4. Di Belakang Asya

26.1K 1.5K 36
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤHakim mengembuskan napas pelan, dia tidak bisa fokus sama sekali, padahal pekerjaanya menumpuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Hakim mengembuskan napas pelan, dia tidak bisa fokus sama sekali, padahal pekerjaanya menumpuk. Hakim terus beristighfar, meminta perlinduang dari pikirannya sendiri. Hakim mengacak rambutnya pelan, berdiri lalu berjalan ke kamar mandi, dia harus wudu agar lebih tenang.

Hakim keluar dari kamar mandi tepat saat seseorang mengetuk pintu ruanganya.

"Masuk." Ucap Hakim
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, eh Bunda?"

"Kenapa muka kamu basah?" Tanya bunda,
"Abis wudu, Bun. Bunda ada apa ke sini? Tumben?"
"Anter ke rumah sakit yu, Bunda mau cek darah tinggi sama rematik."
"Sekarang?"
"Tahun depan!"

Hakim terkekeh lalu mengangguk, membereskan sedikit mejanya lalu mengandeng bundanya keluar.

"Kenapa digandeng?" Tanya bunda,
"Gapapa, daripada Bunda diculik ultramen, Hakim gandeng aja."
"Sembarangan!" Ucap bunda memukul Hakim pelan.

Hakim hanya terkekeh, keluar dari ruang kerjanya lalu berpesan kepada sekretarisnya jika dia akan kembali setelah dzuhur.

Rumah sakit terletak tidak jauh dari kantor Hakim, mereka hanya berjalan kaki beberapa menit dan akhirnya sampai. Hakim menunggu bundanya di ruang tunggu di dekat tempat tebus obat dan apotek.

"Paracetamol satu, loratadine satu, sama analsik satu."

Hakim mengangkat wajahnya, itu suara yang sangat dia kenali walau pun hanya mendengarnya beberapa kali. Suara Asya.

Wanita yang membuat pikirannya kacau akhir-akhir ini.

Sepulang dari Malang dua minggu lalu, entah kenapa Hakim selalu memikirkan Asya, bahkan dia sampai bermimpi kembali bertemu dengan Asya. Hakim sampai berdoa agar dia tidak lagi memikirkan Asya. Tapi nyatanya sampai pagi tadi, Asya masih berkeliaran di pikirannya.

"Kalo analsik harus resep dokter, Mba." Jawab seorang apoteker,
"Ohh ga bisa beli langsung ya?"
"Iya ga bisa."
"Ya udah paracetamol sama loratadine aja."

Asya menerima obat itu lalu membayarnya. Dia duduk di barisan depan, terlihat mengangkat telepon lalu membuka air minum dan meminum obat yang baru saja dia beli.

"Ini saya lagi di jalan, Pak." Ucap Asya lalu berdiri dan berjalan keluar.

"Iya Pak, saya ke kantor agak sore ya."

Hakim terus memperhatikan Asya yang berjalan semakin menjauh, suaranya juga tidak lagi terdengar. Hakim mengusap wajahnya gusar lalu kembali beristighfar.

"Astaghfirullah, aku ini kenapa sih." Gumam Hakim.

Hakim sepertinya harus sholat istikharah dan meminta petunjuk apa yang harus dia lakukan.

"Hakim."

Hakim mendongak, bunda sudah selesai diperiksa. Mereka langsung pulang karena tidak ada obat yang harus ditebus. Hakim mengantarkan bundanya pulang terlebih dahulu, baru dia kembali ke kantor.

Hakim Where stories live. Discover now