42. Masih yang Sama

711 55 2
                                    

...
Karena tak selalu kata dari bibir mengungkapkan faktanya, cukup dengarkan kata dari hati yang tak pernah berdusta
...

"Karena gue gak mau."

Ucapan Vino yang terdengar menyebalkan itu membuat Katrina menahan emosi. Prinsip hidup adalah memilih, tetapi mengapa Vino masih tak ingin memutuskan hubungan dari Katrina?

"Kan lo—"

Vino mendekatkan tubuhnya sedikit ke Katrina, lalu meyela, "Gue gak mau kehilangan lo."

Deg!

Tatapan Vino sungguh membuat Katrina merasakan gemuruh di dadanya, ditambah lagi dengan kalimat yang pemuda itu lontarkan begitu saja. Katrina menggigit bibir bawahnya, pandangan Vino menusuk pandangannya penuh. Namun, Katrina tak dapat menemukan titik kebohongan di sana.

"Lo bercanda kan?" Katrina menarik tubuhnya hingga menempel di dinding kereta untuk menambah jarak diantara mereka.

Vino menautkan alisnya yang tebal itu. "Emang lo lihat unsur bercanda di mata gue?"

Katrina hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa kali ini. Vino menjebaknya antara perasaan kecewa dan jatuh cinta.

"Gue kemarin belum selesaiin ucapan gue." Vino menarik tubuhnya kembali.

"Tapi semua itu udah jelas."

"Gak Kat... lo gak ngerti. Kalau aja kata hati bisa di dengar dengan jelas melalui telinga insan lain, lo anggap itu kurang jelas," terangnya.

"Maksud lo?"

"Gue juga bodoh, biarin Ken bawa lo dan peluk lo di sana."

Vino melihatnya?

"Gue udah ngerasa gagal. Gue gak bisa jelasin dengan tepat di hadapan lo, juga gue biarin cewek gue nangis di dekapan orang lain, karena penjelasan gue yang belum selesai nyakitin hatinya."

Perkataan Vino seakan membekap mulutnya rapat-rapat. Entah mengapa, mimpi Katrina beberapa menit sebelumnya berkaitan dengan semua ucapan Vino.

Hingga kini mentari beralih ke penjuru lain, sinar yang semula merambat lurus menembus kaca kini berubah jingga, Katrina hanya terdiam. Vino mengerti itu, ini terlalu rumit untuk dijadikan kisah cinta remaja SMA. Namun, pada kehidupannya, Vino memilih untuk kisah rumit yang menantangnya untuk menyelesaikan setiap konflik di dalamnya.

"Lo pasti sangat kecewa sama gue, Kat. Tapi gue bakal buktiin, kekecewaan lo akan terobati nantinya. Percaya atau gak, gue bener-bener masih ada rasa sama lo... bukan orang lain."

Hingga beberapa detik, Vino tak mendengarkan jawaban dari Katrina.

"Itu jawaban dari mimpi gue, Vin."

Cahaya di mata Vino yang semula meredup kini kembali. Pemuda itu menatap Katrina dengan saksama, Katrina pun membalas tatapan Vino, meski sebentar.

"Gue sadar, gue udah terjebak diantara rasa kecewa. Tapi itu gak cukup buat gue benci lo, karena mungkin semua kisah perlu untuk dimengerti alurnya. Juga gue sadar, jika jangan pernah menghakimi setiap konflik yang ada, karena di balik itu pasti memiliki alasannya." Katrina menarik napas, lalu menghembuskan perlahan.

"Bodohnya gue gak percaya sama lo, gue selalu emosional... karena kesadaran gue atas ketakutan untuk kehilangan lo." Perkataan terakhir Katrina membuat Vino terkejut.

"Setiap gue mimpi, selalu gak jauh dari masa kecil kita dengan lo sebagai Bulannya. Dan belakangan ini, gue selalu mimpi lo bakal pergi dari gue." Vino masih mendengarkan gadisnya yang kini tengah duduk dengan sedikit menunduk.

When You ComeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang