1

124 5 4
                                    

Langit Shanghai bersih tak berawan, biru menenangkan hati, tetapi ia menaungi 24 juta penduduk yang kesibukannya tidak pernah berhenti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Langit Shanghai bersih tak berawan, biru menenangkan hati, tetapi ia menaungi 24 juta penduduk yang kesibukannya tidak pernah berhenti. Siang hari di kota ini senantiasa dibisingkan bunyi klakson, percakapan bernada tinggi dan rendah, hingga ketukan-ketukan keyboard komputer dalam kantor-kantor. Terkepung keramaian semacam itu, wajar saja jika keluhan batin seorang model tidak akan mencapai telinga siapa-siapa.

"Nona Zhang, maaf, jamnya kurang terlihat .... Tolong putar pergelangan Anda ke kiri kira-kira 45 derajat. Ya, begitu. Terima kasih, Nona Zhang."

Tidak reflektor-reflektor yang memandangnya kagum, tidak bisikan jam tangan yang menyemangatinya, tidak pula sikap sopan si fotografer dapat meredam kekesalan Zhang Ling saat ini. Wanita berambut sepunggung dengan tatapan tajam itu jengkel setengah mati lantaran si fotografer mengeksploitasi pergelangan tangannya untuk kesekian kali. Ling tahu pusat pengambilan gambar memang bukan dia, tetapi tidak ada yang bilang kalau menempatkan jam tangan sebagai highlight bisa begini susahnya!

Ling berdecak dan mendengus sebelum mengondisikan ekspresinya kembali, menatap lurus ke kamera seakan bisa membakar orang di belakangnya. Bagaimana si fotografer tidak gemetaran? Efek kekesalan Ling menyebar cepat ke segelintir staf yang ada di studio; mereka membuang muka, sungkan dan takut, tetapi pemotretan harus tetap berjalan.

"Anu, Nona Zhang ...."

"Apa lagi?!" Gusar, Ling mengibaskan rambut dengan tangan yang memakai jam. "Pergelanganku sakit, nih! Kau bisa tidak mengambil sudut yang bagus?!"

Fotografer muda kurang pengalaman itu menciut. "Maaf, sudut yang tadi sebetulnya sudah baik, hanya ekspresi Nona Zhang ... uh ... apa bisa dilembutkan lagi? Alis Anda nyaris bertemu dan bibir Anda—"

"Istirahat 15 menit!" seru Ling. Ia beranjak dari kursi di mana ia duduk setengah jam terakhir. Jam tangan dientakkannya cuek dan diserahkan pada staf yang siap dengan kotak spons. Mood-nya berantakan, ia juga haus, lalu kebetulan sekali kepala manajernya menyembul dari ambang pintu, membawakan sekantong plastik minuman. Ling menghampiri Xu Mingmei dengan wajah semringah, tanpa basa-basi meraih sekaleng soda dingin, sedangkan manajernya itu terkaget-kaget.

"Ling, tunggu—sedotan—sebentar!"

Menggodai manajer sekaligus kawan baiknya yang tergopoh, Ling membuka kaleng dengan jarinya yang masih berkuteks. Lebih lanjut, ia mengancam untuk minum langsung dari kaleng, padahal bibirnya masih berlipstik dan pakaiannya merupakan properti dari perusahaan jam. Tepat waktu, Mingmei menarik setangkai sedotan, mencegah bencana yang potensial membatalkan kontrak mereka sekaligus mempermudah modelnya minum.

"Terima kasih, Kak," senyum Ling jahil sebelum menyedot minumannya dari pipa plastik ramping itu.

"Jangan bikin aku jantungan, Bodoh," balas Mingmei, kepalan tangannya terangkat seolah-olah siap merusak lengkung sempurna rambut Ling. Tidak ada yang terjadi setelah itu. Tidak pernah ada yang berani mengacaukan wajah dan tubuh penghasil yuan milik Zhang Ling, lebih-lebih di tengah pemotretan. Seberharga itu memang ia sebagai sebuah aset. Terlepas dari ukuran tubuhnya yang di atas 00, tipe parasnya yang bukan gaojilian, dan sikap rewelnya kepada staf, Ling merupakan alat promosi murah lagi kuat bagi merek-merek kecil.

Kevin Huo's ProposalWhere stories live. Discover now