Bab 17

112 4 0
                                    

   Bagaimana bisa, dia yang menikah, aku yang bersalah? Bagaimana bisa, dia yang berpaling aku yang bersalah? Bagaimana bisa?!

Oke, hubungan kami memang aneh. Selama ini komunikasi kami buruk, lebih tepatnya aku yang terlalu sibuk dengan urusanku sehingga membuatku jarang mengabarinya

Tapi apa cara seperti ini bisa di benarkan?

Kubuka kembali pesan itu, sekali lagi! tetapi tak ada yang berubah. Isinya tetap Sama.

Fikar

Aku tidak akan minta maaf. Karena keputusanku ini juga karena kesalahanmu. Kamu membuatku bingung selama ini.

Fikar

Perlu kamu tahu, aku sudah berusaha setia. Berusaha membangun komunikasi dengan setiap hari menelfonmu, tapi kamu sendiri yang bilang, 'jangan telfon'. Kamu tahu saat itu aku ngerasa kalau hanya aku yang berusaha dalam hubungan kita.

Fikar

Kamu bahkan tidak pernah menanyakan kabarku. Kamu terlalu sibuk dengan urusanmu, kamu lupa keberadaanku. Saat butuh kamu, kamu nggak pernah ada. Saat terberatku kamu kemana, Hah? Kemana?

Fikar

Jadi jangan salahkan aku kalau aku mencari kenyamanan lain. Coba kamu instropeksi dirimu. Ada yang salah pada dirimu! Kamu tahu? Istrikulah yang selalu ada saat aku membutuhkan semangat, dia selalu ada saat aku terpuruk. Padahal dulu dia bukan siapa-siapa.

Fikar

Aku tahu kamu pasti sakit hati, merasa aku bohongi, tapi itu semua karena sikapnu juga. Aku bingung mengahadapi sikap acuhmu itu. sikapmu itu membuatku merasa selama ini bertepuk sebelah tangan menyukaimu, hanya aku yang menyukaimu, sendirian. Kamu? Perlu di pertanyakan perasaanmu padaku.

Fikar

Lihat! Bahkan kamu pun tak minta kejelasan lebih dulu. Begitulah kamu, gadis angkuh!

Istriku gadis baik, dia baik sama siapapun. Aku yakin dia juga bisa berteman denganmu meskipun nantinya dia tahu sikap angkuhmu itu tak bisa di toleransi. Tapi lebih baik, jangan! Aku peringatkan dari sekarang, jangan coba-coba dekat dengan istriku.

Fikar

Aku tidak berharap kamu balas pesan ini, walaupun aku tahu kamu membacanya. Sebegitu buruknya penilaianku tentang mu, Sari.

Aku tidak pernah menyesal pernah menyukaimu, yang aku sesalkan kenapa aku terlalu bodoh, berharap kamu merasakan hal yang sama padaku.

Fikar

Anggap saja ini pesan terakhir dariku. Kedepannya, kurangi sifat angkuhmu, karena tidak semua orang bisa mentolerirnya. Semoga kamu selalu bahagia.

                                                Oke! thanks.

Begitu banyak pesan yang dikirim Fikar padaku. Pada akhirnya hanya satu kalimat itu yang mampu kukirim sebagai balasan. Padahal sebenarnya aku juga ingin membalasnya dengan kata-kata tak kalah pedas. Jangan lupa, aku si angkuh ini, punya segudang kalimat cercaan yang sudah kuhapal di luar Kepala. Tapi entah mengapa aku sedang malas berurusan dengan seseorang.

Kubaca sekali lagi isi pesan pria itu, lalu dengan cepat memblokir nomornya. Beres. Ini yang terbaik.

****
   Bau bawang di goreng menguar dari dapur, membuatku segera menyibak selimut keluar dari kamar. Perutku tergoda.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora