Dua puluh Sembilan

6.6K 544 77
                                    

Pengakuan cinta Revi tentu saja membuat Sam dan Cheryl terganggu. Terutama untuk cheryl bagaimana tidak jika orang yang selalu Ia ceritakan tentang keluhannya ternyata adalah pria yang mencintainya. Cheryl mencoba meneguhkan hatinya untuk membiarkan Revi meninggalkannya. Benar kata Revi, Ia berhak untuk bahagia. Lalu bagaimana dengan dirinya? Akankah ucapan Sam yang tak akan meninggalkannya dapat Sam wujudkan? Jika saat ini saja cheryl merasa Sam selalu menghindar darinya.

***
Sam menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa ruang tamunya. Ia sungguh merasa lelah hari ini sehingga memutuskan untuk pulang sangat awal. Ia memejamkan matanya dan mulai merasa keheningan yang menggilakan. Selintas muncul bayang betapa bahagia jika Ia pulang lebih awal lalu Ranna akan bersorak senang dan memaksa dirinya untuk jalan-jalan. Melelahkan memang tapi paling tidak dia tidak kesepian. Sekarang kapan pun Ia kembali Ranna tidak akan peduli. Satu bulir air mata jatuh begitu saja di ujung matanya bahkan ketika Ia mulai terlelap di alam mimpinya.
***
Ranna menarik-narik jas putih Nathan dan terus mengekorinya.

"Kamu marah dengan ku?" Tanya Ranna. Nathan hanya diam.

"Maaf..maaf nathan"

"Memangnya kamu salah apa?"

"Entahlah aku hanya ingin minta maaf"

"Jangan minta maaf kalau kamu ngga merasa bersalah" ucap Nathan dan mempercepat langkahnya. Ranna berlari menyusulnya.

"Lalu aku harus bagaimana? Aku tidak suka kamu begini"

"Aku juga"

"Juga apa?"

Nathan berhenti dan menatap Ranna lekat. Nathan sungguh ingin mengatakan bahwa Ia ingin tak suka menjadi yang kedua. Ia tak suka menjadi peran pendamping yang ada untuk mendukung kisah sang peran utama. Ia mencoba membalikan ke adaan Tapi semakin lama Nathan semakin tau kalau dirinya memang hanya sebatas pemeran kedua, dan tugas itu kini semakin nyata.

"Juga apa?" Ulang Ranna. Nathan masih menatap Ranna. Semua kalimatnya terasa sudah hampir di tenggorokan namun Nathan tetap tak bisa mengatakannya.

"Ayo nathan jika bukan sekarang kamu akan kehilangan kesempatan menjadi peran utama selamanya.."batin Nathan. Wajah Ranna yang menggemaskan sungguh membuat Nathan berupaya lebih keras agar tak luluh.

"Nath.." rengek Ranna dan menarik-narik jas dokter Nathan.

"Ya! Terserah kamu sajalah!" Ucap Nathan dan mengacak-acak rambutnya sendiri dan kembali berjalan dengan cepat.

"Nat.. Nathan.. Nathan.. ih tunggu. Nath..ah.." ucap Ranna dan tiba-tiba saja Ia memegang perutnya.

Nathan pun menghentikan langkahnya dan menoleh. Ia berbalik dengan cepat mendekati Nathan.

"Aira..kamu kenapa? Perut kamu sakit? Atau apa? Kamu udah minum obat kamu kan? Obat kamu masih ada kan? " Ucap Nathan hanya dalam satu tarikan napas.

"Prank" ledek Ranna dan kemudian tertawa.

Nathan masih menatap Ranna khawatir.

"Aku bercanda aku bohong.."

"Ngga Lucu" ucap Nathan yang masih terlihat cemas.
Ranna menjulurkan lidahnya.

"Wah..jiwa dokter kamu mengaggumkan sekali ya.." ucap Ranna. Nathan hanya dapat menghela napasnya andai Ranna tau bahwa kepanikannya bukan karna dia seorang dokter melainkan karna dia seorang pria yang mencintainya wanitanya.

"Jangan marah" ucap Ranna dan memasang wajah memelasnya.

"Oke.. Fine.." ucap Nathan yang pada akhirnya hanya dapat pasrah menghadapi sikap Ranna.

Pulang (Hanya tentang waktu sampai kau kembali)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang