Bab 44

91 4 0
                                    

Sejak pulang dari cafe sejam yang lalu aku langsung masuk kamar. Hari ini lumayan menyita energiku. Bima dan istrinya datang ke cafe siang itu. Bukan apa-apa, mereka punya hak untuk datang. Mereka juga tidak melakukan hal-hal yang tak diinginkan tetapi ada satu hal yang menyita perhatianku. Sikap Bima pada istrinya.

Bisa-bisanya pria itu bersikap dingin pada istrinya sendiri!

Napasku kembali tercekat karena tak lama kemudian Fikar datang, Nayya juga ikut, usut punya usut rupanya mereka sudah janjian untuk membicarakan bisnis.

Berbeda dengan Fibri yang masih ceria walaupun di acuhkan suaminya, Nayya terlihat lebih pendiam. Wanita cantik itu bahkan sengaja tidak mau menatapku. Istri Fikar itu rupanya masih tidak bisa menerima keputusanku menolak permintaannya beberapa bulan lalu.

   Aku mengerang sambil berguling-guling di kasur. Harusnya ketika capek seperti ini, tidur menjadi obat paling mujarab. Tapi rupanya mata dan otakku lagi tidak singkron. Padahal aku sudah sekuat tenaga memejamkan mata, tapi tetap saja otakku berkelana kemana-mana.

Tentang kepindahan El beberapa minggu lalu.

Tentang Ibu yang selalu merahasiakan masalah dariku.

Tentang Bapak yang sekarang banyak sekali kemajuan.

Dan tentang tawaran Cik Susi.

  Setelah kejadian di cafe dua bulan lalu, hubunganku dan El tak berubah. Bahkan keesokan harinya kami masih boncengan. Kurasa mungkin pemuda itu merasa bersalah karena tak bisa membalas perasaanku. Sehingga dia memperlakukanku lebih manis dari biasanya. Atau pemuda itu hanya mengasihani diriku karena mencintainya? Sementara dia belum bisa move on dari masa lalunya.

Hari-hari berikutnya kami ngobrol sewajarnya, tak lagi membahas peristiwa itu. Seolah-olah pernyataanku kala itu tak pernah terjadi.

ayolah, kami sangat berbeda.

Di sejajarkan dengan Bima saja aku tak pantas, apalagi dengan El?

Keluarga Bima yang memiliki kekayaan dan kekuasaan hanya seperempat kekuasaan keluarga El saja tak menerimaku, apalagi keluarga El.

Aku pasti langsung tereliminasi tanpa audisi.

  Kubuka kembali obrolan terakhirku  dengannya. Berniat nostalgia demi mengobati rasa kangen. Bagaimanapun beberapa tahun ini pemuda itu sudah menjadi bagian hidupku.

"Ada hal penting yang harus aku lakukan beberapa bulan ini. Jaga diri baik-baik."

Chat terakhir yang ia kirim sebelum kami lost kontak. Pesan yang tak pernah kubalas sampai sekarang, karena saat itu aku sendiri bingung harus membalas apa.

Saat El pamit pindah dulu, aku memang sedang ada pertemuan di luar dengan Nayya. Ibu bilang pemuda itu sempat menunggu kepulanganku tapi mungkin karena terlalu lama, akhirnya dia hanya titip salam saja.

Pesan itu kembali kupandang tanpa bosan. Ternyata move on itu tidak semudah yang kubayangkan. Dulu aku pernah bilangi kalau akan siap seandainya dia menjauh, tapi nyatanya tidak semudah itu! Rasa rindu selalu muncul tanpa kupinta.

Ketika aku sibuk bermellow mellow ria, satu notifikasi muncul. Pesan dari Nyonya Farah.

"Sania besok ulang tahun. Kalau kamu ada waktu bisakah kamu datang? Dia pasti senang sekali."

Sudah lama sekali aku tidak berhubungan dengan keluarga Nyonya Farah. Kalau tidak salah terakhir kalinya adalah saat kami tak sengaja bertemu lalu memutuskan jalan -jalan. Setelah itu benar-benar lost kontak.

Kalau di pikir-pikir undangan Nyonya Farah ini tidak ada mudhorotnya, menyenangkan hati Sania di hari bahagianya tak akan merugikanku. Apalagi aku juga sudah merindukannya.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now