Bab 54

90 4 0
                                    

    Rumah mewah dengan halaman luas itu baru saja kami masuki. Tidak seperti sebelum sebelumnya, kali ini El membawaku ke rumahnya menggunakan mobil.

"Yuk." Suara El mengagetkanku. Pemuda sudah berada di luar mobil sambil membuka pintu.

Aku turun dari dengan pikiran was-was. Ayolah, kini semakin nyata perbedaan kami, bak bumi dan langit. El dari strata yang tak pernah kuduga sebelumnya.

Di saat aku masih memikirkan berbagai perbedaan diantara kami, pemuda itu meraih tanganku kemudian menuntunku ke arah pintu.

Aku tak berani mengangkat dagu, terus mencoba menenangkan diri sendiri karena baru saja memasuki kawasan yang tak pernah kupikir sebelumya. Bahkan bermimpi untuk memasuki rumah semewah inipun rasanya aku tidak pernah.

Akhirnya sambil berjalan aku mencoba melihat kanan-kiri, tentu saja dengan hati masih was-was. Kalau dibandingkan dengan rumah Nyonya Farah, rumah keluarga El ini jauh lebih mewah dan besar. Bak istana.

"Aku deg-degan." kataku sambil menghentikan langkah.

Alis El bertaut. Pemuda itu memangkas jarak. "Sama."

Sialan! Ternyata dia malah menggoda.

Aku mengalihkan pandangan karena tak kuat di tatap seperti itu. Dari kejauhan terlihat ada dua orang, laki-laki dan perempuan berpakaian rapi menatap ke arah kami.

Mereka terlihat elegan. Dengan memakai baju rapi berbanding terbalik denganku.  Aku hanya memakai kaos oversize dengan celana jeans biasa. Tak ada yang istimewa.

"Harusnya tadi aku pakai Hoodie." bisikku dengan mata menunduk.

"Begini saja. Nggak apa-apa kok."

Aku berdecak pelan saat El menyentuh pipiku, mencoba menenangkan. Bagaimana dia bisa bicara begitu? Bagaimanapun ini adalah acara resmi pertamaku dengan keluarganya. Kenapa dia begitu tenang? Seolah-olah keluarganya akan maklum. Bukankah seharusnya tadi dia memikirkan hal sekecil ini?

"Ayo, kita sudah di tunggu." El kembali meraih jemari tanganku, menuntunku kembali memasuki ruang tamu rumah mewah itu.

"Wah, akhirnya ketemu juga." Seorang wanita berambut pendek dengan tinggi sejajar denganku tersenyum menyambut kedatangan kami. Dia mamanya El.

Sementara itu tak jauh di belakang sana tengah duduk seorang pria paruh baya dengan wajah hampir mirip El juga tengah menatap kami, wajahnya berseri

Itu papa El. Kami pernah bertemu sekali.

Setelah berbasa-basi sebentar, akhirnya aku bisa duduk.

"Telfon kakakmu, suruh cepat datang." Seru Wanita paruh baya itu pada putranya. "Maaf ya, Nak Sari, beginilah Tante, nggak bisa lembut kalau bicara."

Aku mengangguk pelan. Sepertinya di banding papanya, mama El ini lebih rame dan heboh orangnya.

Acara yang tadinya begitu canggung akhirnya pecah dengan kedatangan Kakak El dan Ayunda serta bayi kecil mereka.

Revan selalu berhasil menghidupkan suasana. Papa muda dengan rambut gondrong itu berkali-kali menggoda kami membuat El sedikit kesal.

"Anak sulung Mama sudah gondrong tuh, nggak ada niat buat nyuruh dia potong rambut." kata El setelah sejak tadi hanya dia yang jadi topik pembicaraan.

"Kalau itu, sekarang bukan lagi tanggung jawab mama, biar istrinya saja yang negur."

"Mantap, Ma, mantap. I love you full buat Mama." balas Revan bangkit lalu mencium kening Mamanya.

Membuat semua terbahak kecuali El.

"Kalian juga nanti gitu, kalau sudah sah, juga harus bisa jadi partner. Menikah itu bukan hanya soal cinta saja, tapi mencakup banyak hal, contohnya ya seperti ini, potong rambut. Hal kecil yang mungkin tadinya tidak terlalu penting, akan jadi penting setelah menikah."

BENALU YANG TAK TERLIHAT(Tamat)Where stories live. Discover now