22

7K 618 36
                                    

Majalah pertama dengan sampul wajah Agam sudah terbit. Dengan segera, wajah Agam mulai muncul di papan iklan tepi jalan, sosmed, bahkan sudah merambah ke layar televisi. Agam semakin sibuk, tetapi waktu senggangnya selalu ia prioritaskan untuk bertemu dengan Marsiah dan Abel.

Pesan dari Agam selalu menghiasi notifikasi ponsel Abel, memberi tahunya setiap hal yang ia lakukan. Juga, kadang Agam akan menelepon Abel untuk mendengar suaranya. Jika sempat, ia akan menelepon via video, bertukar cerita, menatap wajah Abel sampai puas atau sampai tertidur. Jika bertemu, Agam akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menempel pada Abel, tidak mau jauh-jauh karena tahu waktu mereka bersama sangat sebentar.

"Kamu nggak perlu repot-repot, Bel!"

Ucapan Marsiah membuat Abel meliriknya dengan senyum manis. Ia menyuapkan salad buah yang ia belikan kepadanya. Hari ini adalah ulang tahun Marsiah yang ke-75. Sayangnya, di hari ulang tahunnya itu, kesehatan Marsiah semakin memburuk dan cucu kesayangannya tidak bisa hadir untuk menemaninya karena saat ini sedang berada di Amerika untuk pemotretan.

"Aku nggak repot, Nek. Lagian, di rumah juga aku sendirian," ujar Abel yang masih lengkap mengenakan pakaian kerjanya.

Hari-hari Abel di kantor masih sama, masih kerepotan dengan target dan juga masih jengkel dengan Pandu. Walau lelaki itu kini mulai berkurang tingkah menyebalkannya mendekati hari pernikahannya. Abel juga disibukkan dengan Sara yang memintanya membantu mempersiapkan acara akad nikahnya yang akan digelar dalam satu setengah bulan ke depan.

Marsiah tersenyum menatap Abel yang dengan telaten menyuapinya. Selama Agam absen, Abel yang datang dan menggantikan pemuda itu untuk merawatnya. Saat kondisinya memburuk, Abel juga yang akan tergopoh-gopoh mendatangi rumah sakit dan menemani Marsiah sampai ia membaik meski ia harus bekerja.

"Kamu udah beberapa hari ini nemenin Nenek, Bel. Istirahatlah dulu, nanti kamu juga sakit," kata Marsiah penuh perhatian.

"Nggak, Nek. Aku kuat kok, masih muda loh!" sahut Abel menenangkan, sedikit bercanda untuk meredakan kekhawatiran Marsiah terhadap kesehatannya.

Perempuan renta itu menghela napas, tetapi mengulum senyum dan mengulurkan tangannya untuk menyelipkan anak rambut Abel yang jatuh ke wajahnya ke belakang telinga. Ibu jarinya mengusap lesung pipi Abel yang manis, menghela napas lagi dengan berat.

"Nenek penasaran, kalau kamu nikah sama Agam, cicit Nenek nanti punya lesung pipi kayak gini juga nggak, ya?"

Pernikahan lagi. Abel merapatkan bibirnya dan mengulas senyum. Sebulan berlalu sudah sejak pembicaraan Abel dengan Agam soal kejelasan hubungan mereka. Agam sangat resah karena hal itu, sempat membuatnya nekad berkali-kali datang ke rumah Abel untuk menemuinya. Agam sampai diomeli Aidan karena melarikan diri satu kali dari jadwal work out-nya. Hal itu, membuat Abel mengubah status mereka menjadi sepasang kekasih. Barulah Agam tenang ketika hubungan mereka ada kejelasannya sedikit. Walau demikian, untuk menikah, rasanya hal itu masih jauh.

"Kayaknya, sewaktu kalian menikah, Nenek udah nggak ada lagi," gumam Marsiah seraya menarik tangannya.

"Nek... "

"Tapi, nggak apa-apa. Yang penting, Agam sekarang punya kamu. Dia sayang banget sama kamu."

Abel merasa bersalah. Bukan karena ia menyelingkuhi Agam, atau karena ia tidak menyayangi Agam. Ia merasa bersalah karena bimbang di hatinya masih tak mau pergi. Ia pengecut, masih belum berani mengambil resiko untuk berkomitmen.

Ditatapnya Marsiah yang tersenyum hangat. Abel menelan ludah, buru-buru mengubah topik pembicaraan mereka dengan mengeluarkan majalah Allstar yang berada dalam naungan Trust Media milik Rasen. Ada wajah Agam di sampulnya. Itu adalah majalah kedua yang Abel beli dengan sampul wajah Agam.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now