8

9.3K 908 66
                                    

Tahap pendekatan Abel dan Agam berjalan layaknya insan lain yang sedang mencoba saling mengenal. Mereka berkirim pesan, bertemu saat sempat dan bicara banyak hal. Abel tidak bisa menelepon Agam karena suaranya putus-putus di telepon karena microphone ponselnya rusak. Lelaki itu butuh ponsel baru sebenarnya, tetapi tidak pernah mengatakan apa-apa mengenai hal itu.

"Kak Abel!"

Agam tersenyum lebar saat melihat sosok Abel di set pemotretannya. Hari ini, Agam mendapat tawaran pemotretan untuk brand lokal yang baru akan diluncurkan. Tentunya, ada andil Aidan dibalik pencapaian baru Agam ini.

Agam melangkah lebar kepada Abel. Rambutnya ditata model wet look berantakan, mengenakan kaus berkerah kasual warna putih dan celana jin bermodel sobek di bagian lutut dan tulang kering, dengan rantai di area sakunya. Wajah Agam dirias agak tebal, tapi masih natural. Bibirnya sedikit terlalu merah, tetapi Abel tidak heran karena warna bibir Agam akan kelihatan pucat di kamera kalau tidak diberi warna secerah itu.

"Hei," sapa Abel sambil tersenyum manis.

"Kak Abel nggak bilang mau ke sini," kata Agam antusias dengan wajah kelihatan sangat senang.

Abel terkekeh, mengusap wajah Agam hangat. "Biar kejutan?"

Mata Agam berbinar, kemudian menyipit karena senyumnya merekah sangat lebar. Ya ampun, lelaki itu kelihatan cerah sekali. Seperti cahaya matahari yang murni.

"Agam, siap-siap! Abis ini giliran kamu lagi!" teriak salah satu kru foto.

Agam langsung berbalik menatap kru foto. "Iya."

Abel tersenyum tipis melihat Agam. "Sana. Nanti kita ngobrol lagi kalau kamu udah beres."

Agam mengangguk, memutar tubuhnya kembali ke set pemotretan. Abel mengamati Agam yang bersiap untuk berpose, mengulum senyum melihat betapa serius dan berdedikasi lelaki itu untuk pekerjaannya. Saat ini, penghasilan Agam sebagai model belum seberapa. Namun, lelaki itu mulai naik daun di antara brand lokal karena proporsi tubuhnya. Mudah-mudahan, Agam bisa lebih populer dan terkenal seperti Aidan yang memberinya pekerjaan ini.

"Jadi, abis Aaron, sekarang Agam?"

Abel menoleh, mendapati sosok lelaki tinggi dengan kulit putih bersih. Rambutnya hitam legam, beralis lebat, hidung mancung dan bibir penuh yang merona. Kembaran Aaron, Aidan Adistya, sama sekali tidak mirip dengannya. Namun, ketika lelaki itu memberi senyum tipis pada Abel, visual Aaron langsung melintas di depan matanya.

"Tipe cowok lo beneran random," celetuk Aidan sok akrab.

Sebenarnya, mereka tidak begitu canggung. Aidan pernah jadi obat nyamuk antara Abel dan Aaron saat mereka kencan. Makanya, Abel lumayan akrab juga dengannya. Namun, sejak putus dari Aaron, Abel juga menjauhi Aidan dan hanya berkomunikasi dengan Miu saja.

"Kok Kakak bisa ada di sini?" tanya Abel, mencoba mengalihkan topik.

"Gue nemenin Agam. Rencana mau gue rekrut anak itu ke agensi gue," jawab Aidan. "Gue lagi proses ngediriin agensi sendiri."

Abel membulatkan bibirnya sambil mangut-mangut, menatap Agam yang sedang berpose di depan kamera.

"Jadi, lo beneran sama Agam nih? Move on dari Aaron dong?" Aidan menaik-turunkan alisnya dengan ekspresi konyol, mengingatkan Abel pada adik bungsunya.

Abel mendengkus. "Ya, ngapain gue nginget-nginget mantan? Cowok masih banyak, kali."

"Gue suka gaya lo!" Aidan terkekeh, menyikut lengan Abel pelan. "Ngomong-ngomong, nomor teleponnya Aaron lo blokir ya?"

"Iya," jawab Abel singkat.

"Jangan diblokir dong! Dia mau ngundang lo ke nikahannya, tapi nggak enak kalau nitip lewat Miu. Sekalian dia mau minta maaf kayaknya."

No Strings AttachedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang