33. Luka

1.1K 73 28
                                    

...
Banyak yang mengakui, bila mencintai itu sulit. Apalagi harus mengejar ataupun menanti. Namun, faktanya... setiap insan memilih untuk mengejar cinta yang tak menanti kehadirannya, walau semua itu terkesan semakin sulit.
...

Tatapan nanar tertuju pada rumput tak bersalah yang menghampar di halaman rumah Katrina. Kini gadis itu memeluk lutut di balkon kamarnya. Senyumnya terulas tipis setelah hanya menatap rerumputan yang tertata rapi dari balkon kamarnya itu.

Dering ponsel membuat Katrina tersadar akan sekitarnya. Gadis itu mengambil ponselnya dan di sana telah tertera nama Vino. Katrina pun mengusap gambar berwarna hijau, sehingga memunculkan wajah tampan kekasihnya.

"Hai cantik," sapa Vino seraya tersenyum.

Katrina tersenyum, "Hai."

"Habis nangis?"

"Emang mata gue keliatan sembap ya?" Katrina malah balik bertanya.

"Heem, kelihatan. Ibarat binar di mata lo itu meredup."

"Ea... masih pagi, Bang."

Di seberang sana, Vino tertawa renyah. Katrina pun ikut tertawa, membuat Vino semakin terpikat dengan tawa itu. Namun, semua itu tak berlangsung lama, saat sorot mata teduh Vino mulai serius.

"Kenapa nangis?"

"Um... digigit semut."

"Serius."

Katrina menghela napas pelan, tak sedetik pun Vino berhenti untuk mengkhawatirkannya. Sejujurnya, Katrina senang jika Vino seperti ini, artinya itu adalah suatu bentuk perhatian Vino dalam kepeduliannya.

"Tadi Papa cerita tentang orang tua kandung gue."

"Oh, sorry." Vino meminta maaf karena telah menanyakan hal salah.

"Gak pa-pa," jawab Katrina seraya tersenyum. "Lagian gue juga... baik-baik aja kok. Lo gak perlu khawatir."

"Tapi gue paling gak bisa liat lo nangis." Satu kalimat itu berhasil memberikan sentuhan lembut pada hati Katrina.

Katrina tak mampu untuk berbicara, hanya lengkungan bibir yang terulas di sana. Jika saja saat ini Vino berada di sampingnya, ingin rasanya Katrina menyandarkan kepalanya di dada bidang Vino. Tanpa berucap sepatah kata pun, karena memang Katrina tak membutuhkan ucapan jika tatapan mata dan dekapan saja, sudah cukup menjelaskan semua.

"Kok diem?"

Katrina menggeleng pelan, tetapi senyumnya semakin memudar, saat mimpinya semalam tiba-tiba terlintas begitu saja.

"Vin... apa gue harus percaya sama lo?" tanya Katrina terdengar aneh bagi Vino.

"Gue gak maksa lo buat percaya sama gue, Kat. Karena sebuah kepercayaan itu sama halnya dengan perasaan, tak bisa dipaksakan. Dua hal itu dapat tumbuh saat kenyamanan menjadi sebuah pupuk."

Katrina tertegun karena ucapan Vino tak jarang benar, "Tapi seenggaknya kan lo harus cari kepercayaan gue. Memang Vin, kepercayaan itu gak bisa dipaksakan dan akan tumbuh sendiri, tapi setidaknya ada seseorang yang menanam benih kepercayaan itu, kan?"

When You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang