28

6.3K 629 36
                                    

Abel mendapat ucapan selamat ulang tahun dari sahabat-sahabatnya. Mereka mengirimkan kue ulang tahun ke kantornya, yang berakhir Abel bagikan untuk tim marketingnya. Sementara, Miu sudah memberi tahu jika ia mengirimkan kado untuk Abel. Perempuan gila itu memberikan mobil ke rumahnya.

Benar-benar satu unit mobil baru, dengan BPKB dan STNK atas namanya. Katanya, itu darinya dan Aidan juga. Ucapan terima kasih karena sudah menjinakkan Agam, katanya. Sialan, orang gila mana yang memberi orang asing satu unit mobil sebagai kado ulang tahun?

Abel tahu Miu juga memberi Sara hadiah yang luar biasa mewah sebagai hadiah pernikahannya berupa bulan madu ke Maldives. Juga, perempuan itu sudah menjanjikan tiket ke Milan untuk bulan madu Nessa. Namun, Abel tidak menyangka Miu akan segila itu, sampai memberinya mobil baru segala!

"Miu, lo stres apa gimana, anjir!" omel Abel di dapur kantor saat jam makan siang begitu tahu Miu mengirimi mobil ke rumahnya. "Lo ngapain ngasih gue mobil, gila! Apa kata keluarga lo?"

"Gue udah tahu lo pasti marah-marah. Makanya gue beliin mobil paling murah buat lo, biar lo nggak terlalu senewen."

"Mata lo! Murah lo itu lain cerita ya! Ini gue bisa kena kasus gratifikasi gara-gara lo, tahu!"

"Nggak. Ini kado ulang tahun doang! Murah kok, cuma Honda HRV. Warnanya putih Bel, kacanya udah dimodif biar gelap. Bisa tuh, lo jalan sama Agam tanpa ketahuan. Idenya Aidan itu."

"Honda HRV harganya mau 400 juta, sinting lo!" pekik Abel kaget.

Tentu saja Abel tahu harganya karena ia juga menangani KKB untuk jenis kendaraan yang sama. Kepala Abel langsung pusing memikirkan bagaimana cara ia membayar Miu.

"Ya nggak apa-apa! Lo bilang, butuh mobil juga, 'kan?"

"Iya, mobil bekas, monyet! Bukan mobil baru yang harganya 400 juta, gila aja lo! Nggak bener otak lo, anjir! Apa kata suami lo entar?"

"Rasen mah, bodo amat gue mau ngabisin duit berapa. Lagian, kemarin-kemarin dia yang nyuruh belanja. Ya udah, gue belanjain."

"Miu monyet, maksud laki lo, belanjain buat diri lo sendiri! Lo nih... anjinglah, speechless udah gue! Si Aidan juga bisa-bisanya ikut-ikutan ngide ngasih mobil! Lo berdua stres karena terlalu banyak duit apa gimana?"

"Udahlah, lo nggak usah ngomel-ngomel. Terima aja tuh mobil, udah atas nama lo semua. Kalau mau lo jual, beli yang lain ya suka-suka lo."

"Lo dapet data gue dari mana, gila! Bisa-bisanya jadi nama gue?"

"Ada. Pokoknya kalau ada duit, semua beres. Lagian, gue inget lo pernah nitip foto KTP lo di grup kan? Gue ambil aja dari situ, sisanya ya terima beres pokoknya."

"Anjing, gue hapus tuh foto KTP!" maki Abel jengkel. "Terus, gue bayar lo gimana? Duit gue nggak ada segitu buat ganti duit mobil lo!"

"Lo kata gue udah jatuh miskin apa gimana? Tersinggung gue! Nggak usah lo bayar-bayar! Berisik lagi, gue tarik tuh deposito Rasen sama punya gue dari bank lo!"

Sial, Miu langsung keluar ulti-nya!

"Tapi-"

"Udah lo jangan banyak bacot! Sara aja iya-iya aja gue bayarin ke Maldives. Udah, lo kerja lagi sana apa ngapain. Gue mau ngurusin anak."

Tentu saja Sara iya-iya saja karena waktu itu belum tahu berapa bugdet yang Miu keluarkan. Begitu tahu, Sara juga sama paniknya dengan Abel. Masih ingat Abel jika saat itu dirinya menertawai dan meledek Sara dengan menyebalkannya. Gila, sepertinya ia tulah pada Sara.

"Gue belum selesai ngomel, woi!" pekik Abel, tetapi Miu sudah memutus sambungan teleponnya.

Abel memaki lagi, ingin membenturkan kepalanya ke meja kalau saja ia tak takut sakit. Hanya ada Abel di dapur kantor, sehingga tidak ada yang tahu kalau Abel mengomel atau memaki kasar. Ia menghela napas, melanjutkan pekerjaannya hari itu dengan hati gusar. Ia berterima kasih diberikan kado, tetapi kalau kadonya sebesar ini, rasanya seperti beban.

Ketika jam kerja berakhir dan Abel kembali ke rumahnya, ia sudah menemukan mobil putih di depan rumahnya, diparkir rapi tepat di halaman sampingnya yang memang berfungsi untuk parkir mobil. Abel sudah kehabisan tenaga untuk mengomel. Ia melangkah lunglai, masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ruang tamunya sudah didekorasi dengan balon dan buket bunga.

Ada Agam yang menyambutnya dengan senyum hangat, mengenakan topi kerucut dan menyambut Abel dengan puding yang diberi lilin dengan angka 27.

"Selamat ulang tahun, Kak Abel!"

Abel langsung merasa lemas saat ia melihat wajah Agam. Ia mendekat, meniup lilin di atas pudingnya. Lalu, memeluk Agam erat.

"Gam! Aku stres!" keluhnya, membuat Agam membalas pelukannya dengan satu tangan, sementara tangan lain masih memegang puding. "Gara-gara kelakuan Miu nih, ngirimin mobil ke rumahku buat kado."

Agam menekuk lututnya, meletakkan puding ke meja dan memeluk tubuh Abel dengan benar. Tangannya mengelus punggung Abel lembut, membiarkan Abel melepaskan stresnya lewat pelukan.

"Ah, Agam tadi terima sertifikatnya sama kuncinya juga," balas Agam.

Abel mengerang kesal, tetapi sudah terlalu lelah untuk mengomel. Pada akhirnya, ia hanya bisa diam sambil memeluk Agam, memutuskan untuk bersyukur dan akan mengirimkan ucapan terima kasih pada Miu nanti. Entah berupa parsel buah atau hampers, Abel akan memberikannya sebagai ucapan terima kasih. Miu sudah telanjur memberinya mobil, ditolak juga tidak bisa karena Abel tahu Miu akan memarahinya.

Akhirnya, Abel menghabiskan hari ulang tahunnya bersama Agam. Lelaki itu memasak untuknya, membantu membereskan dekorasinya di ruang tamu dan bermanja-manja pada Abel.

"Makasih ya, Gam, kejutannya." Abel bersandar di dada Agam hari ini, membutuhkan sandaran karena ia ingin.

Dada Agam bidang, terasa nyaman dan hangat saat disandari. Agam menunduk, mengecup puncak kepala Abel sayang.

"Agam masih punya hadiah lagi buat Kak Abel," ujar Agam, mengambil kotak cincinnya yang ia sembunyikan di balik bantal.

Lelaki itu membuka kotaknya, menunjukkan cincin yang ia beli untuk Abel sambil tersenyum. Agam lalu memakaikannya ke jari manis Abel. Ukurannya sangat pas, membuat Agam tersenyum puas.

"Ada nama Agam di bagian dalam cincinnya," kata Agam lembut. "Dan cincinnya sepasang."

Abel tersenyum melihat cincin yang sama juga melingkar di jari manis Agam. Ia baru menyadarinya. Abel mengecup bibir Agam sambil tersenyum, memeluknya sayang dengan perasaan bahagia.

"Makasih, Agam," ujar Abel, tersenyum penuh makna.

"Sama-sama, Kak," balas Agam, mengeratkan pelukannya. "Tahun depan, Agam bakal kasih hadiah yang lebih dari Bu Miu," janjinya.

"Nggak usah aneh-aneh! Aku nggak butuh hadiah mahal-mahal," tegur Abel, menatap Agam dengan mata disipitkan. "Aku lebih senang kalau kamu ada sama aku aja. Nggak perlu hadiah mahal-mahal."

"Nggak mau! Agam maunya ngasih hadiah yang lebih berkesan dari semua orang buat Kak Abel."

Abel mencubit pipinya. "Kamu di sini aja udah berkesan banget, Agam. Kapan lagi kita bisa ketemu? Dan kamu juga kebetulan banget punya jadwal kosong di hari ulang tahunku."

Agam tersenyum mendengar ucapan Abel. Tentu saja ia sengaja mengosongkan jadwalnya. Kalaupun hari ini memang ada jadwal, Agam pastikan ia tetap akan datang ke rumah Abel untuk merayakan ulang tahunnya. Tujuannya memang menjadi mapan dan lebih baik dari saat ini, tetapi prioritasnya tetap Abel. Hanya Abel yang paling penting di hidupnya, setelah Neneknya.

"Tahun depan, atau lima puluh tahun berikutnya, Agam akan selalu ada di hari ulang tahun Kak Abel," gumam Agam lembut. "Kak Abel juga harus selalu sama Agam di hari ulang tahun Agam, Hari Natal, tahun baru atau kapanpun itu."

"Iya," ujar Abel sambil mengulum senyum. "Aku janji, bakalan selalu sama kamu."

Usai berucap begitu, kecupan mendarat di bibir Abel. Malam itu, mereka tertidur sambil berpelukan, kelelahan setelah hari yang panjang dan saling beristirahat di pelukan masing-masing.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now