo gak boleh pergi, gue bakal selalu sayang sama adik gue yang cantik ini."

"Siapa yang bisa tahu jalan ke depannya? Gue terlalu sering di becandain dunia, gue gak berani lagi berekspektasi apapun sama apa yang terjadi kedepannya, Bang." Adya terkekeh miris, dia hanya berharap jika orang yang menyayangimu bertahan di sampingnya sampai akhir kisahnya.

"Gue tahu harapan terlalu sering bikin lo jatuh, tapi lo gak bisa berhenti berharap, karena itu adalah sifat alami manusia. Jangan berhenti berharap, sekalipun yang lo harapin bisa di bilang gak mungkin," tutur lembut Sangkara.

Jika Adya boleh jujur, ia nyaman dengan apa yang Sangkara berikan. Adya dapat melihat sosok Arvian dalam diri Sangkara, tutur kata, sikap, caranya menatap, semuanya benar-benar membuat Adya kembali merasa dicintai oleh seorang kakak.

Sekarang Adya jadi merindukan Arvian lagi, dia lantas memeluk Sangkara dengan erat.

Sial, batinnya mengumpat. Ia sekarang jadi sangat cengeng dan Adya benci dirinya yang lemah seperti ini.

"Lo bisa antar gue pulang? Gue perlu belajar," pintanya.

Beberapa saat Sangkara terlihat berfikir, dia segera mengambil handphonenya yang berada di saku lalu menghubungi laki-laki yang mengajak Adya kesini, Xavier.

Setelah beberapa saat, dia akhirnya mengangguk dan mengantar pulang Adya. Adya masih belum tahu bagaimana merangkai kata untuk meminta maaf, dia selama ini mudah meminta maaf tapi dia hanya meminta maaf karena tidak ingin ada masalah ataupun keributan.

Karena itu Adya perlu timing yang tepat untuk mengakui semua kesalahannya, dia juga masih mencari alasan yang tepat mengapa dia jadi se-ambis sekarang. Tidak mungkin 'kan jika Adya mengatakan bahwa Alex memberikannya taruhan antara bertahan atau pergi menjauh.

"Jangan terlalu nge-push diri lo, kalau udah ngantuk langsung tidur aja." Sangkara berpesan seperti itu sebelum melajukan motornya meninggalkan Adya sendiri di depan kompleks.

Gadis itu lantas mulai berjalan masuk dan kembali ke pengaturan awal, dia harus belajar dan dia harus berada di peringkat paralel tahun ini.

🥀

Pendek? Hha, lagi bingung sma tanggalnya bulan maret😅

Jujur, gw ngetiknya bulan feb, publishnya bulan maret, hha

Kabar baik juga klu cerita ini kemungkinan beberapa hari lagi tamat (bkn dlm bentuk publish, dlm ketikan doang) jadi kalian g perlu takut gw ilang apalagi di gantung. InsyaAllah selama Allah meridhoi, gw bakal sering update.

Gw g bakal hiat kecuali kalian yg pengen gw hiat.

ayo pencet bintang itu, komen juga klu bowleh, jgn lupa juga bantu ramaikan cerita ini dgn share dan  cerita ini
↙️ke teman" kliannnnnn🕺↘️

Who is she? [TAMAT]Where stories live. Discover now