Bab 49

106 6 0
                                    

  "Ternyata Mas El itu anaknya orang kaya, Bu."

Suara Mbak Ida memecah suara Tv yang tengah memberitakan gosip tentangku dan Wira.

Sampai bosan rasanya melihat tayangan itu. Dari pagi sampai sore, berita itu muncul tanpa henti. Dari Chanel A sampai Z.

"Iya. Ibu juga baru tahu. Nggak sengaja ketemu juga sama Mamanya."

"Mbak Sari kenapa tadi nggak ikut sih?"

"Ngantuk dia." seloroh ibu melirikku yang kubalas dengan cengiran.

"Ngomongnya nanti saja, Yuk. Ini lagi seru, selama Wira muncul di Tv, baru kali ini saya antusias buat nonton."

Cik Susi menyela obrolan Ibu dan Mbak Ida.

  Seharian ini, setelah mereka pergi, aku memutuskan untuk berenang. Setelah berenang aku menenangkan diri di salah satu tempat yang lumayan tersembunyi. Berharap bisa istirahat dengan nyaman di sana.

Tapi nyatanya, aku malah terusik dengan banyaknya notif yang masuk ke media sosialku. Wira benar, namaku kini viral, bahkan sempat masuk jajaran nama paling di cari seharian ini.

Followersku yang awalnya hanya dua ribu sekian sekarang melonjak hampir menyentuh angka sepuluh ribuan. Benar-benar tak terduga.

Ibu yang duduk di samping Bapak akhirnya ikut nonton juga. Selama beberapa saat aku memperhatikan mereka, begitu damai. Sesekali Ibu tertawa saat pembaca narasi mengucapkan kalimat yang menurutku malah lebay. Begitu bahagianya mereka melihat pemberitaan tentangku dan Wira.

"Sarifah Aprilia itu sebenarnya siapa sih? Apa dia wanita yang selama ini sengaja di sembunyikan Wira. Untuk lebih jelasnya bagaimana kalau kita bertanya tanya sebentar kepada beberapa orang yang mengenal Wira ...."

Apa pula maksud mereka menanyai teman-teman Wira? Sampai kapanpun teman-temannya itu nggak akan bisa jawab, lha kami saja tidak pernah kenal.

"Sar, sudah siap?"

Tiba-tiba Wira muncul dengan tampilan cukup rapi.

Siap? Aku membelalakkan mata menyadari sesuatu. Malam ini kami ada janji makan malam dengan beberapa kolega Wira.

"Aku lupa."

Tanpa menunggu waktu aku segera berlari ke kamar.

****
     Dengan memakai atasan model crop warna krem yang aku kombinasi dengan skirt berbahan satin aku berjalan beriringan dengan Wira memasuki cafe yang ada di bangunan utama. Nuansa cafe malam ini di ubah layaknya tempat pesta resmi. Berbeda dengan kemarin saat aku dan El datang.

Menurut Wira pertemuan ini adalah pertemuan terakhir diantara mereka. Karena mulai besok pagi tempat ini sudah di buka untuk umum.

"Kamu duduk dulu, aku ada perlu sedikit dengan Mas Rafa."

Aku tak terlalu memperdulikan kesibukan Wira, tapi kalau pada akhirnya dia akan membiarkanku sendiri, harusnya dia tak mengajakku.

Setelah memesan minuman aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Hanya orang bodoh yang akan duduk sendirian di acara seperti ini sementara meja lain bergerombol banyak orang. Lebih baik aku cari angin keluar. Toh acaranya juga belum di mulai.

Langkahku terhenti saat melihat seorang ibu muda tengah duduk bercengkrama dengan anaknya. Kalau tidak salah lihat itu kakak iparnya El. Wanita cantik dengan rambut sebahu itu nampak begitu bahagia. Sementara balita yang mungkin usianya belum satu tahun itu tengah terkekeh dengan mata berbinar tatkala sang bunda menggodanya.

"Kamu Sarifah, bukan ya?"

Lamunanku buyar saat mendengar namaku dia sebut. Dengan ragu ku tunjuk dadaku.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now