Bab 34

88 3 0
                                    

Visual Sarifah Aprilia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Visual Sarifah Aprilia

Setahun kemudian.
  

   Tanpa terasa sudah hampir setahun aku menganggur, kegiatan di rumah hanya bantu-bantu Ibu saja. Bapak masih terus konseling sebulan sekali, biayanya kuambilkan dari sisa gaji terkadang  dari uang Ibu. El, masih bekerja walaupun sekarang sudah aktif jadi ojol lagi, sedangkan Bima? Dia sudah naik jabatan dan sekarang menjadi anak seorang kepala desa.

"Bu, kalau Sari cari kerjaan lagi gimana?" usulku suatu sore yang terik.

Ibu menghentikan aktivitasnya menimbang gula, beralih menatapku.

"Tiap hari kamu bantu Ibu, apa itu nggak kerja?"

Aku memang wajah cemberut sambil menghentakkan  kedua kaki yang berselonjor. "Bedalah, Bu."

"Nduk, kalau kamu butuh uang atau pengen beli sesuatu, ya ambil saja uang toko saja."

Bukan itu alasannya. Semua ini karena El, sejak ia memutuskan ngojek lagi, intensitas pertemuan kami jadi sedikit. Membuatku kadang galau sendiri.

"Bosen di rumah terus, Bu. Bapak sudah bisa di tinggal kan sekarang? "

Ibu mendesah, ia pasti paham kalau gadis seusiaku memang gampang bosan. "Bagaimana kalau kamu cari suami saja? Dulu Ibu menikah ya, seusia kamu gini."

"Menikah?" ulangku tak percaya ibu mengusulkan aku untuk menikah.

Ibu mengangguk semangat.

"Bima kayaknya usianya sudah cocok jadi suami."

Eh, kok Ibu nyebut Bima, sih? Aku kan maunya El.

"Bima?" lagi-lagi kuulang ucapan Ibu.

Ibu mengangguk lagi, kali ini dengan bibir melengkung.

"Kamu kira ibu nggak tahu kalau dia sudah lama menaruh hati sama kamu."

Benar 'kan dugaanku, Ibu pernah mendengar obrolan kami setahun lalu.

"Menurut Ibu, apa Bima pria yang baik?"

Pada akhirnya perihal perasaanku harus kuaabaikan. Apalagi melihat El selama ini selalu cuek.Toh, aku  pernah berjanji untuk mengabdikan seluruh hidupku demi menebus kesalahanku pada keluarga ini. Seandainya dengan menikah dengan pria pilihan Ibu dan pria itu adalah Bima aku tak akan menolak.

"Yang tahu kan kamu, Nduk. Selama kalian dekat, kamu pasti bisa menyimpulkan sendiri. Tapi kalau kamu tanya pendapat Ibu, sepertinya dia sayang sekali sama kamu."

Aku mengangkat bahu.

"Atau kamu punya kandidat lain?"

Pertanyaan lanjutan Ibu membuatku menoleh.

"Memang ibu nggak keberatan kalau Sari dekat sama banyak lelaki? Nggak takut gitu anaknya yang cantik ini di cap ganjen?"

Ibu terbahak, sambil merangkul pundak ku sebelah, wanita yang rambutnya mulai memutih itu menjawab,

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now