37

8 2 0
                                    

"Cantik, ya, An-an?" tanya Ling tiba-tiba

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Cantik, ya, An-an?" tanya Ling tiba-tiba. An-an adalah panggilan Ruo An, si pegawai muda.

"Oh, ya," jawab Xiang tak fokus. "Gadis yang kuat. Dia baru lulus sekolah kejuruan, tetapi sudah bekerja begini giat demi keluarganya. Dia ... sama seperti kami bertiga."

Kontan hilanglah perasaan negatif yang tadi menguasai Ling. 'Kami bertiga' yang Xiang maksud pasti ia dan saudara-saudaranya, yang berjuang sekeras An sejak masih sekolah menengah demi menyokong ekonomi keluarga. Xiang sepertinya mengiakan ucapan Ling tadi semata karena mengagumi ketangguhan An, simpati terhadap kawan senasib, bukan yang lain-lain.

"J-Jadi begitu ...." Terbata Ling menanggapi. "Benar katamu, seorang gadis akan jadi makin cantik kalau tangguh."

Xiang sejenak termangu, memperhatikan Ling, lalu tersenyum jahil sebelum menurunkan snapback Ling menutupi mukanya.

"Jangan iri. Bukan An-an saja, kok, yang jadi tambah cantik kalau tangguh."

"Hei! Kamu mengacaukan rambutku, Feng Xiang!" Juga hatiku, sialan, lanjut Ling dalam hati. Kalau mau memuji, katakan yang tegas!

***

Mengira dirinya akan terasingkan dalam reuni keluarga kecil itu, Ling ternyata cukup sering dilibatkan dalam percakapan. Di antara kue bulan dan tar telur yang dikunyah, mengalirlah bahasan tentang hiruk-pikuk Kevin Huo, keseharian suami-istri tua Feng yang penuh keseruan, serta banyak—sangat banyak—kenangan yang tercipta di gang sempit berpenanda papan kayu. Mendengarkan kisah keluarga tiga anak itu, Ling jadi teringat keluarga Wei dan rumah sempit yang mereka tinggali. Namun, jika hubungan orang tua Wei sempat merenggang karena beban anak ketiga ini, pasangan tua Feng sama sekali tak pernah mengalaminya. Sang ayah pandai menggembirakan keluarganya dalam kesengsaraan sehingga putra-putranya punya banyak kenangan indah pula. Sementara itu, sang ibu—dalam kesabaran dan kesetiaannya—membangun sebaik-baik rumah untuk keempat lelakinya pulang; pantaslah tiga lelaki bermarga Feng dalam ruang tengah tampak sangat mencintainya.

Kalau Nenek menjadi anak ketiga dalam keluarga seperti ini, sepertinya kami akan tetap menjadi sepupu sampai sekarang alih-alih kakak-adik.

Obrolan bergeser ke ruang jahit karena An pamit untuk mengecek pekerjaan terakhirnya dan Tian yang penasaran mengikuti. Xiang juga tergelitik untuk membantu, lalu sekonyong-konyong, tersisalah Ruirui di ruang tengah, membereskan semuanya sebelum menyusul ke ruang jahit. Tata letak dan barang-barang di ruang jahit itu tampak familier buat Ling, serupa dengan ruang kerja Wei di rumah dulu. Ling lagi-lagi dibuat kagum oleh hasil karya pasangan Feng yang sangat detil dan cantik.

Saat ini, yang dikerjakan pasangan Feng dan An adalah sebuah gaun cheongsam berhias manik-manik tiga warna. Namun, yang bikin Ling mual: manik-manik itu diminta pemesan agar dibentuk seperti ekor fenghuang— promosi Kevin Huo benar-benar bikin Cina demam fenghuang—dan setiap incinya harus dirangkai dengan tangan. An yang gampang gelisah semula berniat sekadar mengecek jahitan manik-maniknya ke cheongsam. Ujungnya, ia lanjut bekerja memasang manik-manik bersama ibu Xiang dan Xiang. Tian memberi masukan di sana-sini seolah-olah itu workshop-nya (dan sesekali membantu, untungnya). Ling tidak henti-henti memuji ketelatenan para perangkai manik-manik, sementara ayah Xiang dan Ruirui membuat lelucon soal harga baju itu, yang sepertinya harus dinaikkan lagi karena 'duta Kevin Huo ikut menjahitnya'.

Kevin Huo's ProposalWhere stories live. Discover now