12

8.5K 790 40
                                    

Agam sering menginap di rumah Abel sejak hari itu. Frekuensinya tidak sering tetapi dalam minggu ini, lelaki itu sudah menginap dua kali. Pertama saat Agam dibawa pulang dari kafe Insomnia, lalu hari ini, di malam sabtu karena Nenek Agam memaksa cucunya supaya meninggalkannya. Tujuannya supaya Agam mengapeli Abel.

Dan tentu saja, Agam hanya akan menemui Abel karena tidak ada lagi tempat yang ia tuju selain rumah sakit, kontrakannya dan rumah Abel.

Malam itu, Agam memakai piyamanya yang ia bawa dari rumah, duduk dengan nyaman di kamar tidur milik Abel yang dipasangi proyektor mini untuk menonton film dari netflix. Agam membantu Abel menata proyektor mininya di meja kecil, sesekali mengamati Abel sejak tadi bolak-balik dari kamar ke dapur untuk mengambil minuman dan camilan.

Proyektor mini yang Agam atur di meja kecil itu kelihatan masih baru. Bungkus plastiknya saja belum dibuka. Hanya kotaknya saja yang sudah pernah dibuka, menandakan jika Abel belum pernah menggunakannya. Agam tersenyum kecil menyadari jika dirinya adalah orang pertama yang menggunakan proyektor mini ini bersama dengan Abel.

Namun, senyumnya tak bertahan lama sampai ia melihat ada secarik kertas di dalam kotak proyektor mini. Agam pikir itu panduan penggunaan, ternyata bukan. Di kertas itu, ada tulisan tangan rapi yang isinya membuat kening Agam berkerut.

Dear Abel,

Ini yang mau aku kasih ke kamu. Kamu masih suka nonton, 'kan? Aku sebenarnya mau kasih yang lain, tapi kayaknya kamu bakalan makin ganas sama aku kalau kukasih lebih besar dari proyektor mini ini. Jangan marah lagi sama aku, nggak apa-apa kalau nggak mau maafin, tapi tetap jadi temanku, ya?

Aaron.

Agam sukses ketar-ketir melihat tulisan tangan itu. Berteman? Apa ada mantan yang berteman? Agam tidak pernah punya pacar, tetapi ide soal berteman dengan mantan pacar itu sendiri terasa konyol. Bagaimana kalau masih ada rasa yang tersisa?

"Kakak baru beli proyektor mininya?" tanya Agam, menyimpan secarik kertas itu kembali ke kotak dan meletakkannya di bawah meja kecil.

Abel menoleh pada Agam sambil menguncir rambutnya asal. "Dikasih temen."

Teman. Agam menghela napas, mendekat pada Abel yang kini duduk di ranjangnya sambil memeluk bantal. Agam menempatkan dirinya tepat di samping Abel, menatap Abel yang menyambungkan ponselnya ke proyektor mini, lalu memilih film yang akan mereka tonton.

Abel bilang jika dirinya tidak mau diajak kembali bersama dengan Aaron. Agam mempercayai Abel, tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Mau sepercaya apa pun kepada perempuan itu, Agam tetap merasa resah. Uh, sialan. Saingannya berat sekali.

"Kita mau nonton apa? Thriller?" tanya Abel dengan tatapan fokus pada layar ponsel, membuat Agam mengerjap dan memasang senyum manis.

"Aku ngikut Kak Abel aja."

"Kalau ngikut gue, nanti lo protes soalnya gue hobinya drakor."

"Ya udah, aku mau nonton drakor aja kalau Kak Abel suka itu."

"Yakin?"

Agam mengangguk, membuat Abel memutuskan untuk menonton Taxi Driver 2. Drama yang Abel pilih dimulai. Ia bersandar di kepala ranjang sambil menarik selimut ke dadanya. Agam melingkarkan tangannya ke bahu Abel dengan perasaan bercampur aduk. Namun, ia tidak mau memikirkan soal Aaron yang memberi Abel proyektor mini itu karena Abel kelihatannya juga tidak mempermasalahkannya.

"Aku udah dikontrak sama Kak Aidan," kata Agam memberi tahu Abel. "Minggu depan, aku disuruh ikut pemotretan buat majalah fashion lokal."

"Bagus dong?" balas Abel sambil tersenyum. "Makanya lo diet ya?"

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now