27

6.5K 672 41
                                    

Agam dan Karina semakin gencar dijodoh-jodohkan. Abel melihat sendiri, ada begitu banyak fans yang mendukung keduanya. Bahkan banyak yang mendoakan agar keduanya berjodoh. Ada sedikit perasaan cemburu dan tak nyaman, tetapi Abel dengan tenang menghadapi perasaan itu.

Daripada berlarut dalam rasa tidak nyaman, Abel memilih untuk melupakannya dengan bekerja. Seperti Agam yang sibuk membangun karirnya, Abel juga melakukan hal yang sama. Perempuan itu semakin giat bekerja, menghafal produk-produk perusahaan dan tidak pernah mengeluhkan tentang targetnya sama sekali. Target Abel juga selalu tercapai akhir-akhir ini.

Lingkungan kerjanya juga terasa lebih tenang. Pandu yang sudah menikah tidak lagi banyak tingkah. Walau kadang mulutnya masih minta dijahit, lelaki itu setidaknya lebih baik sekarang. Abel tidak jadi menerima tawaran naik jabatan karena masalah mutasi. Tawaran itu diserahkan kepada Fani, dan penggantinya adalah salah satu teller tetap yang sudah lima tahun bekerja di Bank Index. Januar Hardana namanya, rajin, sopan, dan satu tahun lebih muda dari Abel.

Bu Harni juga akhirnya pensiun, digantikan oleh kepala marketing baru yang berasal dari luar kota yang bernama Guntur Utama. Ia tidak mau dipanggil dengan embel-embel pak karena usianya baru menginjak 32 tahun. Jadinya, semua anggota tim marketing memanggilnya dengan nama jika mereka lebih tua atau dengan panggilan kakak. Karena pergantian pegawai itu, Abel menjadi satu-satunya perempuan di tim marketing. Tidak masalah sebenarnya, tetapi Abel jadi tidak punya teman mengobrol selain Bayu, karena ia belum dekat dengan dua anggota tim yang baru dan tidak berniat dekat dengan Pandu Restu si pick me itu.

Sementara Agam, semakin melonjak popularitasnya, semakin teruji pula kesabarannya. Terhitung sejak malam Natal, Agam sama sekali tidak bisa bertemu dengan Abel. Selain karena syuting, jadwal pemotretan, work out dan interview-nya untuk beberapa channel youtube dan radio benar-benar padat. Agam sampai beberapa kali menelepon Abel sambil menangis, kesal karena sangat rindu pada perempuannya.

Selain itu, Karina Ornella juga semakin sering mengganggunya karena merasa mendapat dukungan dari publik. Merebaknya akun fans GamRina menjadi pemicu utama sikapnya. Padahal sudah berulang kali diperingatkan oleh Agam, tetapi perempuan itu tetap cuek bebek. Selama janur kuning belum melengkung, dan selama tidak ada cincin di jari manis Agam, Karina merasa berhak mendekatinya. Jelas membuat Agam marah, tapi tidak bisa bersikap kasar karena film mereka baru akan tayang di bulan Mei kelak.

"Syuting scene lo sama Karina udah kelar hari ini, udah tahu, 'kan?" tanya Aidan yang berkunjung ke lokasi syuting Agam.

"Tahu," jawab Agam datar, tanpa menatap Aidan.

Aidan mengamati wajah Agam yang kelihatan lelah. Riasannya sudah dihapus, membuat Aidan bisa melihat kantung mata di bawah matanya. Wajah Agam tampak tidak bersahabat. Jelas Aidan tahu alasannya. Pasti lelaki itu habis diganggu Karina lagi.

Agam meraih ponselnya, melirik tanggal di layar ponselnya. 10 Februari. Ulang tahun Abel tiga hari lagi, dan Agam belum sempat menyiapkan kejutan untuk Abel. Padahal, ia ingin memberi Abel kue tar, meniup lilin ulang tahun bersamanya dan mungkin mendekor rumah Abel untuk merayakan ulang tahunnya. Satu-satunya yang Agam punya hanya cincin couple rose gold dengan berlian kecil dan ukiran nama mereka di bagian dalamnya.

"Tanggal 13 aku kosong, 'kan?" tanya Agam dengan nada setengah memaksa Aidan menjawab jika hari itu ia tak ada jadwal.

Untungnya, Aidan mengiyakan karena Agam tidak ada jadwal hari itu dan beberapa hari berikutnya.

"Lo bisa istirahat dari hari ini sampai tanggal 20. Kenapa? Mau ketemu Abel?" tanya Aidan.

"Iya. Aku mau rayain ulang tahun Kak Abel," sahut Agam. "Jangan ganggu aku. Jangan chat Kak Abel juga!"

"Iya!" balas Aidan agak kesal.

Agam mengalihkan tatapannya dari Aidan, membereskan barang-barangnya dan bersiap pulang. Ia harus mengunjungi neneknya dahulu, memesan kue tar dan mungkin membeli balon? Tanggal 13 adalah hari Jumat. Abel bekerja hari itu. Agam punya kunci rumah Abel dan ia bisa bebas keluar masuk rumahnya. Mungkin, Agam masih sempat untuk meniup balon dan menghias ruang tamu Abel dengan buket bunga.

"Gam! Eh, ada Kak Aidan."

Agam memutar bola matanya malas saat melihat Karina masuk ke ruang tunggunya. Wajahnya langsung ketus, membuat Aidan meringis. Laki-laki itu sudah sampai pada batas kesabarannya dalam menghadapi Karina. Mau sesabar apa pun manusia, kalau dipancing emosinya terus-menerus, pasti akan meledak juga.

"Iya, gue mau jemput Agam," kata Aidan cepat.

Karina membulatkan bibirnya dengan wajah kecewa. Mata bulatnya yang seperti boneka melirik Agam sejenak, lalu ia tersenyum pada Aidan.

"Aku boleh ikut nebeng juga? Aku nggak akan ganggu, kok."

"Kamu punya manajer sendiri," ketus Agam membuat Aidan memasang wajah masam. Ia buru-buru bertindak sebelum Agam membuka mulut untuk mengatakan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh siapapun.

"Maaf ya, Rin. Gue sama Agam ada urusan. Lo tunggu manajer lo aja, gue lihat mobilnya udah di depan."

Karina tidak begitu mendengarkan ucapan Aidan. Matanya menatap Agam.

"Pasti kamu mau ketemu cewekmu yang nggak pernah hadir buat dukung kamu, 'kan?" cibir Karina.

Uh-oh! Karina menyentuh seseorang yang tak seharusnya ia ganggu.

"Kekasih saya sangat mendukung apa pun yang saya lakukan. Kamu nggak usah sok tahu! Kamu cuma orang luar yang ganggu privasi saya!" ketus Agam dengan mata berkobar marah. "Saya memang nggak mukul perempuan, tapi berani kamu sebut-sebut kekasih saya, besok-besok kamu nggak akan bisa bicara lagi!"

Karina langsung menutup mulut melihat reaksi keras Agam. Aidan menghela napas melihat Karina yang kelihatan agak ketakutan. Agam itu benar-benar sensitif kalau soal Abel dan Neneknya. Lebih sensitif soal Abel sih, sebenarnya. Satu-satunya perempuan yang bisa membuat emosi Agam terjungkir balik hanya Abel.

"Gam," tegur Aidan, menggeleng pelan.

Agam mendengkus kasar. "Ayo kita buruan pergi dari sini. Aku nggak mau satu ruangan sama orang yang mencibir kekasihku."

Lalu, lelaki itu melangkah lebar meninggalkan Karina dan Aidan lebih dulu. Satu decakan keluar dari bibir Aidan. Ia melirik Karina yang menatap Agam dengan tatapan takut, terluka dan kecewa.

"Lain kali, jaga omongan lo Rin. Pacar Agam, bukan, calon istrinya adalah orang yang nggak boleh lo jelek-jelekin. Sembarangan nyebut namanya juga nggak boleh. Gue yakin lo bijak, jadi jangan diulangi, ya?" Aidan tersenyum hangat. "Dan, gue juga minta maaf atas sikap Agam."

Karina mengubah ekspresinya saat bicara dengan Aidan. Ia memasang senyum.

"Nggak apa-apa, Kak. Lagian, aku nggak masalah," balasnya. "Selama Agam belum nikah-"

Aidan menggeleng. "Kalau gue jadi lo, gue nggak akan pernah ganggu Agam lagi."

Karina diam, menatap Aidan dengan kening berkerut bingung. Memang kenapa? Ia menghela napas gusar. Sehebat apa kekasih Agam sampai Agam bereaksi keras begitu saat Karina mencibirnya?

"Memangnya, dia siapa? Dia secantik apa sampai Agam nggak mau lepas dari dia?"

"Siapa dia, bukan urusan lo, Rin. Yang jelas, perempuan itu dunianya Agam. Mau lo telanjang depan Agam juga, lo tetep dianggap pengganggu. Gue yakin, dia bakalan telepon polisi juga sih, kalau lo berani telanjang depan dia." Aidan tersenyum. "Yah, pokoknya gue yakin lo bisa ambil sikap bijak. Gue duluan."

Aidan melangkah pergi meninggalkan Karina tanpa berbalik untuk melihat reaksinya. Semua yang ia ucapkan hanya perkiraan, tetapi Aidan yakin akan terjadi kalau Karina masih keras kepala mendekati Agam. Akun pendukung GamRina yang merebak di mana-mana saja sudah cukup untuk membuat Agam naik darah, apalagi jika Karina berani telanjang di depannya.

Aidan yakin, agensi dan kuasa hukumnya akan sangat sibuk mengurusi tuntutan yang akan dilayangkan oleh Agam. Ya Tuhan, susah sekali mengurus bucin Abel yang menjadi talent di agensinya itu!

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now