Batas Akhir

67.2K 10.7K 2.4K
                                    

2367 kata.

Gak mau tau, pokoknya komentarnya harus lebih dari seribu 😂

Part ini spesial, jadi harus dibaca dengan teliti, hahaha.

Belum pernah lihat Arvan berhadapan langsung dengan musuhnya kan? Biasanya Arvan bertindak dibalik layar, wkwk.

Selamat membaca 💜

🍁🍁🍁

Aizar, Shaka, dan Aizha segera ke bandara untuk bertolak ke Surabaya, mereka harus segera sampai di sana. Bukan mengapa, Aizar tahu bagaimana sifat om-nya, Arvan itu seperti mafia, tidak pernah memberi ampun untuk lawannya, ya ... walaupun tidak sampai membunuhnya.

Aizar hanya berharap mereka tidak terlambat, ia sengaja membawa Aizha karena jika hanya dirinya tentu saja tidak akan bisa menghentikan kegilaan Arvan.

Ya, walaupun hal ini sangat beresiko, apalagi dengan kondisi Aizha saat ini.

"Hal terburuk yang bisa dilakukan Om Arvan apa, Iz?" tanya Shaka penasaran, satu jam yang lalu mereka sudah lepas landas.

Sejujurnya Shaka juga panik, tapi tak menutup mata juga jika ia sangat penasaran dengan kegilaan Arvan, ia ingin lihat apa yang akan Arvan lakukan pada Bian.

"Om Arvan gak pernah bisa ditebak," balas Aizar.

"Dia lebih kejam dari lo?" tanya Shaka, "lo kan kayak psikopat," lanjutnya berbisik, takut Aizha mendengarnya.

Aizar langsung menatapnya dingin, makin ke sini Si Shaka makin kurang ajar saja.

"Gue yakin lo bakalan pipis di celana cuma dengan di tatap tajam olehnya," timpal Aizar menyunggingkan bibirnya.

****

Di sisi lain, Arvan tengah menyandarkan tubuhnya, matanya terpejam menikmati setiap detik yang dilaluinya, mobil mewah yang ditumpanginya melaju kencang membelah jalanan di sudut kota Surabaya.

Setiap menit yang dilaluinya sangatlah berharga, setidaknya ia harus istirahat sejenak sebelum ke medan perang.

"Nyusahin orang tua saja!" gumam Arvan dengan suara beratnya.

Mengenai Bian.

Sejak awal Arvan memang sudah menduganya, tapi ia hanya diam mengingat hal itu tak berkaitan langsung dengannya, rasanya tak pantas jika ia ikut campur terlalu jauh, itulah mengapa ia hanya diam dan menyerahkan semuanya pada Alka.

Tapi sekarang sudah kelewatan, jujur saja Arvan tak menyangka Bian akan bertindak sejauh ini, sekarang ia harus turun tangan, hanya mengandalkan hati nurani tidaklah cukup untuk menyadarkan pria itu.

"Berapa lama lagi?" tanya Arvan pada orang kepercayaannya.

"10 menit lagi, Tuan."

"Ada informasi lain?" tanya Arvan, lagi.

"Aizar sedang dalam perjalanan ke sini."

Arvan terkekeh pelan, "anak itu."

"Apa kami harus menahannya, Tuan? Pasalnya dia bersama Aizha dan Shaka juga," tanya pria itu.

Arvan mengembuskan napasnya, "jangan biarkan Aizar melacak keberadaan Bian dengan mudah, ulur waktu selama mungkin, saya ingin bermain-main dengan anak itu (Bian)."

"Baik, Tuan."

Bukan mengapa, Arvan yakin Aizar akan mengambil jalan tercepat, mungkin saja anak itu memakai privat jet untuk menyusulnya, mengingat penerbangan domestik selanjutnya ke Surabaya masih cukup lama.

Kiblat Cinta ✓Where stories live. Discover now