Bab 22

122 7 0
                                    

Bima masih saja menjemputku pulang kerja. Tak seperti biasanya kami langsung pulang, hari ini dia mengajakku ke suatu tempat. Saat ku tanya kemana, dia malah sok misterius dengan senyum-senyum nggak jelas.

"Anggap saja ini hadiah ulang tahunku." katanya saat aku mendiamkannya.

Jengah rasanya bermain tebak-tebakan seperti ini. Dari dulu aku paling tidak suka hal-hal seperti ini, teka teki, tebak tebakan, basa basi. Semua itu menurutku hanya dilakukan orang-orang yang tidak menghargai waktu Dan, sialnya, sekarang aku terperangkap di dalamnya

"Mana ada orang ultah terus kadonya request, " ucapku sinis, Bima malah tergelak sambil mengacak rambutku. Membuatnya berantakan.

"Bima!

Pria itu nyengir tanpa rasa bersalah. Aku memang paling tak suka rambutku di sentuh orang lain, apalagi di acak. Susah buat ngerapiinnya.

Perjalanan kami terhenti di sebuah cafe. Bukankah ini cafe yang pernah ku datangi beberapa bulan lalu? Bima langsung mengajakku masuk. Pemuda yang kini memakai hoodie abu-abu itu memilih tempat tepat di depan panggung. Suasana cafe malam ini sangat ramai, mungkin karena efek malam minggu.

"Ini kita mau ngapain? "tanyaku lagi.

Sekali lagi dia main rahasia rahasiaan, kupastikan aku akan pulang sendiri!

"Aku mau perform,  aku ingin kamu lihat."

Jadi, Bima penyanyi cafe juga?

"Kamu kerja di sini? "

Pertanyaan polosku di hadiahi dengan tindakan Bima yang menurutku berlebihan dia mengecup tanganku tanpa permisi, membuatku shock.

"Kamu kok nggemesin, sih? " serunya membuatku bingung. Sementara di pelaku langsung bangkit dari tempat duduknya tanpa menjelaskan maksud ucapannya.

Aku, nggemesin dari mana ya?

****
Bima selesai perform dengan teman-temannya. Selama di atas panggung tadi, pemuda itu terlihat begitu bahagia, wajahnya berbinar. Dan Satu hal yang baru ku ketahui dari pria itu. Dia punya suara yang bagus.

Tiba-tiba saja aku ingat Fibri, dia pasti akan jingkrak-jingkrak bahagia seandainya ada di posisiku sekarang. Gadis itu memang paling nyata menunjukkan perasaannya pada Bima.  Bahkan dia pernah bersumpah, tak akan pernah menikah sebelum Bima menikah duluan.

Fibri bilang, sebelum janur melengkung,  Bima tetap bisa jadi jodohnya.

Lucu memang!

Sayangnya sejak lulus sekolah, cewek itu seolah menghilang. Ia yang biasanya paling rame di grup sekolah tiba-tiba out tanpa tahu sebabnya. Seandainya aku cewek peka, bisa saja aku langsung japri. Tapi sayangnya, aku bukan tipe orang yang gampang peduli  dengan kehidupan orang lain.

"Fik ... " ucap Bima membuatku menoleh.

Dan seketika dadaku bergemuruh tatkala melihat siapa yang datang. Apa maksud Bima ini? Kenapa Fikar dan istrinya ada di sini juga?

"Ada Sari juga?" Innaya, istri Fikar itu sekonyong-konyong berlari ke arahku, segera menjabat tanganku seolah-olah kami sudah sangat dekat.

Sempat kulirik Bima terkesiap. Aku tak pernah menceritakan padanya kalau kami sudah pernah bertemu.

"Kalian udah kenal?" tanyanya sambil menatapku dan Nayya bergantian.

"Iya. Kita pernah sekali ketemu di nikahannya Soni."

Bukan aku yang menjawab. Tapi wanita bersuami ini yang bersuara. Nayya malam ini begitu cantik, ia memakai outfit kekinian yang begitu pas di tubuhnya.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang