25. Lentera

1K 95 44
                                    

...
Setiap kegelapan membentang, terdapat satu dari jutaan lentera yang paling indah.
...

Vino menyiapkan kursi untuk tempat yang akan diduduki Katrina, barulah pemuda itu menempatkan pantatnya senyaman mungkin di kursi kafe itu.

Apa yang dikatakan gadis lewat telepon tadi, masih terngiang-ngiang di telinga Katrina. Matanya menatap meja kafe dengan tatapan kosong, seolah hatinya sakit terkikis kenyataan. Saat itu, bibirnya masih menyinggingkan senyum palsu, penutup ribuan luka yang belum kering di hatinya. Namun, Katrina masih ingin mencari kebenarannya sendiri.

"Kat," panggil Vino membuyarkan lamunan Katrina.

"Hm?"

Katrina menatap ke depan, Reina dan Rafli sudah tidak di hadapannya.

"Lho Rafli sama Reina kemana?" tanya Katrina seperti orang linglung.

Vino mengusap rambut Katrina lembut, lalu tersenyum.

"Maka-nya jangan suka ngelamun. Tadi Reina tiba-tiba ditelepon kakaknya, ada urusan mendadak katanya."

Katrina membulatkan bibirnya membentuk huruf "o".

"Lo gak makan?" tanya Vino pengertian.

"Enggak deh, pulang aja yuk!"

Vino pun hanya mengangguk tanda mengiyakan. Cowok itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pelataran parkir, diikuti Katrina.

🌌🌌🌌

Langit dengan semburat jingga, dihiasi burung-burung yang terbang membentuk formasi untuk pulang ke sarangnya, dan awan yang menggantung adalah hal yang indah. Ingin rasanya Katrina menjadi awan yang dapat menikmati keindahan senja dan fajar, berbaur dengan itu semua.

Katrina pun kembali memperhatikan jalanan, gadis itu rasa, ini bukanlah arah ke rumahnya. Hingga kini mobil Vino berhenti di rumah berhalaman luas, Katrina masih dikelilingi ribuan tanda tanya. Vino pun memakirkan mobilnya di halaman yang sangat luas itu.

"Gak pa-pa kan ke rumah gue dulu?" tanya Vino dengan alis tertaut.

Katrina mengangguk dan tersenyum, lalu tangannya bergerak untuk membuka mobil, namun tangan kanan Vino lebih dulu menggapai pintu mobil dan menghentikan pergerakan Katrina. Saat itu mereka sangat dekat, walau tak sedekat nadi, tetapi berhasil membuat darah keduanya berdesir. Saat mata Katrina tertuju pada wajah tampan Vino, mata Vino pun ingin melihat cantiknya lekukan wajah Katrina. Hingga mata mereka pun beradu, lebih dalam seakan telah jatuh dalam jurang yang penuh ribuan cahaya kecil.

"Em---gue bukain pintu lo dari luar ya," kata Vino memutus kontak mata itu.

"Iya," jawab Katrina singkat.

Saat Vino keluar mobil, senyum Katrina mengembang seketika. Tangannya memegang dada miliknya, yang terasa seperti drum dipukul tak bernada. Dengan susah payah Katrina mengatur napasnya dan degupan jantungnya. Saat itu Katrina menggenggam jari-jarinya dan berusaha menetralkan dagupan jantungnya.

Selang beberapa detik, kini pasangan itu menghadap pintu putih besar dan tanpa berpikir lagi, Vino membuka seraya mengucapkan salam sehingga menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Vino mempersilahkan Katrina duduk di sofa berwarna merah marun. Dan tak lama, wanita paruhbaya datang dari arah dapur membawakan beberapa makanan ringan dan minuman hangat. Senyum wanita itu mengembang sempurna, ketika melihat Katrina yang mendekat hanya untuk mencium punggung tangan wanita itu, tanda menghormati.

When You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang