Bab 50

96 6 0
                                    

     "Diam-diam Mbak Sari ternyata pacarnya artis oey." celetuk Dipo, salah satu karyawan cafe tempatku bekerja.

"Teman, Dip." sanggahku sambil mengelap meja.

Dipo mengekoriku. "Tapi Wira sudah klarifikasi lho, Mbak."

"Kamu nggak akan paham."

"Nggak apa-apa kali Mbak ngaku saja. Aku juga ikut senang ternyata punya teman pacarnya artis."

Sembari mendesah pelan aku berbalik. "Maaf, Mbak, maaf." Bahkan tanpa mengucapkan kalimat apapun, cukup dengan gerak tubuhku, Dipo sudah langsung ngacir ke dapur. Ketakutan.

Sepulang dari acara pembukaan resort beberapa hari yang lalu, kehidupanku berubah drastis. Banyak media datang ke rumah. Mendadak toko ibu sangat ramai, beda dengan biasanya. Para tetangga berdatangan demi menanyakan kebenaran kabar itu.

Bukan hanya rumahku, rupanya rumah Wira juga sama. Wira yang sudah terbiasa menghadapi media terlihat tenang ketika para wartawan datang mencecarnya beberapa pertanyaan, berbeda denganku yang kebingungan.

Bahkan selama seharian kemarin, aku tidak berani keluar rumah. Hingga akhirnya dengan terpaksa pihak kelurahan turun tangan demi mengamankan situasi.

"Ternyata Sarifah, kekasih Wira adalah anak adopsi. Saat team kami bertanya kepada beberapa warga dan tetangga Sarifah, mereka membenarkan—"

Baru kali ini aku mendengar narasi pembawa acara gosip yang membuat kupingku panas. Apa-apaan mereka? Apa urusan mereka dengan asal-usulku?

"—beberapa tetangga menambahkan Sarifah pernah melakukan tindakan tidak terpuji. Tetapi ketika team kami menanyakan tindakan apa itu, mereka memilih bungkam. Tapi kami sudah mendapatkan bukti video dari narasumber yang tidak mau di sebutkan namanya, ternyata Sarifah di duga pernah membuang bapak angkatnya—"

Mataku membulat. Bukan hanya diriku yang kaget tatkala melihat tayangan video itu, Dipo dan para pengunjung cafe itu juga tak kalah terkejut. Mereka menatapku dengan tatapan menghakimi.

Tanganku terkepal. Video itu, dari mana mereka mendapatkannya? Apakah dari El? Atau dari temannya?

Tanpa mengucapkan apapun aku bergegas meninggalkan cafe, tujuan utamaku adalah untuk menemui Wira. Bagaimanapun, hanya pria itu saat ini yang bisa ku mintai solusi.

***
"Kok kamu nggak pernah cerita soal itu?"

Aku mengepalkan tangan tak mampu menjawab ucapan Wira. Tadinya aku berharap pemuda itu akan mencarikan solusi atau sekedar menghiburku atas berita yang kini beredar tetapi ternyata perkiraanku salah. Dia malah menyudutkanku.

"Begini saja, aku akan membuat video klarifikasi dan bilang itu bukan kamu."

"Tapi itu aku, Wir...."

"Terus? Kamu mau ngaku? Gitu?"

Aku menunduk. Otakku rasanya mau pecah. Sebagai orang yang selama ini tak terlihat, masalahku yang sekarang seolah pukulan paling dahsyat yang sukses menyita emosiku. Aku bukan orang yang mudah terintimidasi tetapi kali ini lain ceritanya.

Hingga panggilan telepon dari El masuk.

"Siapa?" tanya Wira melirik layar ponselku.

"Teman."

"Aish.... Jangan bawa-bawa aku ya, Sar. Aku tidak mau menanggung kerugian lagi."

Aku tak mengindahkan ucapannya. Tadinya aku berharap pada sosok yang beberapa hari ini selalu mengklaim sebagai pacarku di layar kaca ini akan sedikit membantu. Nyatanya sekarang aku seperti bertemu dengan orang yang berbeda. Wira yang sekarang membuatku muak. Ternyata selain gila popularitas, dia lebih buruk dari dugaanku.

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now