8. Tugas Sederhana

2.3K 163 38
                                    

...
Walau hal yang sederhana sekalipun akan memiliki makna yang berharga, jika diberikan dari hati yang tulus tanpa sebuah maksud yang berbeda.
...

Viona menatap jam dinding, sudah waktunya untuk pulang. Pucuk dicinta ulam pun tiba, bel berbunyi nyaring menulikan telinga ditambah sorakan senang dari para penunggu kebebasan. Hari ini Viona mengenal banyak sahabat Katrina yang begitu baik. Viona menganggap bahwa Katrina begitu beruntung mendapatkan sahabat yang tulus dan baik seperti mereka.

Gadis beriris mata coklat hazel yang baru saja pindah sekolah itu memasukkan buku-buku yang masih setia bertengger di meja Viona. Senyumnya terulas manis, tubuhnya masih menetap di bangku dan mencari kesibukan. Entah itu bermain ponsel untuk melihat akun sosial medianya dan membaca buku novel teenlit.

Viona menghela nafas setelah bergulat dengan kata dalam paragraf yang begitu menyesakkan, cerita yang diangkat dari wattpad itu begitu menguras emosi. Matanya menyapu ke penjuru kelas, keadaan kelas sudah kosong. Buku novel yang semula ditangannya sudah berada di dalam tas bersama alat tulis lainnya. Viona melangkahkan kaki keluar kelas, namun ketika di ambang pintu tubuh atletis yang berlalu dan tidak begitu asing berhasil menghentikan langkahnya.

"Vino!" panggil Viona berusaha menghentikan langkah Vino.

Kaki Vino tetap melangkah santai dan mencoba menulikan telinga karena dia tahu bahwa Viona-lah gadis yang saat ini memanggilnya.

"Vin!" panggil Viona lagi namun pemuda yang mulai menjauh itu tetap melangkahkan kaki. Tidak ada cara lain, Viona berlari lalu mencekal tangan Vino.

"Vin," panggil Viona lembut berharap Vino dapat menoleh ke arahnya. Namun hasilnya nihil, gagal 100%. Vino hanya diam.

"Gue ngerasa kayak manggil dinding ya, apalagi dindingnya itu terbuat dari es," lontar Viona yang terucap begitu saja karena rasa kesalnya dengan sikap Vino.

Vino membalikkan badannya ke arah Viona karena telinga yang sudah memanas. Ketika tubuh mereka berhadapan, Vino menatapnya dingin dan menusuk membuat dada Viona terasa sesak. Vino yang dulu menatapnya dengan teduh dan penuh arti kini berubah total. Entah mengapa, pasokan oksigen tiba-tiba menipis seketika.

"Apa?" tanya Vino datar dan singkat membuat tubuh Viona semakin menegang karena tatapannya semakin terasa menyakitkan.

"Kalau cuma buang-buang waktu gue, mending gak usah panggil-panggil. Karena lo udah gak berhak nyita waktu gue!" bentak Vino dikendalikan amarah membuat Viona tersentak. Memang Vino memberikan banyak kata dalam kalimat yang dia ucapkan, namun tidak memberikan Viona kelegahan karena setiap katanya bagai anak panah yang menusuk hatinya.

Viona menatap Vino lebih dalam, dia tidak lagi menemukan rasa itu lagi. Rasa yang membuat Vino menjadi care dan memperlakukan Viona dengan spesial.

"Gu- gue minta maaf Vin," lirih Viona ketakutan dengan tatapan Vino.

"Minta maaf lo gak bisa merubah semuanya, jadi percuma lo minta maaf!" kata Vino dengan nada yang semakin meninggi.

Air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata berhasil meluncur bebas membasahi pipi mulus Viona.

Vino mengusap wajahnya kasar lalu membalikkan badannya dan melangkah. Hingga langkah ke-lima kakinya berhenti.

"Hapus air mata lo sekarang! Gue gak suka lihat cewek nangis," kata Vino mulai melunak. Dengan ajaibnya Viona menuruti perkataan Vino dan menahan sekuat tenaga agar air mata itu tidak jatuh lagi.

🌌🌌🌌

Katrina menatap gadis kecil menjajahkan bunganya dari dalam mobil, senyum paraunya terulas tipis. Katrina duduk di jok belakang dan mobil dikendarai oleh supir yang sudah lama bekerja di keluarganya. Seketika pikirannya melayang setelah melihat senyum gadis kecil penjual bunga yang tetap terulas walau sengatan sinar matahari menusuk kulit namun gadis itu menjalani takdirnya dengan ikhlas.

When You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang