9

9K 867 25
                                    

Abel memutuskan untuk membawa Agam ke rumah barunya karena Agam tidak datang ke acara syukuran kecil-kecilannya. Perempuan itu juga membeli shampo untuk rambut rusak, kondisioner, dan masker rambut untuk Agam. Juga, Abel membeli camilan dan bir untuk stok di rumah.

Setibanya di rumah Abel, ia langsung membantu Agam merawat rambut pirang bleaching-nya itu. Agam tentu saja senang dimanjakan oleh Abel.

"Lo kenapa bisa sampai bleaching rambut, Gam? Ini kalau botak gimana mau jadi model?" tanya Abel sambil membilas rambut Agam.

Agam bertelanjang dada, mengenakan celana boxer-nya saja. Tubuhnya lebih kekar dari yang pertama Abel lihat. Sepertinya, Agam disuruh lebih rajin olahraga oleh Aidan.

"Employer pertama yang nyuruh. Dia yang bleaching rambutku," jawab Agam membuat Abel mengerutkan kening.

"Terus? Dia bayar kompensasi buat rambut rusak kamu?" tanya Abel.

Agam menggeleng, membuat Abel menghela napas kesal.

"Itu nama employer lo siapa? Biar gue maki-maki!" omel Abel protektif, kini sibuk mengusapkan kondisioner ke rambut Agam. "Enak aja rambut anak orang dibuat rusak begini, tapi nggak ada tanggung jawabnya!"

Agam langsung mengulum senyum mendengar omelan Abel. Hatinya berbunga karena merasa disayang Abel.

"Aku nggak apa-apa kok, Kak Abel." Agam menenangkan.

"Iya lo nggak apa-apa, tapi kesel gue lihatnya, Agam!" omel Abel lagi. "Lain kali, jangan di-bleaching lagi kalau bukan sama tukang salon, ya?"

Agam mengangguk. Lalu, Abel melanjutkan kegiatannya sampai selesai dengan rambut Agam. Karena baru satu kali perawatan, Abel tidak bisa melihat perubahan signifikan. Namun, ia cukup puas karena bisa membantu merawat rambut Agam dengan tangannya sendiri.

Lelaki itu berganti pakaian dengan kaus dan celana santai yang Abel belikan khusus untuknya. Sementara, ia memasak untuk makan malam. Agam sempat berkeliaran di ruang tamu Abel sebelum menyusul ke dapur dan membantu Abel memasak, serta beres-beres.

"Kak Abel, buket bunga separuh di lemari itu dari siapa?" tanya Agam membuat Abel menatapnya heran.

"Buket bunga separuh?" Kening Abel berkerut sampai ia menyadari yang Agam maksud. "Oh, itu buket bunga pernikahan Miu. Gue yang nangkep setengahnya waktu itu."

Atas berbagai pertimbangan, Abel akhirnya tidak jadi membuang buket pengantin Miu. Yah, bagaimanapun juga, itu adalah kenang-kenangan untuknya.

"Setengahnya siapa?" Pertanyaan Agam membuat raut wajah Abel berubah. Ia ingat pernah berkata jika dirinya akan jadi kakak ipar Miu. Yah, sepertinya ucapannya terlalu muluk.

"Aaron," jawab Abel tenang dengan senyum tipis.

Jawaban Abel membuat Agam terdiam. Aaron. Agam pernah bertemu dengannya satu atau dua kali. Lelaki itu tampan dan gagah, kelihatan kaya hanya dengan sekali lihat. Dan jelas, Aaron memang mapan.

"Kak Abel suka laki-laki yang udah mapan?" tanya Agam membuat Abel tertawa.

"Semua perempuan suka laki-laki mapan, Gam."

"Oh." Agam membulatkan bibir dan tersenyum dengan wajah penuh tekad. "Kalau gitu, aku juga bakalan usaha biar mapan."

Lucunya. Abel tertawa, meletakkan lauk ke piring Agam. "Iya, tapi makan dulu."

Agam harusnya marah karena diperlakukan bagai anak kecil. Namun, entah mengapa ia merasa senang. Agam tidak pernah diperlakukan sehangat ini oleh orang lain selain neneknya. Abel membuat Agam semakin menyukainya. Ia tidak tahu apakah Abel hanya bersimpati kepadanya, ataukah Abel mulai jatuh hati padanya juga. Namun, bagi Agam, menerima kehangatan dari Abel membuatnya ingin terus bersama dengannya.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now