40

8K 668 56
                                    

Abel memijat keningnya sambil menatap laporan penjualan minggu ini. Sudah hari Sabtu dan Abel datang ke butik untuk memeriksa laporan penjualan. Namun, ia tidak bisa berkonsentrasi. Kepalanya yang sudah sakit melihat laporan penjualan, semakin sakit saat melihat Agam yang masuk ke dalam butik. Kali ini, ia datang sendirian.

Sudah tiga hari berturut Agam datang ke Reverie, hanya mau dilayani oleh Abel dan membeli setiap pakaian yang Abel pilihkan untuknya. Agam tidak bertingkah se-ekstrim saat ia pertama kali datang ke Reverie, tetapi ia terus mengintimidasi Abel. Entah itu menatapnya lekat dengan tatapan seakan ingin memakannya atau membuat Abel masuk ke dalam kamar pas yang sempit bersamanya dengan alasan minta bantuan mencoba pakaian. Dua jam kerja Abel selama tiga hari berturut ini dihabiskan hanya untuk melayani Agam yang terus membuatnya memasangkan kancingnya, atau lebih parah menurunkan resleting celana yang ia coba.

Abel hampir gila dibuat Agam. Belakangan, ia menyadari jika sikap Agam padanya hari itu terjadi akibat ia membenarkan jaket yang dicoba oleh Januar. Hari berikutnya, Agam juga masih bersikap sama. Abel tidak tahu apa maksud lelaki itu. Entah dirinya balas dendam karena Abel memutuskan hubungan mereka sepihak, atau masih cemburu karena Abel merapikan jaket yang dicoba Januar. Yang jelas, Agam membuat Abel ketar-ketir sendiri.

"Kak," panggil Lora, karyawan yang kali ini bertugas. Matanya menatap Abel, seakan memberi kode jika pelanggan yang jadi urusan Abel sudah tiba.

Dalam tiga hari, tiga karyawan Reverie langsung heboh dan berasumsi sendiri jika Agam menyukai manajer mereka karena sikap lelaki itu. Ketiganya bahkan mulai menggoda Abel kalau wajah Agam sudah muncul di butik. Tidak peduli mau dijelaskan seperti apa pun, ketiganya telanjur meyakini jika Agam mengejar Abel. Dan, memang hal itu benar adanya, karena Agam benar-benar sangat agresif pada Abel.

"Aku lagi meriksa laporan keuangan. Tolong gantiin aku ya, Ra?" pinta Abel dengan lembut, membuat Lora menatapnya dengan bibir sedikit mencebik.

"Ih, nggak seru!" ledek Lora, membuat Abel meliriknya tajam dan galak.

Lora tersenyum, menyambut Agam yang langsung mengerutkan keningnya saat melihat yang menyambutnya bukan Abel. Namun, ia tidak mengatakan apa-apa karena Lora langsung memberi tahu jika Abel sedang sibuk mengetik ulang laporan keuangan. Agam menerima alasan itu, walau matanya terus melirik pada Abel selama ia berada di butik.

Abel tidak bisa berkomentar, meski tatapan Agam terasa menyengat. Ia berusaha tetap fokus, mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna sampai ponselnya bergetar dan ia mendapati nomor telepon tak dikenal menghubunginya. Alis Abel bertaut, tetapi ia memutuskan untuk menjawabnya.

"Halo?"

"Halo? Ini Abel?"

"Iya. Dengan siapa ya?" tanya Abel dengan nada sopan, merendahkan suaranya agar tidak terdengar oleh orang lain. Namun, meski ia melakukan hal itu, Agam atau Lora tetap dapat mendengar suaranya dengan jelas.

"Aku Dika, kenalan orang tuamu."

Perasaan Abel langsung tak enak begitu mengetahui lelaki itu mengenalkan diri sebagai kenalan orang tuanya. 110%, Abel yakin nomornya lagi-lagi diserahkan pada lelaki tak dikenal.

"Mereka bilang, kamu sekarang tinggal di Parama. Kebetulan, aku juga kerja di sini. Kamu mau ketemuan? Sekalian kita kenalan. Katanya, kamu masih lajang?"

"Oh, maaf saya masih sibuk. Saya juga sudah punya pacar," jawab Abel sebisanya terdengar formal dan sopan. "Tapi, kalau kamu mau ketemu dan ngobrol urusan bisnis, saya terbuka menerima ajakan ketemu."

"Ah, maaf mengganggu kalau begitu."

Lalu, sambungan telepon langsung dimatikan begitu saja tanpa Abel sempat menjawab. Abel meletakkan ponselnya kembali di meja, mengerang pelan sambil mengusap wajahnya antara lelah dan kesal. Di usianya yang ke-33 tahun ini, orang tuanya semakin resah karena Abel tak kunjung pulang membawa calon suaminya. Juga, Abel tak menunjukkan tanda-tanda sedang memiliki pacar.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now