6

11.3K 910 29
                                    

"Nenek!"

Agam melangkah masuk ke dalam ruang inap tempat neneknya dirawat. Sudah satu bulan terakhir, neneknya yang sakit-sakitan dirawat di Rumah Sakit Umum Parama. Sebenarnya, ia bisa pulang, tetapi Rasen memberi tahu Agam agar membiarkan neneknya tetap di rumah sakit. Neneknya sakit gagal ginjal, sudah mengalami banyak komplikasi dan harus selalu diawasi tenaga medis jikalau sewaktu-waktu kondisinya memburuk. Kalau dibiarkan tinggal di kontrakan Agam sendirian, takutnya perempuan lansia itu akan kesulitan. Rasen juga yang membiayai pengobatannya. Kata Rasen, ia akan memotong biaya pengobatan rumah sakit dari gaji Agam. Namun, Agam merasa gajinya masih cukup besar walau sudah dipotong oleh Rasen. Ia punya penghasilan sekitar enam juta per bulannya untuk saat ini.

Nenek Agam, Marsiah Pangestu menatap sang cucu yang baru datang dengan senyum hangat. Keriput di wajahnya tak bisa membohongi umurnya yang semakin renta. Ia sudah hidup selama 74 tahun dan menyaksikan cucu satu-satunya tumbuh besar tanpa sosok orang tua. Agam dengan wajah ceria duduk di kursi untuk pengunjung yang ada di sebelah ranjang, meletakkan sekantung buah apel di nakas dan menggenggam tangan sang nenek.

"Apa kabar Nenek hari ini? Ada keluhan?" tanya Agam sambil tersenyum lebar.

Marsiah menatap wajah Agam yang kelihatan bersinar-sinar. Agam tidak kelihatan setirus dahulu. Sepertinya, Rasen mengurusinya dengan baik pula. Selain itu, Marsiah melihat pakaian Agam jauh lebih modis dan tampak. Padahal, Agam paling anti beli pakaian baru karena lebih suka menghabiskan uang untuk makan sehari-hari.

"Nenek baik. Kamu baru beres kerjanya?" tanya Marsiah lembut.

Agam mengangguk. "Maaf ya, Nek. Agam nggak bisa ke sini kemarin. Agam kerja sampingan juga jadi model."

Marsiah membulatkan matanya, tersenyum bangga mendengar penuturan sang cucu. "Jadi model? Model apa toh? Nenek udah bilang kamu tuh, ganteng, Gam! Cucu Nenek jadi model sekarang."

"Nggak gitu, Nek! Agam cuma jadi model buat toko baju online aja. Sama Kak Aidan, kakaknya istri Kak Rasen, nyuruh Agam jadi model. Katanya badan Agam bagus."

Marsiah tertawa, mengulurkan tangan untuk mengusap wajah cucunya.

"Bocah ganteng! Mudah-mudahan, kamu bisa jadi model nge-top."

"Amin!" Agam mengamini. "Oh, Agam beli apel. Nenek mau apel? Agam kupasi ya?"

Marsiah mengangguk, menatap Agam yang dengan sigap mengambil apel. Lelaki itu membawanya keluar dari kamar untuk mencucinya di dapur rumah sakit yang letaknya sekitar tiga kamar dari kamarnya dirawat, kemudian ia kembali ke dalam kamar sambil membawa pisau dan piring juga dan mulai mengupaskan apel untuk sang nenek. Marsiah mengamati Agam yang kelihatan lebih ceria dari biasanya.

Agam memang selalu ceria di depan Marsiah karena tidak mau membuatnya khawatir. Namun, rasanya aura cucunya berbeda sekali hari ini. Sejak mendapat kerjaan baru di rumah Rasen, Agam menjadi lebih antusias dengan hidupnya. Akan tetapi, apa mendapat kerjaan bisa menimbulkan semburat merah muda di pipi Agam? Tidak hanya di pipi, auranya juga terasa merah muda. Marsiah kira, ia tidak akan pernah melihat Agam seperti ini. Akan tetapi, hari yang Marsiah tunggu tiba juga.

Cucunya sedang kasmaran, kentara sekali berbunga-bunga jatuh cintanya.

"Kamu kelihatannya senang banget. Lagi suka cewek kah?" tembak Marsiah tanpa tedeng aling-aling, membuat Agam membeku sejenak.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now