34

3 2 0
                                    

"Aku akan tetap pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku akan tetap pulang. Akan kupikirkan bagaimana kepulangan ini tetap aman untukku, Kak Yang, juga proyek Fenghuang."

Feng Xiang ternyata betulan akan memberontak, batin Ling, masih belum lupa hitung-hitungannya kalau Xiang jadi pulang ke Fuzhou. Debar jantung Ling meningkat; gejolak di Kevin Huo selama ini tak terlihat karena tiga orang di puncaknya selalu bergerak berdasarkan arahan Yang. Bagaimana jika mereka terpecah?

Di sisi lain, Yang bukan dewa yang keputusannya baik dan benar untuk semua orang. Ling tahu ini sebab Xiang melanjutkan kata-katanya dengan mata berbinar indah.

"Ikutlah denganku ketika pulang nanti, Zhang Ling. Aku ingin mengenalkanmu pada kampung halamanku, pada keluargaku, karena kamu dan mereka semua sama penting bagiku saat ini."

Seperti orang bodoh, Ling mengangguk begitu saja dengan wajah memerah.

Feng Xiang tak pernah segembira ini ketika bekerja sesuai mau Feng Yang, jadi apa salahnya membangkang?

***

Lujiazui adalah kawasan dengan produktivitas tertinggi di Shanghai, maka wajar ada beberapa coworking space dalam pusat bisnis itu. Pengunjungnya bukan cuma pekerja-pekerja yang sudah mapan, melainkan para perintis bisnis dan mahasiswa yang menginginkan suasana kerja lebih santai di luar kantor. Dalam salah satu coworking space yang kasual itu, pada jam makan siang, Yang muncul dalam balutan kemeja Tang putih dan kardigan yang diikatkan melewati bahu, dipadu celana bahan hitam. Ia bergaya lebih santai hari ini untuk menyesuaikan suasana lokasi pertemuan—yang dipilih kliennya semata karena dekat dengan lokasi jadwal sang klien berikutnya.

Yang tidak membawa seorang pun bersamanya, merasa cukup 'mempersenjatai' diri dengan laptop, tablet, dan beberapa sampel majalah fashion di mana wajah duta Fenghuang terpampang. Senjata terpenting tentunya adalah kemampuan persuasi dan presentasinya; Yang cukup percaya diri di sana, tergambar dari kemantapan langkahnya menghampiri seorang wanita dalam salah satu bilik coworking.

"Lama tidak berjumpa, Direktur He."

Bibir Yang mengulas senyum, bukan karena betulan senang bertemu wanita paruh baya yang mengenakan setelan halter berwarna nude di depannya. Itu senyum bisnis, tetapi Yang mengulasnya dengan cukup baik sehingga tampak tulus.

Direktur He dan asistennya—seorang perempuan muda—berpaling pada Yang. Ketika asistennya tergeragap dan tersipu-sipu saat bersitatap dengan Yang, Direktur He hanya mengangguk balik tanpa minat.

"Boleh saya duduk?"

Sengaja Yang bersikap seolah-olah dirinya pihak yang lebih rendah dalam pertemuan ini, sampai mau duduk saja minta izin dulu. Direktur He memang seniornya, sebaya William Huo yang mewariskan perusahaan padanya, tetapi Yang dan wanita itu sekarang setara di dunia fashion-kecantikan Cina.

"Duduklah," Direktur He menyandarkan punggungnya dan menyilangkan lengan, "dan jelaskan mengapa aku harus mempertahankan kerja sama ini ketika banyak sekali desas-desus buruk tentang proyekmu."

Kevin Huo's ProposalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang