2

15K 1.3K 76
                                    

"Sebelum kita gibah, gue mau ngasih tahu kalau Hermes Birkin 35 yang lo kasih ke gue udah gue jual," kata Abel sambil duduk di sofa penthouse Miu. Bukan punya Miu, punya Rasen sebenarnya. Namun, kalau kata Rasen, semua miliknya adalah milik Miu juga.

Bucin, najis!

"Birkin apaan? Gue pernah ngasih lo Birkin emang?" tanya Miu yang sedang menggendong Sadewa dengan wajah heran. Sementara Selena berada dalam gendongan Sara.

"Lo pernah ngasih kita semua Birkin, Nyonya!" ketus Sara, sedikit mendelik melihat Miu yang sepenuhnya lupa pernah memberikan tas yang harganya bisa untuk membeli rumah yang lumayan besar di Kota Parama tercinta ini.

"Tahu nih, konglomerat! Susah emang sama orang yang ngabisin 10 miliar dalam enam bulan," sambar Nessa membuat Miu mendengkus.

"Nggak usah dibahas masa lalu gue, ya!" omel Miu sambil mendelik.

"Masa lalu apaan, sekarang aja lo masih sering ngabisin duit segitu," balas Abel sambil memutar mata, tersenyum saat Selena yang ada dalam gendongan Sara di sampingnya menyentuh lengannya. "Hai, keponakan Tante!"

Miu hanya berdecak. "Ya udah sih, kalau lo mau jual apa mau dibuang juga bukan urusan gue lagi. 'Kan, itu punya lo."

"Gila kali gue buang, stres lo!" sungut Abel pelan yang disetujui oleh Sara dan Nessa.

Dua bulan setelah Abel kehilangan kegadisannya, hidupnya masih senormal biasanya. Abel datang bulan tepat waktu. Ia juga tidak kena penyakit menular seksual. Ia sudah periksa ke obgyn dan hasilnya baik-baik saja. Berarti pasangannya malam itu harusnya baik-baik saja karena Abel juga masih perawan saat itu.

"Oh, gue beli rumah deket sungai. Minggu depan, lo datang ya ke rumah gue. Syukuran kecil-kecilan aja, sekalian nakutin setan di situ pakai muka lo bertiga," kata Abel sambil melirik ketiga sahabatnya. "Tas lo diambil sama nasabah gue, dia ngajak tuker pakai rumahnya yang deket kantor, katanya Birkin yang lo kasih itu langka apa gimana deh nggak paham."

"Si monyet, bisa-bisanya lo dapet orang yang mau nuker rumah buat tas?" celetuk Nessa terkejut.

"Gue juga kaget, bukan lo doang! Kayak, nggak masuk akal aja, cuy! Tapi, karena dia maksa ya udahlah ya, gue ambil. Lagian gue udah cari info, itu lokasi aman, deket tempat kerja gue, terus juga lumayan rame tuh. Bangunannya juga, kalau kata Bayu masih oke banget," cerocos Abel, menyebut rekan kerja yang paling akrab dengannya juga.

"Emang rumahnya deket mana sih?" tanya Miu heran.

"Itu Perumahan Baneswara. Dia yang punya perumahannya," kata Abel membuat Miu berdecak.

"Monyet lo! Itu mah, kenalan mertua gue! Pasti namanya Adina Baneswara, 'kan?" tanya Miu yang diangguki Abel.

"Hah? Lo dapet perumahan di Baneswara?" Sara membulatkan mata. "Itu rumah orang kaya, dongo! Harganya mahal banget, paham nggak lo!"

"Rumah orang kaya apaan! Di situ tempat middle class!" bantah Miu membuat Sara mendengkus.

"Middle class lo tuh klasifikasinya apa? Sekelas direktur? Itu bukan middle class, dongo! Udah kaya kalau bagi orang-orang macem gue!" omel Nessa jengkel, ikut menyambar dengan wajah kesal.

Miu tak menyahut, melirik kepada Abel lagi. "Lo barter blok yang mana emang?"

"Gue ambil blok B nomor 21."

Miu menatapnya terkejut. "Blok B nomor 21?"

"Iya. Kenapa emang?" tanya Abel.

"Kak Aaron ambil rumah di situ juga. Blok B nomor 19."

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now