34

5.8K 611 50
                                    

Agam
Kak Abel, kita nggak putus, 'kan?
Agam nggak mau putus.
Kak Abel, Agam nggak mau putus. Kita tetap sama-sama ya?
Kak Abel nggak mau jawab telepon Agam?

Masih ada banyak pesan lain yang bunyinya serupa dari Agam. Abel meletakkan ponselnya sembarangan, mengusap matanya yang terasa perih. Ia melangkah menuju meja riasnya, mendapati jika matanya masih bengkak. Sudah satu minggu sejak mereka putus.

Tuntutan Abel pada Karina sudah disidang di pengadilan. Rumor mengenai perselingkuhan Agam benar-benar sepenuhnya meredup. Semua orang melupakan soal hal itu. Kini, mereka sibuk mendukung Agam untuk project terbarunya. Wajah Agam masih berseliweran di internet dengan narasi jika lelaki itu akan pergi ke Milan untuk ikut acara fashion show yang lebih bergengsi.

Abel menghela napas panjang, melirik tas jinjing yang ia bawa dari apartemen Agam. Abel masih belum membereskannya. Ia hanya membereskan barang-barang Agam yang tertinggal di rumahnya. Masih belum selesai semua, tetapi sedikit demi sedikit ia mengembalikannya lewat Aidan.

Sama seperti Agam yang terus menghubunginya lewat pesan, Aidan juga melakukan hal yang sama. Lelaki itu mengabarinya soal Agam, menanyakan soal keadaannya dan kadang, bercerita betapa keras kepalanya Agam saat ia menceramahinya. Satu minggu itu waktu yang singkat, jelas Agam tetap akan keras kepala.

Abel memutar tubuhnya, menuju lemarinya untuk mengemasi barang-barang Agam yang tersisa. Hanya ada piyama kesayangannya dan hoodie hitam yang sering Agam kenakan jika pergi ke supermarket bersamanya. Dari semua barang, Abel sengaja tidak mengemasi dua jenis pakaian itu. Abel tahu ia bertindak tidak masuk akal, tetapi ia ingin menyimpannya. Setidaknya, ia ingin menyimpan kenang-kenangan tentang Agam.

Ditutupnya pintu lemari, menganggap jika tidak ada lagi barang-barang Agam yang tersisa. Piyama dan hoodie itu adalah miliknya. Agam tidak akan menyadari jika ia mengambilnya. Mungkin, Agam tidak akan peduli, karena Abel tahu lelaki itu sangat sibuk sekarang. Kehilangan satu atau dua helai pakaian tidak akan jadi masalah buatnya.

Kakinya dengan lemas melangkah menuju ranjang, hendak kembali tidur supaya bisa melupakan sedih yang ia rasakan. Saat punggung Abel sudah menempel di ranjang, bel pintu rumahnya berbunyi. Awalnya, ia ingin mengabaikannya, tetapi belnya berbunyi sekali lagi. Ia beranjak bangkit, berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Ada sedikit harapan di dalam hatinya, jika yang membunyikan bel adalah Agam. Namun, Abel harus menelan harapannya, menyembunyikan kekecewaannya saat melihat sosok Lisnia yang tersenyum sambil membawa tas jinjing kecil yang biasa digunakan untuk membawa bekal.

"Mau makan bareng?"

Abel merasa bodoh karena berharap jika Agam akan datang. Padahal, ia tahu sendiri, jika dirinya sudah meminta Aidan untuk menghalangi Agam menemuinya dengan segala cara. Abel yakin Aidan berhasil melakukannya karena Agam tidak pernah datang menemuinya selama satu minggu terakhir. Ada rasa lega dan kecewa yang bercampur di dadanya.

Matanya menatap Lisnia yang kelihatan cantik dengan terusan rumahannya. Rambut hitam panjangnya dikuncir kuda. Wajahnya bersih, dengan kulit putih mulus yang Abel yakin perawatannya bisa puluhan juta per bulannya. Tipikal kulit orang kaya sekali.

"Makan sama suami lo sana," usir Abel, hendak menutup pintu rumahnya.

Namun, Lisnia menahannya, mendorong tubuh Abel supaya masuk ke dalam rumah dan ikut menerobos masuk. Perempuan itu kemudian mendudukkan Abel di atas sofanya. Abel mendelik menatap Lisnia. Gila, kenapa perempuan ini kuat sekali? Bagaimana ia bisa dengan mudah membuat Abel duduk di sofa begitu saja dengan satu tangan? Lisnia tersenyum lebar, mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya dan menyajikannya di atas meja.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now