Bab 55

94 3 0
                                    

    Setelah tiga bulan yang lalu kedatanganku ke rumah mereka, hari ini rencananya gantian keluarga El yang akan ke rumah. Mau bersilaturahmi katanya.

"Mereka datang biasa saja 'kan, Nduk? Bukan untuk melamar?" tanya Ibu di hari yang di rencanakan.

Aku sebenarnya tak yakin. "El bilang sih gitu, Bu."

"Ya sudah, jadi kita tidak perlu mengundang terlalu banyak orang. Cukup tetangga kanan kiri saja." ucap Ibu kembali menata kue ke dalam piring-piring.

     Hari ini penampilan Ibu berbeda dengan hari-hari biasanya. Wanita yang membesarkan itu kini mengenakan gamis syar'i yang kubelikan beberapa waktu yang lalu, hadiah saat aku baru menerima gaji pertamaku.

Sementara itu Bapak juga sudah duduk dengan rapi. Lelaki yang dulu kuanggap benalu itu kini menggenakan kemeja batik warna keemasan dipadukan dengan celana hitam lengkap dengan pecinya. Wajah Bapak terlihat segar, badannya juga tak sekurus dulu.

Alhamdulillah, Bapak sudah berangsur sembuh. Bapak sudah bisa di ajak komunikasi. Dia juga sudah tak segan mengajakku bicara.

"Bapak sudah tahu kan siapa yang akan datang?" tanyaku menghampirinya, lalu mencoba mengetes ingatan lelaki tua itu.

"El."

Aku tersenyum. "El mau datang buat apa?"

"Silahturahmi." jawab Bapak pendek. Seperti apa yang sudah kukatakan padanya kemarin.

"Sama?" tanyaku lagi.

"Keluarganya."

Aku tersenyum puas. Bapak sudah baik-baik saja sekarang.

"El sama Sari sekarang ada hubungan, Pak." sahut Ibu dari tempat duduknya.

Bapak memandang Ibu cukup lama. Memang untuk hal tersebut, aku belum berani bercerita pada Bapak.

"Iya, Pak. Kalau berjodoh, El akan jadi mantu kita." lanjut Ibu lagi.

Aku gagal mencegah ibu bercerita banyak sebenarnya. Aku takut seandainya Bapak berharap lebih, kenyataannya tak sesuai dengan ekspektasi.

"Jadi, Bapak doakan yang terbaik ya, Pak. Semoga memang benar El itu jodohnya Sari."

Bapak mengangguk cepat. Aku bertukar pandang dengan ibu, tersenyum karena ternyata Bapak sudah bisa paham semuanya.

"Iya, Pak. Semoga memang El, jodohnya Sari." pungkasku dengan harapan yang sama.

******
Akhirnya rombongan keluarga El datang tetap satu siang. Ternyata bukan hanya El dan keluarganya yang datang. Ada beberapa mobil lain yang mengikuti mobil keluarga itu dari belakang.

Para penumpang mobil-mobil itu akhirnya keluar dari mobil masing-masing. Lalu mobil-mobil itu berlalu untuk mencari tempat parkir.

"Nduk, kok banyak sekali yang datang?" tanya ibu dengan raut wajah cemas.

Mbak Ida yang sedari tadi ikut bantu-bantu di dapur tak kalah panik.

"Ini sih, bukan silahturahmi biasa, Mbak. Tuh, mereka bawa banyak pasukan."

Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku. Ini tidak seperti apa yang El katakan. Kalau begini caranya bagaimana bisa aku konsentrasi menyambut mereka. Wong persiapan kami hanya siap untuk beberapa orang saja.

Terlihat El berjalan ke arah kami di apit kedua orangtuanya. Di belakang pemuda itu ada Revan dan istrinya yang menggendong putri kecil mereka. Lalu di belakangnya lagi ada rombongan ibu-ibu dan pria dewasa yang berpakaian rapi.  Di susul lagi di belakang mereka, ternyata masih ada sederet  pemuda berpasangan di sana.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang