17

7.9K 673 23
                                    

Abel membersihkan riasannya yang tidak dibersihkan Agam semalam, mandi dan gosok gigi dengan air hangat, lalu mengganti pakaiannya dengan kaus longgar dan celana pendek santai. Ia juga membereskan kamar sebisanya, walau tidak bisa banyak bergerak karena lemas dan pusing. Abel rasa flu-nya semakin parah. Ia batuk-batuk lebih sering setelah selesai berberes.

"Kak Abel ih! 'Kan, lagi sakit! Ngapain beres-beres?" omel Agam, masuk ke dalam kamar seraya membawa nampan berisi semangkuk bubur, segelas air putih dan obat yang ia dapatkan dari kotak P3K Abel.

Abel mengamati Agam yang meletakkan mangkuk bubur di nakas, memamerkan lesung pipinya yang membuat Agam berhenti mengomel sejenak.

"Aku cuma flu sama demam, Gam. Bukannya mau mati," goda Abel sambil tertawa.

Agam hanya mendengkus, melirik Abel yang beranjak mengambil ponselnya dari dalam tas. Perempuan itu kemudian duduk di ranjang sambil menempelkan layar ponsel ke telinganya untuk menelepon atasannya. Abel meminta izin cuti sakit kepada Bu Harni dengan suara parau. Respon Bu Harni tentu saja khawatir, karena sejak kemarin Abel memang kelihatan sangat tidak sehat. Cuti Abel langsung diizinkan begitu saja. Bahkan, disuruh cuti dua hari supaya bisa istirahat penuh. Lagi pula, kalau kata Bu Harni, target Abel bulan ini sudah aman. Jadi tidak perlu memaksakan diri.

Abel memutus sambungan telepon, melirik Agam yang mengamatinya dengan senyum kecil.

"Aku cuti," kata Abel memberi tahu.

"Emang harus cuti. Emangnya, Kak Abel mau pingsan lagi?" Agam menatapnya, memasang wajah sok galak membuat Abel mencubit pipinya.

"Iya, iya. Kamu bersih-bersih sana. Mandi. Harus kerja, 'kan, hari ini?" balas Abel.

"Bu Miu nyuruh ngerawat Kak Abel. Agam disuruh nggak usah kerja hari ini."

"Loh, kok Miu tahu?" Abel mengerutkan keningnya heran.

"Agam tadi izin mau datang agak telat, terus sama Bu Miu ditanya alasannya kenapa. Agam kasih tahu deh. Terus, kata Bu Miu, Agam nggak usah kerja aja hari ini. Biar jagain Kak Abel."

Abel meringis kecut. "Ih, Gam! Kenapa bilang ke Miu? Nanti dia ngeledekin aku, tahu."

"Ya, Kak Abelnya emang sakit, 'kan! Lagian, Kak Abel pilih diledek apa cepet sembuh?" sungut Agam, membuat Abel kembali mendekat padanya dan mencubit pipinya gemas.

"Udah pinter mulutnya, ya!" gerutu Abel, mencubit dan memainkan pipi Agam. Sementara, pemuda itu membiarkan Abel berbuat sesukanya pada wajahnya. "Kamu mandi sana, atau makan dulu. Aku bisa makan sendiri. Oh, sama minum vitamin C punyaku. Takutnya kamu nanti ketularan sakit."

"Imun Agam kuat, kok!"

"Nggak. Sana, mandi, makan abis itu minum vitamin C. Nanti aku bisa beresin dapurnya sendiri."

"Nggak boleh! Kak Abel nanti kecapean! Ini aja udah lemes!" desis Agam. "Biar Agam aja!"

Abel sadar jika tubuhnya memang butuh istirahat. Lagi pula, Abel bisa mempercayakan Agam untuk berberes karena lelaki itu memang pandai membereskan rumah. Jadilah Abel menurut, membiarkan Agam yang berberes setelah ia selesai dengan urusannya. Agam kembali menemani Abel setelah menyelesaikan kegiatan berberesnya.

Obat yang Abel minum membuatnya mengantuk, tetapi ia tak mau tidur sepagi ini. Ia berusaha untuk tetap terjaga, berbaring dalam pelukan Agan sambil mendengarkan musik dari ponselnya karena Abel terlalu pusing untuk fokus menonton drama.

"Kak Abel," panggil Agam sambil memainkan rambut hitam sebahunya.

"Hm?"

"Agam dimaafin, 'kan?" tanyanya, menatap Abel dengan tatapan khawatir.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now