38

8 2 0
                                    

"Susah juga, ya, jadi populer

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Susah juga, ya, jadi populer."

"Lihat itu, baru terkenal berapa bulan saja sudah besar kepala." Mingmei mendesah keras dan Ling menertawakannya. "Walaupun menjengkelkan, aku bersyukur kau sadar apa dampak popularitasmu ini. Kalau kau yang dulu dapat kesempatan seperti ini, aku yakin kau sudah kabur dari rumah Feng Xiang buat jalan-jalan sesukanya ke Sanfang Qixiang."

Ling baru kepikiran. Suatu waktu, seorang rekan modelnya menunjukkan foto liburan di gang-gang kota tua Sanfang Qixiang yang telah disulap menjadi tujuan wisata. Ia ingat memohon-mohon ke agensi untuk mencarikan pekerjaan di Fuzhou gara-gara itu, tetapi tidak pernah keturutan sampai lupa punya keinginan itu.

Membuang napas, Ling menyandarkan punggungnya ke kursi teras. "Aku yang dulu tidak punya banyak job, jadi masih punya tenaga buat jalan-jalan. Kalau yang sekarang, bisa tidur tanpa badan pegal saja sudah syukur ...."

"Hm? Tapi kalau Feng Xiang tiba-tiba mengajakmu ke sana, masih ingin tinggal saja di rumah?"

"Tentu saja aku akan tetap pergi ke Sanfang Qixiang, duh," jawab Ling tanpa tedeng aling-aling; hasrat pelesirnya ke Sanfang Qixiang ternyata masih membara. "Kesempatan jalan-jalan bersama Feng Xiang itu langka, bodoh kalau menyia-nyiakannya!"

Lagipula, pergi jalan-jalan berdua dengan Feng Xiang di kampung halamannya ... bukankah itu romantis?

Usai menepuk-setengah-menampar pipinya sekali, Ling tersadar dari khayalan yang memerahkan wajahnya. Ia bilang akan pulang dengan penerbangan besok sore, jadi kemungkinan besar ia hanya akan sarapan, berkemas, dan menghabiskan waktu di rumah keluarga Feng sebelum pulang. Bagaimanapun, yang terpenting dari perjalanannya sekarang bukan rekreasi, melainkan pulihnya kembali hubungan Feng bersaudara dengan orang tua mereka. Mingmei pura-pura menangis terharu karena Ling yang tak seegois dulu lagi, hanya untuk ditiru kata-katanya oleh Ling dengan nada mencibir. Keduanya tertawa sebelum saling mengucap salam perpisahan dan menutup telepon.

"Kau ingin pergi ke Sanfang Qixiang?"

Ling menoleh dan mendapati Xiang dengan dua gelas teh merah hangat. Pria yang barusan menanyai Ling itu meletakkan satu gelas di meja depan Ling, sementara satu gelas dinikmatinya sendiri setelah duduk menyebelahi Ling.

"T-Tidak, kok!" Tergagap Ling menyangkal. Sebanyak apa Feng Xiang mendengarkan percakapanku dengan Kak Mei? batinnya. "Aku ke sini bukannya mau berwisata, tetapi menemanimu menemui keluargamu."

"Kurasa sehari ini pun sudah sangat cukup untukku. Dapat melihat wajah orang tuaku secara langsung, memastikan bahwa mereka sehat ... rasanya memuaskan meskipun sebentar." Xiang meletakkan gelasnya, lalu menatap hangat Ling. "Kamu membuatku mengerti apa yang sebenarnya penting dan membangkitkan keberanianku. Yang seperti itu harusnya dapat balas jasa, kan? Jadi, mengapa kita tidak pergi ke Sanfang Qixiang bersama?"

Jantung Ling hampir melompat keluar dari iga. Uap panas seakan membumbung dari dalam bajunya, merebus wajahnya sampai merah. Diam-diam Ling mencubit lengannya: sakit. Ini bukan mimpi.

Kevin Huo's ProposalWhere stories live. Discover now