Bab 13

121 5 0
                                    

     Bapak kembali kumat. Ia merancau lagi,  menarik-narik rambutnya kuat-kuat. Menampik kasar tanganku yang berusaha memeganginya agar tidak meneruskan menarik rambutnya. Tenaga Bapak kalau sedang tantrum seperti ini akan muncul berlipat-lipat. Seolah-olah ia punya  cadangan kekuatan ditubuhnya.

Rumah sedang sepi, kami hanya berdua sekarang. Kusempatkan menengok jam dinding yang ada di ruang tengah, baru pukul sebelas siang, masih lama Ibu pulang. Sebisa mungkin Bapak harus tenang, kalau tidak, bisa kualahan aku menghadapinya.

"Dewi Rumadani jahat. Jahat!" teriak Bapak dengan liar. Tubuhnya memutar tak terkendali. Sekali lagi nama itu disebut. Sepertinya aku harus secepatnya cari tahu siapa sebenarnya Dewi Rumadani itu.

"Jangan dekat-dekat. Aku sudah punya istri ... " Bapak terus merancau. Kali ini tangannya mencakar dinding rumah dengan sekuat tenaga.

"Pak ... Tenang, Pak. Sari sudah usir Dewi Rumadani. Dia sudah pergi, Pak."

Ada yang bilang untuk membujuk orang yang sedang sakit seperti Bapak ini, kita harus seolah-olah masuk ke dunianya.

"Dia datang lagi ...."

"Sudah pergi, Pak. Tadi Sari yang antar dia pergi."

    Bapak masih merancau tapi sedikit lebih tenang. Nafasnya mulai teratur dan gerakannya tak lagi liar. Kuangsurkan segelas air dihadapannya yang seketika ia sambar. Membuat air sedikit berceceran ke kemejanya.

"Bapak. Minum obat ya. Biar cepat sembuh."

Tanpa menjawab lelaki itu meraih pil yang ada di tanganku kemudian mengunyahnya cepat. Tanpa membutuhkan air minum, pil itu sudah masuk kelambung Bapak. Setengah jam kemudian Bapak tertidur. Kuusap rambut yang warnanya sudah didominasi warna putih itu pelan. Kalau sedang tidur begini Bapak terlihat damai.

Bayangan Bapak berkeliaran di jalanan seringkali muncul di kepalaku. Lalu sesal itu kembali muncul. Apakah ketika di jalanan Bapak juga sering tatrum seperti ini?

Bapak mengubah posisi tidurnya menghadap ku. Wajah lelaki ini sudah tampak tua dari usainya. Kerutan terlihat jelas di mana-mana. Dan kerutan itu terkadang muncul tanpa di duga. Terutama saat tidur seperti ini.

"Bapak, apa sebenarnya penyebab semua ini? Apa karena wanita yang telah melahirkanku itu penyebabnya? Apa dia yang membuat Bapak jadi begini?

*****
    
"Nanti pulangnya jam berapa, Nduk?" tanya Ibu saat aku sedang bersiap berangkat kerja.

"Habis Isya' kayak biasanya, Bu." jawabku meraih sweater warna grey yang baru saja ibu lipat.

Kudengar wanita itu mendengkus, masih saja tak rela keputusanku. Padahal ini sudah satu minggu aku bekerja.

"Apa nggak bisa cari kerja dekat-dekat sini saja? Ibu khawatir, kamu pulang malam terus."

Ku hentikan aktivitasku yang hendak memakai lipblam. Sengaja memutar tubuhku menghadap ke Ibu.

"Jalan masih ramai, Bu. Banyak anak-anak pabrik yang pulang jam segitu."

Ibu meraih tanganku mengelusnya pelan. Ini   cara Ibu minta maaf padaku.

"Nduk ... "

"Ibu do'akan Sari baik-baik saja ya. Dari pada Ibu khawatir terus, malah bikin Ibu nggak tenang."

"Ibu akan tenang kalau kamu nurut Ibu."

Cara Ibu merayuku tetap sama, raut wajahnya tetap lembut membuatku tak tega. Biasanya kalau sudah seperti itu, aku akan menurut, tapi kali ini keputusanku sudah bulat.

"Gajinya gede, Bu, "

Aku yakin mataku berbinar sekarang.

"Dua kali UMR daerah sini. Jadi nanti Ibu tidak perlu bekerja lagi. Biar Sari saja."

"Pekerjaanmu hanya menjaga anak?"

Aku mengangguk cepat-cepat.

"Nduk, apa wajar? Pekerjaanmu ini termasuk mudah, ya, Ibu tahu mengurus anak kecil itu sulit, tapi kalau gajinya sesuai itu wajar, tapi ini pekerjaanmu ... "

Ibu tak meneruskan ucapannya, wanita yang tadinya melipat baju itu kini terfokus kepadaku.

    Bukan hanya Ibu yang merasa aneh, aku juga. Pekerjaan itu baru kumulai setelah Ashar dan berakhir setelah Isya', tapi Nyonya rumah itu memberiku gaji yang fantastis, dua kali gaji UMR daerahku.

Padahal tugasku hanya menjaga anaknya. menyuapi dia makan, menemaninya bermain, mengajari dia belajar dan membuatnya tertidur sebelum pukul delapan. Itu saja. Tapi dia memberiku gaji yang banyak.

Aku sempat menanyakan hal itu padanya, tapi setelah mendengar penjelasannya yang masuk akal akhirnya keraguanku lenyap.

'Anak saya adalah harta saya. Uang segitu tidak ada harganya buat saya, asal dia bisa senang, kalaupun kamu saya gaji pas-pasan kamu pasti akan menyepelekan pekerjaan ini. Jadi terima saja, jangan banyak tanya. Bekerja saja sesuai tugasmu jangan berpikir lainnya'

Itu penjelasan Nyonya Farah yang akhirnya membuatku tak lagi bertanya apapun padanya.

*****
   Kedatanganku di sambut nona kecil dengan riang. Dia sudah menungguku didepan gerbang rumahnya. Nona kecil bernama sania itu berlari lari kecil didepanku. Ia menggandeng tanganku sehingga mau tak mau aku ikut berlarian.

"Kakak sudah makan?" tanyanya. Dia sendiri yang memanggilku seperti itu, tanpa kupinta.

Aku tersenyum lalu menyuapkan sesendok nasi beserta lauknya sekalian ke mulutnya.

"Sudah, Nona."

"Panggil aku Adek."

Wajahnya merengut lucu membuatku gemas.

"Adek." Aku menurut. Bukankah tugasku membuatnya senang?

Ia tersenyum senang membuat pipinya tertarik keatas. Memperlihatkan lesung pipinya.

"Kok sepi?" tanyaku mengedarkan pandangan. Rumah ini terlalu besar sehingga sebanyak apapun orang didalamnya tak berpengaruh apa-apa. Masih sepi.

"Ada Mbok kok, sedang kasih makan Sea, ada Mami sedangkan kerja, terus ada Kak Nando, "

Aku mengernyit, nama terakhir yang di sebut Sania ini masih asing di telingaku. Selama bekerja disini seminggu ini, nama itu belum pernah muncul.

"Kakak, Sea punya teman sekarang."

Bocah kecil usia enam tahunan ini mengalihkan pembicaraan. Sea adalah kelinci yang dimiliki Sania. Saat kutanya kenapa diberi nama sea? Gadis kecil itu tertawa.

"Sea biar namanya sama kayak Sania, Sama-sama awalan huruf S."

    Alasan yang sangat sederhana tapi mendengarnya membuatku ikut tertawa. Entah kenapa sejak awal bertemu gadis kecil ini, rasanya aku sudah di buat jatuh cinta padanya. Senyum dan wajah polosnya berhasil membuatku terpesona tanpa sadar. Apa karena tanpa sadar selama ini aku begitu kesepian? Selalu sendiri menjadi anak tunggal?

Yang penasaran kelangsungan bisa ke KBM aplikasi ya... Di sana sudah masuk part 32

🥰🥰🥰

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now