Bab 18

112 5 0
                                    

     Sudah sebulan lebih kami kembali ke rumah ini. Rumah ini masih bau cat saat kami pertama kali masuk. Ada yang berbeda dari sebelum di renovasi. Bagian dapur kini bergeser agak ke depan, sementara ruangan yang dulunya dapur sengaja di biarkan kosong.

Di banding dengan rumah Bulek, jarak tempat kerjaku dari sini lebih dekat. Kami memang tinggal di kampung yang sudah agak modern, modern yang kumaksud adalah kampung ini warganya pekerjaan tak hanya di dominasi satu pekerjaan saja.

"Kemarin Pak lurah ke sini, Nduk."

Aku sedang rebahan sambil menonton DMS saat Ibu memulai percakapan.

"Pak lurah, " ulangku yang langsung dijawab anggukan oleh Ibu.

"Ngapain, Bu?"

"Bagaimana ya ceritanya? "

Ibu menatapku dengan mata gelisah. Ada yang sesuatu yang dipendam olehnya.

"Emang ada apa, Bu? Cerita sajalah." desakku tak sabar.

Wanita paruh baya itu menghela napas panjang. Membuatku merubah posisi rebahan menjadi duduk.

"Biaya rumah ini masih kurang, Nduk,"

Ucapan Ibu membuatku tersentak. Kok bisa? Bukankah dari awal pihak desa sudah menyanggupi biayanya sampai selesai?

"Lihat, Nduk. Rumah ini sekarang lebih bagus 'kan?"

Aku ikut mengedarkan pandangan. Menatap langit-langit rumah yang kini sudah lebih rapi karena berplafon.

"Lalu?"

"Kita punya hutang lima puluh juta, Nduk." jawab Ibu pelan.

Kok bisa? Ibu pasti sedang mengajakku bercanda? Ibu pasti mempunyai rencana yang tidak-tidak . Oh, aku tahu! Sekarang  Ibu sedang berusaha membujukku untuk berhenti kerja, kemudian demi melunasi hutang, aku akan dinikahkan dengan orang kaya demi melunasi hutang-hutang kami itu.

Seperti di sinetron-sinetron.

"Hutang apa sih, Bu? Ibu jangan bercanda, ah." kataku terkekeh, berharap dugaanku salah.

Biasanya Ibu akan ikut tertawa. Tapi ini, beliau malah menatapku dengan mata redup.

"Ibu serius, Nduk."

Sekali lagi kucari kebohongan di sana. Nihil.

Ibu sedang tidak bercanda.

Apa takdirku akan berakhir seperti di sinetron-sinetron itu?

Tidak bisa! Kalaupun benar Ibu berhutang dengan para rentenir dan menjadikanku jaminan, aku akan berontak. Aku akan berjuang sekuat mungkin melunasinya!

Aku bukan gadis lemah. Aku pasti bisa menemukan solusi asal tidak dengan menikah seperti di sinetron-sinetron yang biasa ibu tonton.

Aku adalah Sarifah, yang terbiasa hidup susah!

Aku memang ingin membalas budi kepada keluarga ini, tapi bukan dengan dijadikan jaminan utang.

Masih banyak cari lain yang lebih masuk akal agar aku bisa menebus kebaikan mereka.

"Biar Sari yang ke kelurahan besok."

"Mau ngapain?"

"Sari mau minta penjelasan."

"Ibu yang salah, Nduk," suara Ibu memelan. Membuatku semakin penasaran.

Apakah alur ceritanya benar-benar akan sama dengan sinetron-sinetron itu?

"Dari awal pihak desa sudah izin Ibu soal ini, Ibu tahu resikonya juga."

"Kenapa Ibu nggak bilang sama Sari?"

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now