Bab 51

79 5 0
                                    

     Wira muncul di rumah sejak pagi. Pria itu tidak sendirian tetapi membawa sejumlah media. Wira ternyata lebih mengerikan daripada yang aku duga.

"Biar saya yang meluruskan. Tentang video itu, itu hanyalah ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, yang tidak suka dengan saya dan Sari"

"Tapi Mas Wira, walaupun tidak jelas kalau itu Mbak Sari tetapi ada bukti yang menguatkan kalau perempuan yang ada di video itu adalah Mbak Sari."

Aku melihat Wira melirikku. Aku tahu dia sedang menahan kesal.

"Bukti?"

"Iya. Ini ada netizen yang menemukan bahwa baju yang di pakai oleh perempuan di video itu sama dengan baju Mbak Sari. Ini ada postingan dari media sosialnya Mbak Sari."

Aku memejamkan mata. Wira keras kepala, dia tidak mendengar pendapatku.

"Ayolah, Mbak, Mas. Baju seperti ini bukan hanya Sari yang punya. Ini baju pasaran."

"Mbak Sari. Bisa jelaskan pada kami, apa benar kalau perempuan dalam video itu bukan Anda?!"

Seperti tidak kehabisan akal, tidak puas dengan jawaban Wira, para wartawan menodongkan mic padaku.

"Stop! Saya sudah bilang, di sini saya yang akan menjelaskan bukan Sari."

"Mbak Sari, bagaimana kalau Mbak Sari saja yang menjelaskan. Kalau di lihat dari video yang beredar, itu video lama, dan mungkin Mas Wira belum dekat dengan anda."

Suasana makin runyam karena Ibu tiba-tiba berteriak dari dalam rumah. Aku segera berlari ke dalam rumah, rupanya sedari tadi Ibu mencoba menghalangi Bapak yang ingin keluar.
Tetapi tiba-tiba saja ada sesuatu yang aneh di luar sana.

"Sebentar sebentar, biar kami yang menjelaskan...,"

Suara orang asing. Siapa mereka?

"Kami sudah di tunjuk untuk menjadi pengacara yang mendampingi klien kami Sarifah Aprilia, jadi kalau mau bertanya apapun, silahkan bertanya pada kami."

Aku kembali keluar setelah Bapak tenang. Di sana terlihat dua orang asing tengah di kepung wartawan. Aku menoleh pada Wira, mungkin ini salah satu usahanya. Tetapi pemuda itu menggeleng.

Kedua orang asing yang mengaku pengacara itu menjauh di ikuti oleh para media.

Apa lagi ini? Siapa mereka?

****
Di samping Bapak aku melihat El. Sejak kapan pemuda itu datang aku tidak tahu. Tapi kutebak dia masuk melalui pintu belakang.

"Saya yang mengirim pengacara itu."

El sedang berbicara dengan Wira, bukan denganku.

"Saya tidak mau kekacauan ini mengganggu kerjasama kita. Maaf kalau saya mengambil keputusan sepihak."

Wira meminta maaf berkali-kali. Dia menjelaskan duduk perkaranya versi yang dia tahu.

"Boleh kita bicara empat mata?"
El masih bicara formal padaku. Akhirnya aku mengerti, Wira belum mengetahui hubungan kami sebenarnya.

Wira kemudian memutuskan untuk pulang, setelah beberapa kali meyakinkan El kalau masalah ini tidak akan mempengaruhi bisnis mereka. Pemuda maskulin itu berterima kasih pada El karena mau membantu mencarikan solusi.

***
"Apa ini?" tanyaku ketus. Senyum El melengkung. Kami tengah berbicara berdua di rumah belakang, bekas kamarnya, ralat ini adalah miliknya. Rumahnya.

"Kangen. Sini mendekat."

Aku melempar bantal ke arahnya, kesal.

Dia terbahak bangkit lalu meraih lenganku sehingga aku terduduk di sampingnya.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now