9. Rumah Kita

30K 1.5K 14
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤKeesokan harinya, Hakim dan Asya kembali ke Jakarta dengan kereta cepat jadwal pertama

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
Keesokan harinya, Hakim dan Asya kembali ke Jakarta dengan kereta cepat jadwal pertama. Ada pekerjaan mendadak yang harus Hakim selesaikan. Asya hanya menurut, setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya dan mendengarkan sedikit wejangan, Hakim dan Asya langsung ke stasiun menggunakan taksi.

Tidak sampai satu jam mereka sudah sampai di Jakarta, sangat cepat dan praktis. Sampai di stasiun, mereka di jemput oleh sekretaris Hakim, namanya Sandi. Hakim langsung memperkenalkan Asya dan Sandi.

Mobil mereka memasuki sebuah gedung perkantoran empat lantai, Asya tahu gedung ini, dia sering melewatinya.

"Humaira tunggu di sini sendiri, gapapa?" Tanya Hakim saat mereka sudah di dalam ruang kerjanya.
"Gapapa, Gus."
"Insyaallah saya ga lama, kalo bosan, boleh nyalakan televisi atau makan cemilan ya, itu cemilannya di sana." Ucap Hakim sambil menunjuk kotak kecil.

"Iyaa Gus."
"Kalo gitu saya ke ruang meeting dulu ya, assalamualaikum." Ucap Hakim sambil mengecup kening Asya,

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Asya pelan sambil melihat Hakim yang berjalan keluar, dia sedikit kaget karena Hakim tiba-tiba mencium keningnya. Padahal yang tidak Asya tahu adalah, Hakim sudah mencium kening Asya beberapa kali saat Asya tertidur.

Asya berdehem pelan, mencoba menghilangkan rasa kagetnya, Asya jadi teringat nasihat ibunya tadi selepas sholat subuh.

"Cinta atau belum, kamu udah sah jadi istri Hakim. Lakukan kewajiban kamu sebagai istri, penuhi semua hak Hakim sebagai suami. Jangan karena kamu merasa belum siap, akhirnya kamu lalai mengurus Hakim. Jangan jadi istri yang lalai dan durhaka."

Hak dan kewajiban, itu benar-benar memiliki artian yang luas dalam berumah tangga. Tapi yang terus Asya pikirkan sejak tadi adalah hak Hakim untuk mendapatkan kepuasan atas dirinya, dan hak dirinya atas nafkah batin dari Hakim.

"Assalamualaikum."

Asya tersentak lalu menoleh ke arah pintu, Hakim sudah kembali, Asya menjawab salam Hakim. Dia tidak sadar sudah melamun selama satu jam memikirkan nasihat ibunya.

"Maaf, lama ya?" Tanya Hakim,
"Engga kok. Gus udah selesai?"
"Udah, ayo kita pulang."
"Pulang ke mana?"
"Rumah kita, tadinya Bunda minta kita untuk menginap, tapi lebih baik lain kali aja."
"Rumah kita?"

Hakim mengangguk, lalu menarik tangan Asya pelan, menggandengnya berjalan keluar.

Perjalanan mereka kali ini hanya dihiasi hening, sampai akhirnya mobil yang dikendarain Hakim berhenti di depan rumah bergaya modern dihiasi taman kecil di depannya.

Hakim जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें